H. PEPERANGAN ANTARA PASUKAN KAUM MUSLIMIN DAN PASUKAN KAUM MUSYRIKIN
Selanjutnya, pertempuran antara pasukan kaum muslimin dan pasukan kaum musyrikin terjadi dengan hebatnya. Abu Dujanah (Samak bin Kharsyah) sebagai «•orang tentara muslimin yang telah sanggup menepati dan menetapi hak bagi iwdang Nabi saw. keluar dengan pedang terhunus dan terus menerjang barisan musuh yang besar itu sambil berjalan meliuk-liukkan kepalanya sehingga Nabi wiw. bersabda,
"Sesungguhnya, perbuatan seperti itu dimurkai oleh Allah kecuali di tempat ini. ’
Berjalan dengan cara meliuk-liukkan kepala itu sesungguhnya dilarang dan dimurkai oleh Allah, tetapi waktu berperang dengan musuh tidaklah dilarang dan tidak pula dimurkai-Nya.
Sambil meliuk-liukkan kepalanya, Abu Dujanah bersyair,
"Aku yang berjanji dengan kekasihku (Nabi) dan ketika kita berada di kaki bukit di sisi pohon kurma. Tidak sudi aku berdiri di garis belakang, (memukul) musuh dengan pedang Allah dan (pedang) Rasul(Nya)."
Barangsiapa dari tentara musuh yang terlihat oleh Dujanah pasti melayang* lah jiwanya dengan seketika. Tentara muslimin sudah mengetahui bahwa bila IH sudah membalut kepalanya dengan kain merah itu menunjukkan bahwa ia sudah siap membunuh musuh. Tepi kain merah itu bertuliskan,
"Pertolongan dari Allah dan kemenangan telah dekat,"
dan di tepi satunya lagi tertulis,
^
"Takut dalam perang itu tercela dan barangsiapa lari (dari peperangan) sekali-kal tidak akan selamat dari neraka."
Demikianlah Abu Dujanah terus mempergunakan pedang Nabi saw. dengan sebaik-baiknya; ia terus-menerus memenggal dan membunuh musuh dengan pedang itu; tidak seorang pun yang berdiri di hadapannya melainkan dipukulnya dengan sekeras-kerasnya sehingga rebah dan jatuh ke bumi. Satu demi satu musuh yang besar itu diserbu dan dikejarnya sampai jauh masuk ke dalam barisan musuh. Apabila pedangnya itu tampak sudah agak tumpul, dengan cepat digosok dengan batu besar dan terus dipergunakan lagi untuk memenggal musuh.
Pertempuran antara kedua belah pihak berlangsung dengan sangat hebat nya, sambut-menyambut sangat ramainya, satu demi satu anak panah dilepaskannya, hujan anak panah dan banjir darah amat dahsyatnya, pedang tersilang silih berganti, satu sama lain saling menangkis, masing-masing menunjukkan kekuatannya dan kecakapannya
Demikian juga Hamzah bin Abdul Muththalib, ia termasuk pahlawan yang gagah berani dalam pertempuran yang hebat itu. Sejak terjadi pertempuran di Badar, ia tampak sebagai seorang yang gagah perkasa; oleh tangannyalah, jiwa sebagian besar ketua dan pemimpin Quraisy melayang dalam pertempuran di Badar itu, di antaranya Utbah bin Rabi’ah (ayah Hindun istri Abu Sufyan) dan Shaibah bin Rabi’ah. Dalam pertempuran di Uhud ini, ia menunjukkan lebih nyata
lagi keberaniannya yang luar biasa, meskipun pada akhirnya ia menemui ajalnya 'bagai pahlawan, syahid di tengah medan perang dalam menghadapi lawan yang besar. Akan tetapi, gugurnya ini tidak sia-sia, ia gugur sesudah membinasakan tidak kurang dari 31 orang tentara musyrikin.
Demikianlah seterusnya, perang semakin menjadi-jadi dengan hebat dan dahsyat Pada suatu kesempatan, pedang Abu Dujanah yang terkenalltu sudah berada di atas kepala Hindun, istri Abu Sufyan, dan hampir saja kepalanya terbelah |ika Hindun tidak berteriak dengan keras memperkenalkan dirinya bahwa ia seorang perempuan. Demikianlah sebagaimana yang pernah diceritakan oleh Abu Dujanah.
I. BARISAN KAUM PEREMPUAN MUSYRIKIN
Sebagaimana telah kami uraikan, banyak istri pemuka musyrikin Quraisy yang ikut serta dalam barisan pasukan mereka dengan dikepalai Hindun, istri Abu Sufyan. Dalam pertempuran di Uhud itu, mereka selalu berbaris, kadang-kadang berbaris di depan tentara mereka, kadang-kadang berbaris di belakang tentara mereka, dan kadang-kadang berbaris di tengah-tengah, masing-masing memukul rebana dan tambur seraya mengucapkan sajak-sajak atau syair-syair untuk mengobarkan semangat mereka, menggirangkan hati kaum lelaki mereka yang sedang bertempur dengan tentara muslimin. Di antara syair-syair yang diucapkan oleh Hindun di kala itu ialah,
"Beranilah wahai keturunan Abdu Dar! Beranilah, wahai pembela barisan belakang! Pukullah-mereka itu-dengan pedang yang tajam."
Apabila Hindun mengucapkan syair-syair yang demikian itu, segeralah disambut dengan serentak oleh para perempuan yang berbaris di belakangnya,
"Kami anak-anak perempuan bintang pagi, kami berjalan di atas bantal sutra, berjalan dengan pijakan yang halus, minyak kesturi dalam belahan rambut dan permata intan dalam kalung-kalung. Jika kalian maju terus, kami peluk dan kami membentangkan bantal-bantal sutra. Jika kamu mundur ke belakang, kami akan menceraikan, perceraian yang tidak ada penyesalan. ’
Demikianlah nyanyi-nyanyian mereka yang didengung-dengungkan dengan riang gembira guna mengobarkan semangat tentara mereka yang sedang ber tem
pur dengan hebatnya, agar semangatnya tidak kunjung padam menghantam pihak musuh.
Sewaktu Nabi saw. mendengar syair-syair yang demikian itu, dengan tenang beliau berdoa,
"Ya Allah, dengan Engkau aku menangkis (musuh) dan dengan Engkau pula aku berperang memerangi musuh. Cukuplah Allah bagiku dan sebaik-baik yang diserahi.
Semboyan (siar) tentara kaum muslimin di kala itu hanya kata-kata, "Matilah.., I Matilah...! Matilah...!”
Adapun tentara kaum musyrikin mengucapkan siar, "Hai Uzza...! Hai Hubal...!”
Demikianlah selanjutnya, siar mereka masing-masing selalu diucapkan dongan suara yang sekeras-kerasnya dan siar-siar itu dipergunakan juga sebagai ”kode” oleh tentara dari kedua belah pihak.
J. SEMANGAT KEPAHLAWANAN TENTARA KAUM MUSLIMIN
Dalam Perang Uhud, sekalipun jumlah pasukan katun muslimin seperlimi dari bilangan tentara kaum musyrikin, namun di dalam pertempuran yang hebal serta dahsyat menghadapi lawan yang besar itu, semangat mereka tidak kunjung padam. Abu Dujanah, Hamzah bin Abdul Muththalib, Ali bin Abi Thalib, dan pahlawan Islam lainnya terus maju dan menyerbu ke dalam barisan musuh.
Pertempuran sengit antara pihak pasukan muslimin dan pasukan musyrikin terus-menerus berlangsung, yang agak berjauhan saling memanah dan yang berdekatan saling serang dan saling tikam. Di antara pihak tentara muslimin yang bersemangat ialah Abu Dujanah, yang telah diamanati sebuah pedang oleh Nabi saw. dan telah mengikatkan kain merah di kepalanya, ia terus-menerus dapat membunuh lawan. Dengan bersyair dan dengan pedang amanat Nabi saw., setiap ia bertemu dengan tentara musyrikin, terus saja ia melayangkan pedangnya sampai pihak lawan mati seketika.
Hamzah bin Abdul Muththalib, paman Nabi saw. yang usianya sebaya di ngan beliau dan terkenal sebagai "Singa Allah”, terus maju dan menyerbu baris musuh. Setiap ia menyerang pasti mendatangkan kematian bagi lawannya, antara prajurit Quraisy yang ditikam olehnya sampai mati ialah Siba’ bin Uzza dan Arthah bin Abdu Syurahbil. Hamzah tampak sangat galaknya, bai seekor unta biru membunuh manusia dengan mudahnya meskipun pada
Akhirnya tewas.
Mush’ab bin Umair, seorang sahabat dari golongan Anshar, bertempur dengan hebat sekali sehingga banyak pihak lawan yang terbunuh olehnya walaupun akhirnya ia terbunuh oleh Ibnu Qumai'ah (Qum'ah), seorang musuh dari Mekah.
Ali bin Abi Thalib tidak sedikit pula menewaskan pihak musuh, di antaranya se orang yang bernama Abu Said bin AbiThalhah, seorang pemuka Quraisy. Ketika itu, Abu Said dengan sombong dan pongahnya meminta bertempur dengan Ali. ()leh Ali, permintaannya itu disambutnya. Dalam tempo yang pendek, ia dapat dipukul oleh Ali dan langsung jatuh ke tanah, tetapi tidak sampai dibunuhnya uiunpai mati.
Anas bin Nadhar, seorang prajurit Islam yang masih muda remaja-dalam perang Badar, ia tidak dapat ikut serta-sangat girang hatinya karena telah dapat Ikut serta menjadi anggota tentara Islam. Ia memperlihatkan kejantanan dan keberaniannya yang sukar dicari bandingannya; ia terus maju dengan tidak mem- |H •( lulikan apa yang akan terjadi atas dirinya. Ia dapat membunuh beberapa orang musuh. Setelah itu, ia mendapat serangan hebat dari pihak lawan dan akhirnya ia pun syahid. Ketika merasa ajalnya hampir datang, ia menyampaikan selamat tinggal kepada seorang teman karibnya, Sa’ad bin Mu’adz, "Tujuanku sudah tercapai, wiihai kawanku Sa’ad. Bau surga yang harum semerbak telah tercium olehku di kaki bukit Uhud.”
Ashim bin Tsabit dalam pertempuran yang hebat dan dahsyat itu berhasil membunuh dua orang Quraisy yang bersaudara, yaitu Musafi bin Thalhah dan lallas bin Thalhah. Setelah keduanya jatuh ke tanah, datanglah seketika itu juga Ibu mereka dan menanyakan siapa yang membunuh mereka itu? Setelah ia mengetahui bahwa yang membunuh kedua anaknya itu adalah Ashim, ia bernazar, "Aku akan meminum arak dari tengkorak Ashim jika mungkin.”
K. KEMENANGAN TENTARA MUSLIMIN DALAM PERTEMPURAN PERTAMA
Dengan semangat yang bernyala-nyala dan keteguhan hati yang membaja, tentara muslimin terus mengamuk dan mengejar musuh dengan hebat dan dah- «ynt sehingga barisan tentara musuh menjadi kalang kabut, kusut musut, kucar- kacir, dan bercerai-berai yang akhirnya banyak yang lari mengundurkan diri. Para liemegang bendera pihak musyrikin satu demi satu dapat disambar oleh pedang kaum muslimin dan terbunuh. Sehubungan dengan itu, dalam pertempuran babak pertama pada pagi hari itu, tentara Quraisy jumlahnya berkali lipat terpaksa mundur dalam keadaan kacau-balau.
Pagi hari itu, pintu kemenangan sudah tampak akan dicapai oleh pasukan kaum muslimin sekalipun belum terbukti karena peperangan belum selesai. Keberanian dan kesanggupan kaum muslimin yang hanya berkekuatan kurang dari tujuh ratus orang itu sudah dapat merobohkan dan mengundurkan pihak musuh
yang berkekuatan lima kali lebih besar dan lebih kuat keadaannya, baik jumlah personilnya maupun kondisi perlengkapannya. Bendera mereka sudah rebah jatuh tersungkur di depan barisan tentara muslimin.
Akan tetapi, keadaan menjadi terbalik! Ketika sebagian besar tentara muslimin sedang bertempur dan mengejar musuh yang tengah lari tunggang langgang, tiba-tiba sebagian dari mereka yang bertugas untuk tetap menjaga tempat yang terbuka di bagian belakang sambil memanah dari atas gunung (bukit Uhud), saling berselisih di antara mereka.
Sebagian dari mereka ada yang berkata, "Untuk apa kita menunggu sampai lama di tempat ini, padahal musuh sudah diundurkan oleh Allah. Kawan-kawan kita sudah bergerak mengejar musuh yang lari dan mereka pun hendak meng ambil ghanimahl”
Sebagian yang lain berkata, Tidakkah Rasulullah telah berpesan kepada kita supaya kita jangan meninggalkan tempat ini sebelum ada perintah dari beliau, sekalipun kita melihat beliau terbunuh-misalnya-maka janganlah kita menolong beliau.”
Mereka yang hendak lari meninggalkan tempat yang penting itu menyahut, ;| ”Betul begitu, tetapi kita tidak disuruh menunggu di sini sesudah tentara musuh mengundurkan diri dan dikalahkan oleh Allah, bukan?”
Demikianlah mereka terus-menerus berselisih dan berdebat tak kunjung usai karena sebagian sudah menuruti kemauannya sendiri, tidak mengingat lagi pesan Nabi. Dalam pada itu, Abdullah bin Jubair sebagai orang yang mengepalai) mereka untuk menjaga tempat di lereng bukit Uhud lalu berkata, "Janganlah kita menyalahi perintah Rasulullah saw..” Demikianlah sampai berulang-ulang ia memperingatkan kawan-kawannya agar jangan sampai menyalahi perintah Nabi, tetapi kawan-kawannya tidak begitu mengacuhkan peringatannya yang sebaik itu. Sebagian besar dari mereka terus turun berlarian meninggalkan tempatnya masing- masing dengan tujuan hendak mengejar ghanimah yang akan diperoleh dari pihak musuh andaikata mendapat kemenangan. Abdullah bin Jubair dan sepuluh orang kawannya tetap teguh di tempat yang diperintahkan, sedangkan empat puluh orang kawannya telah turun dari lereng bukit Uhud dan terus mengejar ghanimah, padahal kemenangan di waktu itu belum nyata diraih oleh pasukan kaum muslimin.
Selanjutnya, pertempuran antara pasukan kaum muslimin dan pasukan kaum musyrikin terjadi dengan hebatnya. Abu Dujanah (Samak bin Kharsyah) sebagai «•orang tentara muslimin yang telah sanggup menepati dan menetapi hak bagi iwdang Nabi saw. keluar dengan pedang terhunus dan terus menerjang barisan musuh yang besar itu sambil berjalan meliuk-liukkan kepalanya sehingga Nabi wiw. bersabda,
"Sesungguhnya, perbuatan seperti itu dimurkai oleh Allah kecuali di tempat ini. ’
Berjalan dengan cara meliuk-liukkan kepala itu sesungguhnya dilarang dan dimurkai oleh Allah, tetapi waktu berperang dengan musuh tidaklah dilarang dan tidak pula dimurkai-Nya.
Sambil meliuk-liukkan kepalanya, Abu Dujanah bersyair,
"Aku yang berjanji dengan kekasihku (Nabi) dan ketika kita berada di kaki bukit di sisi pohon kurma. Tidak sudi aku berdiri di garis belakang, (memukul) musuh dengan pedang Allah dan (pedang) Rasul(Nya)."
Barangsiapa dari tentara musuh yang terlihat oleh Dujanah pasti melayang* lah jiwanya dengan seketika. Tentara muslimin sudah mengetahui bahwa bila IH sudah membalut kepalanya dengan kain merah itu menunjukkan bahwa ia sudah siap membunuh musuh. Tepi kain merah itu bertuliskan,
"Pertolongan dari Allah dan kemenangan telah dekat,"
dan di tepi satunya lagi tertulis,
^
"Takut dalam perang itu tercela dan barangsiapa lari (dari peperangan) sekali-kal tidak akan selamat dari neraka."
Demikianlah Abu Dujanah terus mempergunakan pedang Nabi saw. dengan sebaik-baiknya; ia terus-menerus memenggal dan membunuh musuh dengan pedang itu; tidak seorang pun yang berdiri di hadapannya melainkan dipukulnya dengan sekeras-kerasnya sehingga rebah dan jatuh ke bumi. Satu demi satu musuh yang besar itu diserbu dan dikejarnya sampai jauh masuk ke dalam barisan musuh. Apabila pedangnya itu tampak sudah agak tumpul, dengan cepat digosok dengan batu besar dan terus dipergunakan lagi untuk memenggal musuh.
Pertempuran antara kedua belah pihak berlangsung dengan sangat hebat nya, sambut-menyambut sangat ramainya, satu demi satu anak panah dilepaskannya, hujan anak panah dan banjir darah amat dahsyatnya, pedang tersilang silih berganti, satu sama lain saling menangkis, masing-masing menunjukkan kekuatannya dan kecakapannya
Demikian juga Hamzah bin Abdul Muththalib, ia termasuk pahlawan yang gagah berani dalam pertempuran yang hebat itu. Sejak terjadi pertempuran di Badar, ia tampak sebagai seorang yang gagah perkasa; oleh tangannyalah, jiwa sebagian besar ketua dan pemimpin Quraisy melayang dalam pertempuran di Badar itu, di antaranya Utbah bin Rabi’ah (ayah Hindun istri Abu Sufyan) dan Shaibah bin Rabi’ah. Dalam pertempuran di Uhud ini, ia menunjukkan lebih nyata
lagi keberaniannya yang luar biasa, meskipun pada akhirnya ia menemui ajalnya 'bagai pahlawan, syahid di tengah medan perang dalam menghadapi lawan yang besar. Akan tetapi, gugurnya ini tidak sia-sia, ia gugur sesudah membinasakan tidak kurang dari 31 orang tentara musyrikin.
Demikianlah seterusnya, perang semakin menjadi-jadi dengan hebat dan dahsyat Pada suatu kesempatan, pedang Abu Dujanah yang terkenalltu sudah berada di atas kepala Hindun, istri Abu Sufyan, dan hampir saja kepalanya terbelah |ika Hindun tidak berteriak dengan keras memperkenalkan dirinya bahwa ia seorang perempuan. Demikianlah sebagaimana yang pernah diceritakan oleh Abu Dujanah.
I. BARISAN KAUM PEREMPUAN MUSYRIKIN
Sebagaimana telah kami uraikan, banyak istri pemuka musyrikin Quraisy yang ikut serta dalam barisan pasukan mereka dengan dikepalai Hindun, istri Abu Sufyan. Dalam pertempuran di Uhud itu, mereka selalu berbaris, kadang-kadang berbaris di depan tentara mereka, kadang-kadang berbaris di belakang tentara mereka, dan kadang-kadang berbaris di tengah-tengah, masing-masing memukul rebana dan tambur seraya mengucapkan sajak-sajak atau syair-syair untuk mengobarkan semangat mereka, menggirangkan hati kaum lelaki mereka yang sedang bertempur dengan tentara muslimin. Di antara syair-syair yang diucapkan oleh Hindun di kala itu ialah,
"Beranilah wahai keturunan Abdu Dar! Beranilah, wahai pembela barisan belakang! Pukullah-mereka itu-dengan pedang yang tajam."
Apabila Hindun mengucapkan syair-syair yang demikian itu, segeralah disambut dengan serentak oleh para perempuan yang berbaris di belakangnya,
"Kami anak-anak perempuan bintang pagi, kami berjalan di atas bantal sutra, berjalan dengan pijakan yang halus, minyak kesturi dalam belahan rambut dan permata intan dalam kalung-kalung. Jika kalian maju terus, kami peluk dan kami membentangkan bantal-bantal sutra. Jika kamu mundur ke belakang, kami akan menceraikan, perceraian yang tidak ada penyesalan. ’
Demikianlah nyanyi-nyanyian mereka yang didengung-dengungkan dengan riang gembira guna mengobarkan semangat tentara mereka yang sedang ber tem
pur dengan hebatnya, agar semangatnya tidak kunjung padam menghantam pihak musuh.
Sewaktu Nabi saw. mendengar syair-syair yang demikian itu, dengan tenang beliau berdoa,
"Ya Allah, dengan Engkau aku menangkis (musuh) dan dengan Engkau pula aku berperang memerangi musuh. Cukuplah Allah bagiku dan sebaik-baik yang diserahi.
Semboyan (siar) tentara kaum muslimin di kala itu hanya kata-kata, "Matilah.., I Matilah...! Matilah...!”
Adapun tentara kaum musyrikin mengucapkan siar, "Hai Uzza...! Hai Hubal...!”
Demikianlah selanjutnya, siar mereka masing-masing selalu diucapkan dongan suara yang sekeras-kerasnya dan siar-siar itu dipergunakan juga sebagai ”kode” oleh tentara dari kedua belah pihak.
J. SEMANGAT KEPAHLAWANAN TENTARA KAUM MUSLIMIN
Dalam Perang Uhud, sekalipun jumlah pasukan katun muslimin seperlimi dari bilangan tentara kaum musyrikin, namun di dalam pertempuran yang hebal serta dahsyat menghadapi lawan yang besar itu, semangat mereka tidak kunjung padam. Abu Dujanah, Hamzah bin Abdul Muththalib, Ali bin Abi Thalib, dan pahlawan Islam lainnya terus maju dan menyerbu ke dalam barisan musuh.
Pertempuran sengit antara pihak pasukan muslimin dan pasukan musyrikin terus-menerus berlangsung, yang agak berjauhan saling memanah dan yang berdekatan saling serang dan saling tikam. Di antara pihak tentara muslimin yang bersemangat ialah Abu Dujanah, yang telah diamanati sebuah pedang oleh Nabi saw. dan telah mengikatkan kain merah di kepalanya, ia terus-menerus dapat membunuh lawan. Dengan bersyair dan dengan pedang amanat Nabi saw., setiap ia bertemu dengan tentara musyrikin, terus saja ia melayangkan pedangnya sampai pihak lawan mati seketika.
Hamzah bin Abdul Muththalib, paman Nabi saw. yang usianya sebaya di ngan beliau dan terkenal sebagai "Singa Allah”, terus maju dan menyerbu baris musuh. Setiap ia menyerang pasti mendatangkan kematian bagi lawannya, antara prajurit Quraisy yang ditikam olehnya sampai mati ialah Siba’ bin Uzza dan Arthah bin Abdu Syurahbil. Hamzah tampak sangat galaknya, bai seekor unta biru membunuh manusia dengan mudahnya meskipun pada
Akhirnya tewas.
Mush’ab bin Umair, seorang sahabat dari golongan Anshar, bertempur dengan hebat sekali sehingga banyak pihak lawan yang terbunuh olehnya walaupun akhirnya ia terbunuh oleh Ibnu Qumai'ah (Qum'ah), seorang musuh dari Mekah.
Ali bin Abi Thalib tidak sedikit pula menewaskan pihak musuh, di antaranya se orang yang bernama Abu Said bin AbiThalhah, seorang pemuka Quraisy. Ketika itu, Abu Said dengan sombong dan pongahnya meminta bertempur dengan Ali. ()leh Ali, permintaannya itu disambutnya. Dalam tempo yang pendek, ia dapat dipukul oleh Ali dan langsung jatuh ke tanah, tetapi tidak sampai dibunuhnya uiunpai mati.
Anas bin Nadhar, seorang prajurit Islam yang masih muda remaja-dalam perang Badar, ia tidak dapat ikut serta-sangat girang hatinya karena telah dapat Ikut serta menjadi anggota tentara Islam. Ia memperlihatkan kejantanan dan keberaniannya yang sukar dicari bandingannya; ia terus maju dengan tidak mem- |H •( lulikan apa yang akan terjadi atas dirinya. Ia dapat membunuh beberapa orang musuh. Setelah itu, ia mendapat serangan hebat dari pihak lawan dan akhirnya ia pun syahid. Ketika merasa ajalnya hampir datang, ia menyampaikan selamat tinggal kepada seorang teman karibnya, Sa’ad bin Mu’adz, "Tujuanku sudah tercapai, wiihai kawanku Sa’ad. Bau surga yang harum semerbak telah tercium olehku di kaki bukit Uhud.”
Ashim bin Tsabit dalam pertempuran yang hebat dan dahsyat itu berhasil membunuh dua orang Quraisy yang bersaudara, yaitu Musafi bin Thalhah dan lallas bin Thalhah. Setelah keduanya jatuh ke tanah, datanglah seketika itu juga Ibu mereka dan menanyakan siapa yang membunuh mereka itu? Setelah ia mengetahui bahwa yang membunuh kedua anaknya itu adalah Ashim, ia bernazar, "Aku akan meminum arak dari tengkorak Ashim jika mungkin.”
K. KEMENANGAN TENTARA MUSLIMIN DALAM PERTEMPURAN PERTAMA
Dengan semangat yang bernyala-nyala dan keteguhan hati yang membaja, tentara muslimin terus mengamuk dan mengejar musuh dengan hebat dan dah- «ynt sehingga barisan tentara musuh menjadi kalang kabut, kusut musut, kucar- kacir, dan bercerai-berai yang akhirnya banyak yang lari mengundurkan diri. Para liemegang bendera pihak musyrikin satu demi satu dapat disambar oleh pedang kaum muslimin dan terbunuh. Sehubungan dengan itu, dalam pertempuran babak pertama pada pagi hari itu, tentara Quraisy jumlahnya berkali lipat terpaksa mundur dalam keadaan kacau-balau.
Pagi hari itu, pintu kemenangan sudah tampak akan dicapai oleh pasukan kaum muslimin sekalipun belum terbukti karena peperangan belum selesai. Keberanian dan kesanggupan kaum muslimin yang hanya berkekuatan kurang dari tujuh ratus orang itu sudah dapat merobohkan dan mengundurkan pihak musuh
yang berkekuatan lima kali lebih besar dan lebih kuat keadaannya, baik jumlah personilnya maupun kondisi perlengkapannya. Bendera mereka sudah rebah jatuh tersungkur di depan barisan tentara muslimin.
Akan tetapi, keadaan menjadi terbalik! Ketika sebagian besar tentara muslimin sedang bertempur dan mengejar musuh yang tengah lari tunggang langgang, tiba-tiba sebagian dari mereka yang bertugas untuk tetap menjaga tempat yang terbuka di bagian belakang sambil memanah dari atas gunung (bukit Uhud), saling berselisih di antara mereka.
Sebagian dari mereka ada yang berkata, "Untuk apa kita menunggu sampai lama di tempat ini, padahal musuh sudah diundurkan oleh Allah. Kawan-kawan kita sudah bergerak mengejar musuh yang lari dan mereka pun hendak meng ambil ghanimahl”
Sebagian yang lain berkata, Tidakkah Rasulullah telah berpesan kepada kita supaya kita jangan meninggalkan tempat ini sebelum ada perintah dari beliau, sekalipun kita melihat beliau terbunuh-misalnya-maka janganlah kita menolong beliau.”
Mereka yang hendak lari meninggalkan tempat yang penting itu menyahut, ;| ”Betul begitu, tetapi kita tidak disuruh menunggu di sini sesudah tentara musuh mengundurkan diri dan dikalahkan oleh Allah, bukan?”
Demikianlah mereka terus-menerus berselisih dan berdebat tak kunjung usai karena sebagian sudah menuruti kemauannya sendiri, tidak mengingat lagi pesan Nabi. Dalam pada itu, Abdullah bin Jubair sebagai orang yang mengepalai) mereka untuk menjaga tempat di lereng bukit Uhud lalu berkata, "Janganlah kita menyalahi perintah Rasulullah saw..” Demikianlah sampai berulang-ulang ia memperingatkan kawan-kawannya agar jangan sampai menyalahi perintah Nabi, tetapi kawan-kawannya tidak begitu mengacuhkan peringatannya yang sebaik itu. Sebagian besar dari mereka terus turun berlarian meninggalkan tempatnya masing- masing dengan tujuan hendak mengejar ghanimah yang akan diperoleh dari pihak musuh andaikata mendapat kemenangan. Abdullah bin Jubair dan sepuluh orang kawannya tetap teguh di tempat yang diperintahkan, sedangkan empat puluh orang kawannya telah turun dari lereng bukit Uhud dan terus mengejar ghanimah, padahal kemenangan di waktu itu belum nyata diraih oleh pasukan kaum muslimin.