Hujroh - Forum Pesantren Indonesia Alumni Pesantren Indonesia Forum      Misi Hujroh
 

Main juga kesini sul:
The Ghurfah Kisah Sukses Alumni Alumni di Luar Negeri Bisnis Online Hikayah fi Ma'had Railfans Dunia Pesantren Ekonomi Islam
Forum  Info & Berita  Info Dunia Islam 
Kain Sarung Tidak Sekedar Untuk Ibadah
Pages: [1]

(Read 918 times - 1 votes) 
  

Co Hujroh

  • Abadan fi Ma'had
  • ***
  • Co Hujroh No Reputation.
  • Join: 2018
  • Posts: 2095
  • Logged
Kain Sarung Tidak Sekedar Untuk Ibadah
« on: 07 May, 2018, 11:43:00 »

Kain Sarung Tidak Sekedar Untuk Ibadah

Ketika seseorang melilitkan kain sarung di pinggang menjelang shalat,
mungkin dia tidak sempat bertanya, “Dari mana kain sarung berasal?”
Maklum saja, kain sarung sudah menjadi budaya berpakaian dalam
keseharian umat Islam di Indonesia sejak berabad-abad silam.
Saking melekatnya budaya berkain sarung, mayoritas muslim Indonesia
menganggap kain sarung sebagai salah satu bagian penting dalam
menjalankan aktivitas keagamaan.

Rasanya janggal melihat seseorang bercelana panjang pergi ke masjid atau menghadiri acara selamatan. Bahkan di beberapa komunitas masyarakat muslim, kain sarung sudah sama sekali menggantikan fungsi celana panjang sebagai penutup badan dari pusar hingga mata kaki.
Di beberapa pondok pesantren salaf, para santri nyaris tidak pernah menanggalkan kain sarung mereka. Saat tidur, shalat atau bermain sepak bola sekalipun, mereka terus mengenakan kain sarung. Di daerah pedesaan, kain sarung diidentikkan dengan ronda malam meskipun tidak sedikit yang mengenakannya untuk bekerja di sawah atau belanja i ke pasar. Dan saat ini i banyak orang, baik yang
 
tinggal di kota maupun di desa, merasa lebih nyaman mengenakan kain sarung daripada celana panjang dalam keseharian mereka di rumah.
Menurut catatan sejarah, kain sarung berasal dari negeri India. Masuknya kain sarung sebagai tradisi tekstil dan pakaian orang Melayu dimulai sejak abad pertama Masehi, di saat kerajaan-ke- rajaan Melayu memulai hubungan dagang dengan ke- rajaan-kerajaan di belahan lain Asia, termasuk kerajaan India dan Cina.
Kerajaan Sriwijaya di Palembang, misalnya, kerap melakukan pertukaran bahan logam dan hasil-hasil hutan dengan kain kapas dari India. Hubungan dagang ini kemudian memperkenalkan kain sarung kepada masyarakat Melayu yang secara
 
khusus dibawa oleh peda-1 gang-pedagang muslim. Perkembangan tradisi tekstil semacam ini terus berlanjut hingga abad ke-2 Masehi.
SEBAGAI
FASHION MODE
Di dunia fashion (busana), kain panjang yang semua tepinya saling menyambung ini kerap diperbincangkan sebagai salah satu model berbusana di ka- 1 langan trend setter perkotaan.
Modifikasi terhadap kain i sarung pun terus berlanjut sehingga kini dikenal beragam jenis kain sarung yang mewakili masing-masing daerah pembuatnya. Sebut saja misalnya kain sarung ala Sumatera yang dikenal sebagai Songket. Songket agak kaku bahannya, penuh dengan benang emas dan bia
sanya dipadu-padankan dengan selendang atau dipasangkan dengan baju kurung.
Kain dengan aksen mewah ini disebut-sebut sebagai ratunya kain tenun bila dilihat dari keindahannya dan pembuatannya yang rumit. Maka jangan kaget bila satu kain songket dipasarkan dengan harga mencapai satu juta rupiah.
Selain songket, masih ada ragam kain tenun asal Sumatera lainnya yang memiliki ciri khas masing-masing. Semisal kain sarung Samarinda yang sudah rtienjadi trade rrnrk Kota Samarinda dan Provinsi Kalimantan Timur. Ada juga kain tenun Siak asal Riau (salah satu akar kebudayaan asli Melayu) atau kain tenun asal Palembang dan Minang. Berbeda dengan dua jenis kain tenun terakhir, kain tenun Siak mempunyai bagian kepala pada kainnya.
Sebenarnya kain sarung berkepala ini sudah menjadi model standar pada hampir seluruh kain ■' irung yang dipasarkan di Indonesia. Bagian kepala yang dimaksud adalah bagian utama dari setiap helai kain tenun. Bagian Ini dibuat berbeda dibandingkan dengan bagian lain, terutama motifnya. Keberadaan bagian kepala 1 im dapat dilihat pada bagian [ Vang menjadi tempat untuk menempelkan merek pada kain-kain sarung hasil pabrikan.
Motif kain yang dulunya melulu diidentikkan dengan motif kotak-kotak lambat-laun mulai berubah seiring berkembangnya mode berpakaian. Kini ada motif kembang dan dominasi war- *
na hijau yang banyak dipe-
ngaruhi oleh kultur Arab Selatan. Ada juga motif yang dibuat dengan teknik batik, songket dan tenun ikat.
Namun motif kotak- kotak tetaplah menjadi primadona, seiring dengan munculnya kreativitas dan improvisasi dalam motif ini yang menghasilkan motif baru seperti kotak kupang, donggola dan sebagainya.
Dari segi fungsinya, ‘pakaian resmi’ untuk shalat ini belakangan telah digunakan sebagai adi busana yang tak kalah gaya. Mulai dari sekadar menempelkannya di salah satu sudut busana, sebagai aksesoris pelengkap busana, sampai menjadi bahan dasar fashion itu sendiri.
Salah seorang disainer kenamaan Indonesia, Di- di Budiardjo, pernah memakai kain sarung pelekat dalam rancangannya yang dipadu dengan kebaya. Perancang busana lainnya juga pernah menggunakan bahan dasar sarung pada koleksi sekundernya. Dan tidak sedikit disainer yang tertarik menggunakan bahan sarung untuk membuat gaun untuk pesta atau sekadar pakaian santai. Bisa dibilang, momentum pembuatan baju dari bahan kain sarung ini dilakukan oleh Basofi Sudirman saat menjabat sebagai Gubernur Jawa Timur. Wallahu'alam bil shawab. (dari berbagai sumber)