Hujroh - Forum Pesantren Indonesia Alumni Pesantren Indonesia Forum      Misi Hujroh
 

Main juga kesini sul:
The Ghurfah Kisah Sukses Alumni Alumni di Luar Negeri Bisnis Online Hikayah fi Ma'had Railfans Dunia Pesantren Ekonomi Islam
Forum  Knowledge  Sejarah (Umum & Islam) 
PERISTIWA PERANG UHUD (Bagian 1)
Pages: [1]

(Read 720 times)   

Co Hujroh

  • Abadan fi Ma'had
  • ***
  • Co Hujroh No Reputation.
  • Join: 2018
  • Posts: 2095
  • Logged
PERISTIWA PERANG UHUD (Bagian 1)
« on: 17 Nov, 2018, 09:34:07 »

PERISTIWA PERANG UHUD (Bagian 1)

A.   ASAL MULA TERJADINYA PERANG UHUD
Kekalahan musyrikin Quraisy di dalam Perang Badar nyata-nyata menjatuhkan martabat mereka sehingga kebanyakan dari kepala- kepala dan ketua-ketua mereka merasa lebih baik mati daripada hidup dengan terhina. Karena itu, perasaan dendam makin lama makin berkobar di dalam hati sanubari mereka. Dalam pada itu, mereka tidak berhenti berusaha dan berdaya upaya bagaimana caranya membalas ' Nabi saw. dan pasukan kaum muslimin. Terlebih lagi setelah kafilah perdagangan Quraisy yang besar, yang terjadi sesudah kejadian perang Badar itu, dapat dikejar dan dirampas oleh tentara muslimin, bertambahlah dendam mereka kepada tentara muslimin.
Pada suatu saat pemimpin-pemimpin dan ketua-ketua Quraisy mengadakan permusyawaratan untuk memutuskan bagaimana caranya melakukan pembalasan kepada tentara muslimin hingga mereka hancur sama sekali. Di antara mereka yang datang dalam permusyawaratan itu ialah Abu Sufyan bin Harb, Abdullah bin Rabi’ah, Ikrimah bin Abu Jahal, Shafwan bin Umayyah Jubair bin Muth’im, Harits bin Hisyam, Huwait bin Abdul Uzza, Ubay bin Khalaf, dan lain-lainnya. Dalam permusyawaratan ini banyak juga perempuan Quraisy yang di datangkan dan tidak sedikit pula yang datang, di antaranya ialah Hindun binti Utbah (istri Abu Sufyan).
Setelah dibicarakan dengan semasak-masaknya, dalam permusyawaratan itu akhirnya diputuskan dengan sebulat-bulatnya keputusan berikut ini.

1.   Kafilah dagang Quraisy ke negeri Syam yang dikepalai oleh Abu Sufyan (yang menyebabkan terjadinya peperangan di Badar ketika itu), yang dapat melepaskan diri dari kejaran tentara Muhammad dan selamat dari bahaya itu, maka keuntungan dari kafilah dagang tadi harus dikeluarkan oleh masing-masing orang yang ketika itu mengirimkan dagangannya ke negeri Syam, kemudian keuntungan tadi dikumpulkan guna membalas memerangi Muhammad dan tentaranya serta guna menghancurkan kota Madinah.
2.   Kabilah-kabilah Tihamah, Kinanah, dan lain-lainnya dari kabilah-kabilah Arab yang berdekatan dengan kota Mekah perlu diikat dengan perjanjian oleh kaum Quraisy, yakni kabilah-kabilah itu harus membantu barisan kaum Quraisy dengan sekuat-kuatnya guna memerangi Muhammad dan tentaranya.
3.   Kaum perempuan Quraisy, terutama yang kematian familinya di Badar, harus ikut berangkat ke peperangan jika sewaktu-waktu kaum lelakinya jadi memerangi Muhammad dan tentaranya.
Demikianlah keputusan permusyawaratan kaum Quraisy yang diadj ketika itu. Keputusan ini harus segera dilaksanakan dengan sepenuhnya.
Jumlah keuntungan dari perdagangan tersebut adalah 50.000 dinar. Harta itu hendak digunakan untuk membelanjai pasukan yang akan melakukan perang balasan terhadap Nabi saw. dan tentara muslimin. Sehubungan dengan adanya kejadian itu, Allah menurunkan wahyu-Nya kepada Nabi saw.,

"Sesungguhnya, orang-orang yang kafir itu menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah. Mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi sesalan bagi mereka, dan mereka akan di kalahkan. Dan, ke dalam neraka Jahannamlah orang-orang yang kafir itu dikumpulkan." (al-Anfaal: 36)
Ayat ini berarti bahwa harta benda yang akan dibelanjakan oleh mereka guna menghalang-halangi atau menutupi agama Islam akan membuat mereka menyesal sesudahnya, kemudian di masa hidup di dunia akan dikalahkan, dan kelak di akhirat akan dihalau dan dihimpun ke neraka Jahannam.

B.   PASUKAN KAUM MUSYRIKIN
Pemimpin-pemimpin kaum Quraisy lalu mengadakan persiapan untuk memerangi Nabi dan pasukan kaum muslimin. Setelah tentaranya terkumpul, merek» lalu menghitungnya dan ternyata berjumlah lebih dari 3.000tentara, yang di antaranya 200 orang berkuda dengan bersenjata lengkap d«m yang lainnya semua kendaraan unta, dan di antaranya 700 orang memakai baju besi. Pemimpin-pemimpin kaum Quraisy tidak ada yang ketinggalan. Pasukan perang mereka dikepalai
 
oleh Abu Sufyan. Budak-budak mereka pun disuruh oleh majikannya masing- masing supaya ikut serta menjadi anggota pasukan dengan dikepalai oleh Abu Amir ar-Rahib. Adapun wanita-wanita Quraisy yang ikut ada lima belas orang, di antaranya: Hindun (istri Abu Sufyan), Ummu Hakim (istri Ikrimah), Barzah binti Mas’ud (istri Shafwan bin Umayyah), Fathimah binti Walid (istri Harits bin Hisyam), Barthah binti Munabbih (istri Amr bin Asb), dan yang menjadi pemimpinnya adalah Hindun.
Jadi, barisan tentara musyrikin berkekuatan lebih dari tiga ribu personil.
Sebelum terjadinya peperangan, seorang budak bangsa Habsyi yang bernama Wahsy diberi janji oleh majikannya (Jubairbin Muth’im), ”Jikakamu dapat memmbunuh Hamzah paman Muhammad nanti, kamu pasti akan kumerdekakan.”
Seorang penyair terkenal bernama Amar bin Abdillah pernah tertawan oleh tentara muslimin di Badar lalu dimerdekakan oleh Nabi saw. dengan tidak membayar tebusan sepeser pun karena ia berjanji tidak akan mengganggu Islam dan tidak akan memerangi kaum muslimin. Ketika ia diminta oleh Shafwan bin Umayyah -supaya ikut memerangi kaum muslimin dan supaya mengarang syair-syair yang berisi ejekan kepada tentara Islam yang menggirangkan kaum Quraisy, ia berkata, Aku sudah berjanji tidak akan memusuhi Muhammad dan kaumnya. Karena itu, jika aku tertawan lagi olehnya, tentu aku dibunuh.”
Shafwan tidak henti-henti memintanya supaya ikut berangkat Akhirnya, ia Ikut berangkat dan dijadikan penyair bagi tentara musyrikin.
Dalam permusyawaratan tersebut Abbas r.a. tidak tinggal diam. Ia selalu menentang segala yang dilakukan oleh kaum Quraisy mengingat akibat-akibat yang telah terjadi dalam Perang Badar. Dalam rapat itu, ia kalah suara. Akhirnya, ia mengambil sikap diam saja dan tidak mau tunduk kepada keputusan rapat kaum Quraisy tersebut dan ia tidak mau menjadi tentara Quraisy.
Diam-diam, ia mengirimkan sepucuk surat kepada Nabi saw. di Madinah dengan perantaraan seseorang dari Bani Ghifar yang membawa surat dengan secepat-cepatnya dengan upah yang cukup besar asal surat itu bisa sampai kepada Nabi saw. dalam waktu paling lambat tiga malam. Dalam surat itu, ia mengabarkan kepada Nabi saw. tentang segala sesuatu yang akan diperbuat oleh kaum Quraisy lerhadap Nabi dan kaum muslimin.
Dengan secepat-cepatnya, suruhan Abbas r.a. tadi sampailah ke Madinah dalam waktu tiga hari tiga malam. Sesampannya di Quba’, kebetulan sekali Nabi saw. sedang berjalan-jalan di sana dengan mengendarai keledainya dan tengah berhenti di muka pintu masjid Quba’.
Setelah menerima surat itu, Nabi saw. segera memberikan surat itu kepada Ubay bin Ka’ab r.a. supaya dibacakannya. Setelah surat itu dibaca oleh Ubay, Nabi bersabda kepadanya, "Isi surat itu supaya dirahasiakan dahulu dan jangan disiarkan kepada orang lain."
Nabi saw. kemudian singgah di rumah Sa’ad bin Rabi’. Di sana, dibicarakan
tentang isi surat yang baru diterima dari Abbas. Ketika itu, Sa'ad hanya berkata, 1 ”Ya, mudah-mudahan baiklah hendaknya.”
Ketika Nabi saw. bercakap-cakap dengan Sa’ad, tidak disangka-sangka terdengar oleh istrinya. Karenanya, setelah Nabi keluar dari rumahnya, istri Sa’ad segera menanyakan kepada suaminya segala yang baru dipercakapkan dengan Nabi saw..
Sa’ad hanya menjawab, ’Tidak ada apa-apa.”
Istrinya berkata, ’Tidak, aku tadi mendengar akan ada begini dan begitu, dan engkau menyahut begini dan begitu!”
Sa’ad berkata, "Sudahlah, tentang hal itu harap dirahasiakan.”
Setelah tentara musyrikin bersiap lengkap dengan kekuatan lebih kurang tiga ribu tentara, mereka berangkat menuju Madinah dengan dipimpin oleh Abu Sufyan bin Harb. Mereka tidak lupa membawa tuhan mereka yang paling bei yaitu Hubal, dengan diiringi oleh perempuan-perempuan penyanyi, perempuan perempuan penari, dan perempuan-perempuan bunga raja yang dibuat permainan oleh mereka di tengah jalan, dan bunyi-bunyian, seperti tambur dan sebagainya. Minuman keras pun dibawa sebanyak-banyaknya.

C.   PERSIAPAN TENTARA KAUM MUSLIMIN
Setelah menerima surat dari pamannya (Abbas), Nabi saw. segera kembali dari Quba. Pada Kamis malam, Nabi bermimpi dalam tidurnya. Pada keesokan harinya (hari Jumat), beliau menceritakan mimpinya itu serta menerangkan kepada kaum muslimin yang ada di hadapannya.
Nabi bermimpi seekor lembu disembelih, ujung pedang beliau sumbing pedang beliau yang bernama Dzulfiqar terlepas dari sarungnya, tangan beliau dimasukkan ke dalam baju perangnya yang tersimpan, dan beliau menggiringi seekor binatang kibas.
Pada hari itu, penduduk Madinah umumnya telah mendengar kabar bahwa  kaum Quraisy Mekah telah berangkat menuju Madinah hendak memerangi kaum muslimin. Karena itu, ketika beliau menceritakan impiannya tadi, sebagian sahabat-sahabatnya yang hadir bertanya, ”Ya Rasulullah, bagaimana takwil (keterangan) impian Tuan itu?”
Nabi saw. lalu menerangkan, ”Lembu yang disembelih itu berarti seorang sahabatku akan terbunuh; ujung pedangku sumbing berarti seorang dari keluarga akan terbunuh; terlepasnya pedangku Dzulfiqar dari sarungnya berarti akan ada ' dua perkara yang hebat; tanganku kumasukkan ke dalam baju perang yang tersimpan itu berarti kita harus di dalam kota Madinah, jangan sampai kita keluar dari Madinah, dan jika ada musuh yang datang dari luar, haruslah kita hadapi dan kita perangi di dalamnya (Madinah); adapun binatang kibas yang kuiringkan itu berarti aku akan membunuh seorang pelindung kaum.”
Demikianlah takwil beliau terhadap mimpinya. Dengan sangat tergesa-gesa beliau lalu mengadakan permusyawaratan dengan seluruh kaum muslimin, teristimewa dengan sahabat-sahabat utamanya, seperti Abu Bakar, Umar, dan lain- lainnya, tentang musuh yang akan datang menyerang itu: keluar dari Madinah atau tidak?
Dalam permusyawaratan itu, Nabi saw. mengemukakan pendapatnya untuk tidak keluar dari Madinah, lebih baik berjaga-jaga dan bersiap sedia di dalam kota saja karena di depan dan belakang, kiri dan kanan kota Madinah dikelilingi gunung-gunung dan bukit-bukit laksana benteng yang kokoh, dan tidak mudah diserang oleh musuh. Karenanya, jika musuh datang dari luar lalu berhenti tidak menyerang, biarlah mereka berhenti dengan tidak memperoleh apa-apa, dan jika mereka terus masuk dengan menyerang, pasukan kaum muslimin dapat menangkis serangan mereka dengan sehebat-hebatnya.
Pada awalnya, pendapat Nabi saw. ini sangat disetujui oleh ketua-ketua Muhajirin dan Anshar serta Abdullah bin Ubay bin Salul (pemimpin kaum munafik), tetapi oleh sebagian besar pemimpin tentara muslimin yang dikepalai oleh Hamzah r.a. ditolak dengan keras. Mereka menolak dengan mengemukakan berbagai alasan yang kuat dan tepat Hamzah r.a. sebagai kepala pemuda dan tentara muslimin ketika itu, sesudah ia mengemukakan berbagai alasan, sampailah ia pada perkataan,
   
’Demi Zat yang telah menurunkan Al-Kitab (Al-Qur'an) atas engkau, ya Rasulullah, aku tidak akan memakan suatu makanan sebelum aku melawan mereka (kaum musyrikin) dengan pedangku ini. ~
Alasan yang dikemukakan oleh kedua belah pihak antara lain sebagai berikut Pihak yang berpendapat tidak usah keluar berkata, "Sebaiknya, kita tidak usah keluar, kita bertahan saja di dalam kota menunggu sampai musuh datang dan masuk. Setelah itu, baru kita serang mereka.” Pendapat ini dikuatkan oleh Abdullah bin Ubay bin Salul, seorang pembesar kaum munafik yang sudah banyak pengalamannya tentang berperang mempertahankan kota Madinah. Dia berkata, "Pengalaman memberikan pengajaran kepada kami bahwa sebaiknya dalam mempertahankan kota ini, kita bersikap menanti dari dalam. Setiap kami bertahan dari dalam, selalu mendapat kemenangan. Sebaliknva, setiap kami keluar menghadapi musuh di luar kota, kami selalu mendapat kekalahan.”
Selanjutnya, ia berkata, "Sesungguhnya, sekeliling kota merupakan tembok yang sangat kokoh dan kuat sebagai benteng dan inilah kota pertahanan yang sangat baik. Selain daripada itu, kalau kita di dalam kota, para perempuan dan anak-anak kita dapat membantu. Di jalan-jalan, kita menghadapi mereka dengan senjata, sedangkan dari atas rumah kita masing-masing, para perempuan dan anak-anak kita dapat menolong dan melemparkan batu kepada pihak musuh. Inilah cara peperangan yang telah kita pusakai turun-temurun dari orang-orang tua kita
untuk mempertahankan kota ini. Dengan pertahanan semacam inilah, kami senantiasa mendapat kemenangan. Karena itu, aku harap sekali lagi, ya Rasulullah,;! sudilah kiranya engkau mendengarkan pendapat dan pertimbanganku yang telah kukemukakan tadi.”
Pendapat Abdullah bin Ubay ini sesuai dengan pendapat Nabi saw. dan para sahabat angkatan tua, tetapi pendapat ini dibantah keras oleh para sahabat angkatan muda. Mereka yang dikepalai oleh Hamzah berkata dengan semangat yang bernyala-nyala, "Hendaklah kita keluar dari kota untuk menyambut dan menyongsong kedatangan musuh karena kita tidak ingin melihat tentara Quraisy pulang dengan bercerita, 'Kami telah mendatangi, menyerbu, dan mengepung tentara dan kaumnya Muhammad di dalam rumah-rumah mereka sendiri, dan mereka tidak berani keluar.’ Hal ini karena mereka itu biasa bersikap congkak dan sombong, dan suka bermulut besan Kita masing-masing sudah mengerti tabiat mereka."
Selanjutnya, Hamzah berkata, "Sekarang, mereka telah menginjak-injak tanah perkebunan kita yang ada di sekeliling kota ini dan sudah menunjukkah kesombongan mereka. Mereka sudah lebih setahun mengumpulkan kekuatan dan persenjataan untuk menyerang kita. Para sekutu mereka dari seluruh pelosok negeri ini telah mereka tarik sebanyak-banyaknya, malah budak-budak, unta, dan kuda mereka telah diseret dan dikerahkan kemari, ke tanah perkebunan kita, Karena itu, apakah segala perbuatan congkak dan sombong mereka itu hendak kita biarkan dan diamkan saja? Ya Rasulullah, jika kita bertindak demikian berari kita membiarkan mereka bersikap congkak, berkelakuan sombong, dan berbuat sewenang-wenang, dan tentulah mereka itu akan bertambah manja, bertambah berani mengepung dan menyerang kita berulang-ulang, yang selanjutnya mereka menghancurbinasakan kita.”
Demikianlah pihak angkatan muda dengan semangat yang menyala-nyala dan perkataan yang berapi-api mengemukakan pendapatnya di hadapan Nabi saw. supaya pihak musuh disongsong di luar kota, jangan dibiarkan mendekat atau masuk ke dalam kota. Sebagai penutup uraiannya, mereka berkata kepada Nabi saw., ’Ya Rasulullah, apa yang kita khawatirkan dan apa pula yang kita takutkan? Jika kita menang, itulah yang kita harapkan; dan jika kita kalah, kita mati sebagal syahid, tempat kita sudah disediakan di dalam surga, di hadirat Allah SWT.”
Nabi saw. melihat pihak yang menuntut supaya keluar dari kota itu lebih banyak, sedangkan wahyu dari Allah yang memberitahukan tentang soal tersebut tidak ada, maka beliau mengambil keputusan dalam permusyawaratan itu dengan menuruti suara terbanyak. Putusan diambil dengan suara bulat kaum muslimin keluar dari kota Madinah untuk menghadapi dan menyongsong musuh di luar kota yang akan menyerang mereka.
 
D. KEBERANGKATAN PASUKAN KAUM MUSLIMIN DARI MADINAH
Permusyawaratan itu terjadi pada hari Jumat. Karenanya, setelah shalat lumat Nabi saw. memberitahukan kepada jamaah shalat tentang kabar gembira bahwa insya Allah kemenangan akan datang asalkan mereka (kaum muslimin) bersungguh-sungguh, tidak alang kepalang, dan sabar serta tahan menderita.
Selanjutnya, beliau memerintahkan kepada mereka supaya siap menghadapi lawan dan siap bertempur. Mendengar pesan beliau yang singkat tetapi penting Itu, kaum muslimin tenang tidak gelisah dan terbayanglah di kala itu suatu kekuatan yang kompak.
Sebenarnya, sebelum terjadi permusyawaratan tersebut Nabi saw. telah mengutus beberapa orang sahabatnya. Yang pertama, beliau mengirimkan dua orang utusan, Anas bin Fudhalah dan Mu’nis Fudhalah, supaya berangkat ke luar kota untuk menyelidiki keadaan tentara musyrikin Quraisy. Pada 9 Syawwal (Kamis), tentara musyrikin sudah sampai di suatu dusun yang terletak di sebelah utara dan jauhnya lebih dari tiga mil dari Madinah. Mereka berhenti di tempat itu lalu menduduki tempat-tempat penggembalaan ternak bagi penduduk di Madinah. Di tempat-tempat itu, mereka merampas segala yang berguna bagi mereka dan bagi binatang-binatang tunggangan mereka. Setelah kedua suruhan Nabi sampai di tempat tersebut dan mengetahui pula semua yang diperbuat oleh mereka, mereka segera kembali ke Madinah dan menuturkan keadaan tersebut kepada Nabi. Selanjutnya, Nabi memerintahkan kepada Hubab bin Mundzir supaya menyelidiki lebih jauh tentang kedatangan tentara musyrikin. Nyatalah bahwa tentara musyrikin telah menduduki tempat tersebut dan mereka hampir masuk ke Madinah. Setelah Nabi menerima kabar yang terang dari beberapa suruhannya dan masyarakat Madinah pun telah mendengarnya, akhirnya mereka pun goncang dan ramai membicarakannya, "Inilah akibat Perang Badar dan inilah buah kemenangan yang didapat oleh kaum muslimin di Badar.”
Untuk yang ketiga kalinya, Nabi mengutus seorang sahabat yang bernama Salamah bin Salaamah. Setelah ia keluar kota menuju tempat-tempat yang telah diberitakan oleh sahabat-sahabat yang diutus terlebih dahulu, bertemulah ia dengan pasukan berkuda kaum Quraisy, lalu ia kembali ke Madinah dan melaporkan apa-apa yang dilihatnya kepada Nabi saw..
Setelah berita-berita itu jelas didengar oleh segenap kaum muslimin, mereka lalu bersiap sedia seada-adanya karena musuh sudah ada di depan pintu. Langkah pertama di hari itu, mereka masing-masing mempersenjatai diri, mereka masing- masing mengerti, dengan tidak usah menanti komando dari Nabi saw.. Sebagian melakukan penjagaan di tepi kota Madinah dan sebagian lagi mengawal di sekeliling masjid untuk menjaga dan mempertahankan diri Nabi Na w. dari segala kemungkinan.
Di kala itu, Nabi saw. masih dalam keadaan tenang, belum memberikan komando sepatah kata pun kepada kaum muslimin karena belum ada wahyu yang berkenaan dengan kedatangan musuh dan belum pula merundingkannya dengan para sahabatnya yang terkemuka.
Demikianlah peristiwa sebelum musyawarah diadakan oleh Nabi saw.. Pada pagi harinya, beliau baru mengadakan musyawarah itu.
Setelah selesai shalat Jumat, pimpinan umat di Madinah diserahkan kepada Abdullah bin Ummi Maktum, lalu beliau pergi sebentar untuk menshalatkan j jenazah seorang sahabat Anshar yang wafat pada hari itu. Setelah mengerjakan ; shalat ashar berjamaah, beliau masuk ke rumahnya bersama Abu Bakar dan Umar untuk memakai pakaian perang. Kedua sahabatnya ini memakaikan sorban Nabi saw., mengenakan baju rantainya lengkap dengan pedangnya sebagai panglima perang.

Pada saat Nabi saw. tengah berpakaian dan kaum muslimin telah datang berduyun-duyun serta berkumpul di depan masjid dan di depan rumah beliau, timbullah persoalan di antara mereka tentang keluar-tidaknya dari kota. Persoalan itu dikemukakan oleh beberapa orang sahabat, antara lain oleh Usaid bin Hudhair dan Sa’ad bin Mu’adz. Mereka menyesalkan orang-orang yang menuntut begitu keras kepada beliau supaya keluar sehingga beliau terpaksa menurutkan kemauan mereka Karena itu, Usaid dan Sa’ad mengusulkan agar ”keluar dan atau tidaknya” itu dikembalikan saja kepada beliau.
Seketika itu, usul Usaid dan Sa’ad ini menjadi perhatian semua sahabat, bahkan sebagian dari mereka menyesal dan merasa bahwa tuntutan mereka yang keras itu kepada beliau akan menyebabkan dosa atau durhaka bagi mereka :
Suasana menjadi berubah, orang-orang membicarakannya kembali dan sebagian ada yang takut kalau-kalau persoalan tersebut melanggar suatu ketentuan dari Allah SWT. Dalam pada itu, di antara mereka ada yang berkata, "Kalian telah memaksa Rasulullah supaya keluar dari kota Madinah untuk menyerang musuh dan mengapa saudara-saudara menolak pendapat beliau?” Sebagian ada yang berkata, "Alangkah baiknya jika persoalan ini kita serahkan kembali kepada beliau  dan kita tinggal mengikuti dan mematuhinya!”
Tidak lama kemudian, Nabi keluar dari rumah dengan berpakaian perang) dan bersenjata lengkap; pedangnya disarungkan serta diselempangkannya. Waktu itu, ramailah suara tentara muslimin yang berkata, "Ya Rasulullah, kami tidak memaksa Tuan. Kami tidak akan menyalahi Tuan. Lakukanlah apa yang Tuan kehendaki! Kami sengaja hendak mengikuti belaka! Semua perkara kami serahkan kepada Allah dan kepada Tuan!”
Suara-suara itu keluar dari mereka yang menolak pendapat Nabi saw. Saat dalam permusyawaratan terdahulu. Pada waktu itu, beliau hanya menjawab,

'Sungguh, aku telah mengajak kamu pada perkara ini (tidak keluar dari Madinah) dan kamu telah menolak Tidaklah patut bagi seorang nabi apabila telah mengenakan pakaian perangnya lalu meletakkannya kembali sampai Allah memutuskan di antara dia dan musuhnya. Pikirlah segala apa yang kami perintahkan kepadamu. Karenanya, Ikutilah olehmu akan dia! Mudah-mudahan pertolongan bagi kamu selama kamu tetap sabar. ’
Selanjutnya, Nabi saw. menyerahkan tiga buah bendera kepada tiga orang sahabat Mush’ab bin Umair diserahi bendera tentara Islam golongan Muhajirin,
Usaid bin Hudhair diserahi bendera tentara Islam golongan Aus (Anshar), dan Hubab bin Mundzir diserahi bendera tentara Islam golongan Khazraj (Anshar).
Nabi saw. keluar dari Madinah bersama dengan pasukan kaum muslimin yang berkekuatan seribu orang. Yang berjalan di depan Nabi ialah Sa’ad bin Ubadah. Yang berkuda hanya dua orang dan yang bersenjata lengkap hanya seratus orang.

E. KAUM MUNAFIK MAKIN TAMPAK PENGECUTNYA
Setelah Nabi saw. dan pasukan kaum muslimin berangkat dari Madinah menuju tempat yang diduduki oleh pasukan musyrikin, pada malam hari (Jumat malam Sabtu 11 Syawwal) sampailah pasukan kaum muslimin di suatu dusun yang bernama Syaikhain dan mereka berhenti di sini. Di tempat ini, beliau memperhatikan anggota pasukannya. Mereka yang belum dewasa disuruhnya kembali ke Madinah atau tidak diperkenankan ikut berperang. Di antara mereka yang disuruh kembali adalah Abdullah bin Umar, Zaid bin Tsabit, Usamah bin Zaid, Barra’ bin Ma’rur, Zaid bin Arqam, Usaid bin Dhahir, Arayah bin Aus, Abu Sa’id id-Khurari, Sa’ad bin Khaitsamah, dan Said bin Haritsah al-Anshari. Akan tetapi, uda dua orang di antara mereka yang belum dewasa itu yang disuruh tetap menjadi anggota pasukan karena mempunyai kepandaian yang sangat berguna dalam peperangan. Dua orang itu ialah Rafi’ bin Khudaij dan Samurah bin Jundap. Rafi’
pandai memanah dan Samurah berani bertanding karena sudah diuji kekuatannya oleh beliau sendiri. Di tempat itu, Nabi saw. beserta tentara muslimin mengerjakan shalat magrib dan isya lalu bermalam guna melepaskan lelah sementara waktu. Nabi saw. tidur dengan disertai oleh Dzakwan bin Abdi Qais dan di sekelilingnya dijaga oleh lima puluh orang tentara bersenjata lengkap. .
Menjelang waktu subuh, bangunlah beliau lalu mengerjakan shalat subuh bersama tentara muslimin. Setelah shalat, beliau bersabda, "Semalam aku melihat (mimpi) malaikatwalaikat memandikan Hamzah.”
Beliau tidak memperpanjang pembicaraan tentang mimpi itu, demikian pula mereka yang mendengarnya tidak pula meminta diperpanjang karena masing- masing telah mengerti. Selanjutnya, pasukan kaum muslimin melanjutkan peija- lanannya. Di tengah perjalanan, bertemulah mereka dengan sekelompok oranjj yang belum dikenal dan masing-masing bersenjata. Karena itu, beliau bertanya kepada tentara yang ada di belakangnya, "Siapakah mereka itu?”
Seorang sahabat menjawab, ”Mereka itu golongan kaum Yahudi komplotan Abdullah bin Ubay.”
Beliau bertanya pula, "Apakah mereka telah memeluk Islam?"
Sahabat tadi menjawab, ’Tidak, ya Rasulullah! ”
Beliau bersabda lagi,
Sesungguhnya, kita tidak akan meminta tolong kepada ahli kufur (guna mengalahkan) atas ahli syirik."

 
Katanya, mereka hendak membantu tentara muslimin, tetapi beliau sebagal seorang pemimpin yang bijaksana sudah tentu menolak bantuan mereka karena mereka nyata-nyata orang yang kufur kepada Allah, sebab tidak mungkin orang kafir mau membantu orang yang memusuhi orang kafir. Adapun sabda Nabi saw, tersebut berarti orang-orang kafir itu tidak mungkin dimintai tolong untuk mengalahkan orang-orang yang syirik dan membantu orang-orang yang memusuhi orang kafir dan syirik.
Akhirnya, mereka kembali dengan kecewa dan pasukan kaum muslimin melanjutkan perjalanannya. Setelah perjalanannya sampai di suatu tempat (dusun) yang bernama Syawath, tiba-tiba Abdullah bin Ubay kembali ke Madinah bersama komplotannya yang berjumlah tiga ratus orang. Dengan adanya kejadian ini, makin nyata kemunafikan Abdullah bin Ubay serta pengikutnya.
Ketika itu, Abdullah bin Ubay berkata, "Muhammad tidak sudi mengikuti pendapatku, tetapi mengikuti anak-anak dan orang-orang muda sekarang serta orang-orang yang tidak berpengetahuan. Karena itu, marilah kita sekarang kembali saja, hai orang-orang!” Yang dimaksud orang-orang itu ialah komplotann;
Ketika Abdullah serta pengikutnya kembali, mereka diikuti oleh Abdul bin Amr bin Hiram (ayah sahabat J abir) karena ia termasuk golongan Khazraj. Ii lalu memperingatkan mereka yang kembali, ”Hai kaumku, ingatlah kamu kepada Allah dan takutlah kepadanya! Apakah kamu hendak merendahkan kepada kaum dan Nabimu?”
Mereka menyahut, ”Jika kami mengerti akan berperang niscaya kami meng ikuti kamu.”
Abdullah bin Amr berkata, ”Mudah-mudahan Allah membinasakanmu dan mudah-mudahan Allah memberikan kekayaan kepada Nabinya dari kelakuanmu yang keji itu.”
Karena itu, tentara muslimin tinggal tujuh ratus orang dan antara tentara muslimin golongan Anshar Bani Haritsah (Khazraj) dan tentara muslimin golongan AnsharBaniSalamah (Aus) timbul sedikit perselisihan. Mereka memperselisihkan Abdullah bin Ubay serta pengikut-pengikutnya. Golongan Bani Khazraj berpendapat bahwa Abdullah bin Ubay itu lebih baik diperangi dahulu dan golongan Bani Aus berpendapat bahwa mereka itu lebih baik dibiarkan saja.
Karena adanya perselisihan ini, Allah menurunkan wahyu-Nya kepada Nabi
saw.,
"Maka, mengapa bagi kamu (terpecah) menjadi dua golongan dalam (menghadapi) orang-orang munafik padahal Allah telah membalikkan mereka kepada kekafiran disebabkan usaha mereka sendiri? Apakah kamu bermaksud memberi petunjuk kepada orang-orang yang telah disesatkan Allah? Barangsiapa yang disesatkan Allah, sekali-kali kamu tidak mendapatkan jalan (untuk memberi petunjuk) kepadanya." (an-Nisaa'r 88)
Nabi saw. lalu bersabda,
 
"Sungguh ia itulah yang baik ia memusnahkan kejelekan sebagaimana api melenyapkan karat dari perak"

Demikianlah sikap Nabi terhadap orang-orang munafik; mereka itu dianggap sebagai kotoran, maka kotoran itu lebih baik lenyap daripada bercampur dengan kebersihan.

F. TENTARA MUSLIMIN SAMPAI DI UHUD
Nabi saw. serta pasukan kaum muslimin lalu melanjutkan perjalanannya menuju Uhud dan kaum muslimin yang berselisih tadi dapat dipersatukan kembali. Api perselisihan musnah sama sekali karena masing-masing dipelihara oleh Allah SWT.
Di tengah perjalanan, sebagian dari sahabat-sahabat Anshar berkata kepada Nabi, ”Ya Rasulullah, apakah tidak lebih baik kita meminta bantuan kepada kaum Yahudi Bani Quraidhah karena mereka sementara ini suka membantu kita?”
Sahabat-sahabat Anshar berkata demikian karena sebelumnya mereka tidak mendengar Nabi bersabda bahwa beliau tidak akan meminta pertolongan atau
bantuan kepada kaum musyrikin guna mengalahkan kaum musyrikin. Karena itu» Nabi menjawab, ’Tidak ada keinginan bagi kita pada (bantuan) mereka. ”
Selanjutnya, Nabi saw. meminta ditunjukkan suatu jalan yang tidak dilalui oleh tentara musyikin. Khaitsamah lalu menunjukkan jalan yang dekat dan yang dikehendaki oleh Nabi saw.. Setelah perjalanan dilanjutkan, tibalah mereka di suatu jalan kedi milik Marba’ bin Qaizhi yang buta matanya.
Ketika Nabi saw. berjalan di depan rumah orang itu, dengan tidak diketahui oleh siapa pun, sekonyong-konyong orang tua yang buta matanya itu menaburkan debu ke arah muka Nabi sambil berkata, ”Kalau engkau itu pesuruh Allah, aku tidak menghalalkan (memperkenankan) kepadamu berjalan di jalanku ini.”  Dengan cepat, Sa’ad bin Zaid memukulnya dengan senjata tajam sehingga ia luka parah dan sahabat-sahabat yang lain pun hendak membunuhnya, tetapi Nabi saw. mencegahnya,
"Janganlah kamu membunuhnya karena dia itu buta matanya dan buta pula mata hatinya."
Perjalanan terus dilanjutkan. Dengan perlahan-lahan, sampailah perjalanan pasukan kaum muslimin di suatu tempat (kampung) di bawah kaki Gunung Uhud. Di sinilah Nabi serta pasukannya berhenti karena melihat di tempat ini tentara musuh sudah beramai-ramai bertepuk tangan dan menduduki tempat-tempat dekat Gunung Uhud.
Pasukan musuh berkekuatan empat kali lebih banyak dari pasukan kaum muslimin dan sebagian besar dari pasukan kaum muslimin sangat kurang kepandaiannya dalam berperang. Pasukan musuh, selain berjumlah empat kali lipat lebih, juga bersenjata lengkap dengan peralatan perang serba cukup dan sebagian ji besar orang-orangnya biasa berperang. Karena itu, Nabi saw. mengumpulkan| tentaranya lalu mengambil dan menduduki tempat yang agak baik letaknya, dan membelakangkan bukit-bukit Uhud yang tampaknya baik untuk melindungi barisan tentaranya.
Akan tetapi, karena tempat-tempat yang lain sudah lebih dahulu dikuasai
pasukan musuh, tempat-tempat yang diambil oleh Nabi saw. adalah tempat yang di belakangnya terdapat suatu jalan yang terbuka, yang dapat dipergunakan oleh musuh untuk menyerang pasukan kaum muslimin dari arah belakang. Sekalipun demikian, sebagai kepala perang yang bijaksana, beliau menjadikan tempat-tempat tadi untuk tentaranya yang pandai memanah sebanyak lima puluh orang dengan dikepalai oleh Abdullah bin Jubair.   *
Pada saat itu, barisan tentara musyrikin sudah teratur rapi dan bersiap lengkap di kaki Gunung Uhud. Sayap kanan barisan berkuda dipimpin oleh Khalid bin Walid, sayap kiri barisan berkuda dipimpin oleh Ikrimah bin Abu Jahal, dan barisan tengah dipimpin oleh Shafwan bin Umayyah dan lain-lain dari pahlawan Quraisy. Semuanya bersiap dengan gagah berani di tempat-tempatyang tidak mudah ditempuh oleh tentara musuh. Bendera mereka dipegang oleh Abu Thalhah.
Nabi saw. lalu mengatur barisan tentaranya di tempat tersebut sayap kanan diserahkan kepada Zubair ibnul-Awwam, sayap kiri diserahkan kepada Mundzir bin Amr, dan sayap lain-lainnya dipegang oleh tentara muslimin lainnya, sedangkan bendera Islam dipegang oleh Mush’ab bin Umair. Selanjutnya, Nabi berpidato kepada tentaranya yang isinya tepat sekali,
Telah tiba di dalam hatiku Ruhul-amin (malaikat Jibril). Sesungguhnya, sekali-kali tidak akan mati seseorang sehingga sempurnalah penghabisan rezekinya, tidak akan dikurangi sedikit pun darinya sekalipun terlambat (datangnya). Maka dari itu, hendaklah kamu sekalian takut kepada Allah dan perbaikilah olehmu sekalian dalam mencari rezeki. Tidaklah memberatkan bebanmu sekalian akan terlambatnya rezeki itu kalau kamu mencarinya dengan durhaka pada Allah. Seorang mukmin dengan seorang mukmin itu seperti kepala dari tubuh, apabila mengaduh (sakit), terasalah baginya semua tubuhnya."
Selanjutnya, Nabi saw. bersabda kepada para pemanah,
*Jagalah sebelah belakangku ini karena sesungguhnya aku khawatir kalau mereka datang dari arah belakangku. Tetaplah kamu di tempatmu masing-masing dan janganlah kamu meninggalkannya. Jika kamu melihatku menyerang mereka sehingga aku memasuki barisan mereka, janganlah kamu berpecah belah dari tempatmu masing-masing. Jika kamu melihat aku terbunuh, janganlah kamu menolongku dan Janganlah pula kamu melindungiku. Hendaklah kamu memanah kuda-kuda mereka karena kuda itu tidak akan dapat mendahului panah. Sesungguhnya, kita senantiasa menang selama kamu tetap diam di tempatmu masing-masing. Hendaklah kamu menangkis (menahan) serangan dengan panah supaya mereka tidak dapat datang dari belakang kita dan jangan pula kamu tinggalkan tempat ini, baik kamu dikalahkan maupun dimenangkan."
Selanjutnya, Nabi saw. bersabda kepada Abdullah bin Jubair, komandan pasukan pemanah,
Tahanlah olehmu kuda-kuda itu dengan panahmu, jangan sampai mereka datang dari belakang kita, dan tetaplah kamu di tempatmu sekalipun kita menang atau kalah."
Selanjutnya, Nabi saw. bersabda kepada tentara muslimin seluruhnya,
"Janganlah kamu memerangi seseorang sehingga kami memerintahkannya dengan perang."

G.   PEPERANGAN DIMULAI DENGAN PERANG TANDING
Sesudah masing-masing tentara berbaris dan bersiap lengkap, tentara musyrikin menunjukkan kekuatannya, kegagahannya, dan kecakapannya kepada tentara muslimin. Nabi saw. mengeluarkan pedangnya dari dalam sarungnya, yang sebelah pedang tadi bertuliskan, 'Takut itu tercela dan berani itu kemuliaan, dan seorang penakut itu tidak akan selamat dari qadar.”
Nabi saw. bersabda, "Siapa yang akan memegang pedang ini dengan haknya.* Sabda ini berarti siapakah yang sanggup memegang pedang beliau untuk mendobrak musuh-musuh yang sombong-sombong itu?
Pada saat itu, banyak sahabat yang ingin memegang pedang beliau, tetapi beliau tidak memperkenankannya. Di antara mereka yang meminta ialah Umar,
Ali, Zubair, dan lain-lain, bahkan Zubair memintanya sampai tiga kali. Setelah itu, Abu Dujanah (Samak bin Kharsyah) berdiri lalu bertanya kepada beliau, ”Apa liuknya (pedang itu), ya Rasulullah?”
Nabi menjawab, "Kamu harus memukulkan pedang itu ke muka musuh sehingga ia bengkok!”
Abu Dujanah berkata, ”Aku yang memegang dia dengan (menepati) haknya.”
Nabi lalu menyerahkan pedangnya kepada Abu Dujanah. Abu Dujanah memang terkenal perkasa, gagah berani; kalau berperang, ia biasa meliuk-liukkan kepalanya seperti jalannya orang yang congkak. Dalam peperangan dan berhadapan dengan musuh, ia tidak dilarang bersikap seperti ini.
Ketika itu, Abu Amir ar-Rahib (nama aslinya Abdul Umar bin Shaifi al-Aus, seorang pendeta dari golongan Aus di Madinah) yang membantu tentara Quraisy, menampakkan diri di depan pasukan tentara muslimin. Ia bermaksud mencari lierhatian dari kepala-kepala pasukan tentara Quraisy dan ia menyangka jika ia memanggil-manggil golongan Aus-muslim yang menjadi tentara muslimin niscaya mereka berpaling dan mengikutinya Tetapi kenyataannya, setelah ia menampakkan diri dan berteriak-teriak memanggil golongan Aus, ia tidak mendapat balasan yang ia harapkan, malah sebaliknya, ia mendapat dampratan yang keras dari tentara muslimin. Tentara muslimin berkata, 'Tidaklah Allah membaikkan matamu, hai orang yang durhaka! ”
Tentara muslimin lalu melemparinya dengan batu-batu. Seketika itu juga, ia liergi menjauhkan diri.
Setelah kedua pasukan saling berhadapan, tentara musyrikin meminta kepada Nabi saw. supaya mengeluarkan seorang pahlawannya untuk maju berperang tanding di tengah medan berhadapan dengan seorang prajurit musyrikin. Keluarlah dari barisan mereka (pasukan musyrikin) seorang prajurit dengan menunggang unta seraya berkata, "Siapa yang akan berperang tanding?” Sebagai sebuah jawaban, Zubair maju dengan gagah berani dengan menunggang unta, bertanding dengan sekuat-kuatnya di atas unta. Akhirnya, jatuhlah orang musyrik tadi dan Zubair pun ikut terjatuh, tetapi ia jatuh di atas orang musyrik tadi, maka dengan cepat Zubair membunuhnya dan kemenangan jatuh ke tangan Zubair. Waktu itulah, Nabi saw. bersabda, ”Bagi tiap seorang nabi (tentu) ada pembantu dan pembantuku (ialah) Zubair.”
Zubair r.a. lalu kembali ke barisan tentara muslimin. Ketika itu, maju lagi seorang prajurit Quraisy yang berhama Thalhah. Di antara kedua pasukan, ia berteriak, "Siapa yang akan berperang tanding?” Ia meminta kepada tentara muslimin sampai berulang-ulang, tetapi oleh tentara muslimin tidaklah dijawab dengan lisan maupun dengan tindakan.
Thalhah berteriak lagi, "Hai pengikut-pengikut Muhammad! Kalian telah menyangka bahwa Tuhan mempercepat kami dengan pedangmu ke neraka dan mempercepat kamu dengan pedang kami ke surga? Maka dari itu, siapakah seorang dari kalian yang mempercepat kami ke neraka dengan pedangnya ataul kami mempercepat dia ke surga dengan pedang kami? Sungguh, kamu berdusta. Demi Latta dan Uzza, kalau kamu semua tahu betul-betul begitu niscaya keluarlah seorang dari kalian kepada kami sekarang.”
Demikianlah tantangan Thalhah kepada tentara muslimin. Disebabkan sua yang begitu sombong, seketika itu juga keluarlah Ali r.a. ke tengah-tengah kedua pasukan lalu bertanding dengan Thalhah.
Dalam pertandingan itu, kaki Thalhah dipukul sekeras-kerasnya oleh Ali r.a., Seketika itu, jatuhlah Thalhah dan putuslah kakinya serta tampaklah kemalua nya. Ali lalu meninggalkannya, padahal Thalhah belum mati. Ali lalu ditanya olel Nabi saw., Apa yang melarang kamu membunuhnya?”
Ali menjawab, "Karena dia telah menampakkan kemaluanya kepadaku, aku kasihan kepadanya.”
Nabi saw. bersabda, ”Bunuhlah!”
Dengan cepat, Ali kembali dan membunuh Thalhah. Setelah itu, pasukan musyrikin mengeluarkan lagi seorang prajuritnya yang bernama Utsman bin Abu Thalhah, sedangkan pasukan kaum muslimin mengeluarkan pula seorang pahla wannya, yaitu Hamzah. Dalam perang tanding itu, Utsman terbunuh oleh Hamzah bin Abdul Muththalib.
Pasukan kaum musyrikin lalu mengeluarkan lagi prajuritnya, yaitu Abu Said bin Abi Thalhah, sedangkan pasukan kaum muslimin mengeluarkan pahlawannya yaitu Sa’ad bin Abi Waqqash r.a.. Dalam perang tanding itu, Abu Sa’id terbunuh oleh Sa’ad r.a..
Pasukan kaum musyrikin mengeluarkan lagi seorang prajuritnya, yaitu Musafl bin Thalhah (anak dari Thalhah yang terbunuh oleh Ali tadi), sedangkan pasukan1 kaum muslimin mengeluarkan seorang pahlawannya, yaitu Ashim bin Tsabit r.a., Dalam perang tanding itu, Musafi terbunuh oleh Ashim r.a..
Pasukan kaum musyrikin mengeluarkan lagi seorang prajuritnya, yaitu Harti bin Thalhah (saudara Musafi), sedangkan pasukan kaum muslimin kembali mengeluarkan Ashim bin Tsabit r.a.. Dalam perang tanding itu, Harts terbunuh oleh Ashim.
Pasukan kaum musyrikin mengeluarkan lagi seorang prajuritnya, yaitu Kilah bin Thalhah (saudara Musafi dan Harts), sedangkan pasukan kaum muslimin)! mengeluarkan Zubair r.a.. Dalam perang tanding itu, Kilab terbunuh oleh Zubair, Pasukan kaum musyrikin mengeluarkan lagi seorang prajuritnya, yaitu JallaH bin Thalhah (saudara Musafi, Harts, dan Kilab), sedangkan pasukan kaum muslimin mengeluarkan Thalhah bin Ubaidillah r.a.. Setelah saling berperang tandinjj dengan sekuat-kuatnya, akhirnya Jallas terbunuh oleh Thalhah r.a..
Pasukan kaum musyrikin mengeluarkan lagi seorang prajuritnya, yaitu ArthaJil bin Surahbil, seorang yang gagah perkasa, sedangkan tentara muslimin mengeluarkan Ali bin Abi Thalib r.a.. Setelah saling berperang tanding sekuat-kuatnya)1
akhirnya Arthah juga terbunuh oleh Ali r.a..
Pasukan kaum musyrikin belum merasa puas, mereka lalu mengeluarkan lagi seorang prajuritnya, yaitu Suraih bin Qaridh, sedangkan pasukan kaum muslimin kembali mengeluarkan Hamzah bin Abdul Muththalib r.a.. Dalam perang tanding itu, Suraih terbunuh oleh Hamzah r.a..
Pasukan kaum musyrikin masih juga menantang dengan mengeluarkan seorang prajuritnya, yaitu Abu Zaid bin Amr, sedangkan pasukan kaum muslimin mengeluarkan seorang lagi pahlawannya, yaitu Qazman. Dalam perang tanding Itu, Abu Zaid terbunuh oleh Qazman r.a..
Pasukan kaum musyrikin mengeluarkan lagi seorang pemuda anak Surahbil (saudara Arthah yang terbunuh tadi), sedangkan pasukan kaum muslimin kembali mengeluarkan Qazman. Dalam perang tanding itu, masing-masing saling memukul dan akhirnya anak Surahbil tadi terbunuh oleh Qazman.
Pasukan kaum musyrikin belum juga merasa puas, lalu mereka mengeluarkan Shu’ab (bangsa Habsyi), sedangkan pasukan kaum muslimin kembali mengeluarkan Qazman. Dalam perang tanding itu, Shu’ab juga dapat dibunuh oleh jazman.
Demikianlah, sebelum peperangan terjadi, biasanya dilakukan perang tanding terlebih dahulu seorang lawan seorang. Jadi, ketika itu, dari pihak pasukan kiium musyrikin telah mati dua belas orang, sedangkan dari pihak pasukan kaum muslimin belum seorang pun yang mati terbunuh oleh mereka.
Setelah perang tanding usai, Abu Sufyan sebagai kepala perang terkemuka dari pasukan kaum musyrikin berpidato di depan tentaranya yang memegang bendera. Ia berpesan kepada mereka supaya betul-betul memegang bendera karena menang atau kalah semata-mata bergantung pada mereka.

Co Hujroh

  • Abadan fi Ma'had
  • ***
  • Co Hujroh No Reputation.
  • Join: 2018
  • Posts: 2095
  • Logged
Re: PERISTIWA PERANG UHUD (Bagian 1)
« Reply #1 on: 17 Nov, 2018, 09:40:31 »
H.   PEPERANGAN ANTARA PASUKAN KAUM MUSLIMIN DAN PASUKAN KAUM MUSYRIKIN

Selanjutnya, pertempuran antara pasukan kaum muslimin dan pasukan kaum musyrikin terjadi dengan hebatnya. Abu Dujanah (Samak bin Kharsyah) sebagai «•orang tentara muslimin yang telah sanggup menepati dan menetapi hak bagi iwdang Nabi saw. keluar dengan pedang terhunus dan terus menerjang barisan musuh yang besar itu sambil berjalan meliuk-liukkan kepalanya sehingga Nabi wiw. bersabda,
"Sesungguhnya, perbuatan seperti itu dimurkai oleh Allah kecuali di tempat ini. ’
Berjalan dengan cara meliuk-liukkan kepala itu sesungguhnya dilarang dan dimurkai oleh Allah, tetapi waktu berperang dengan musuh tidaklah dilarang dan tidak pula dimurkai-Nya.
Sambil meliuk-liukkan kepalanya, Abu Dujanah bersyair,
"Aku yang berjanji dengan kekasihku (Nabi) dan ketika kita berada di kaki bukit di sisi pohon kurma. Tidak sudi aku berdiri di garis belakang, (memukul) musuh dengan pedang Allah dan (pedang) Rasul(Nya)."
Barangsiapa dari tentara musuh yang terlihat oleh Dujanah pasti melayang* lah jiwanya dengan seketika. Tentara muslimin sudah mengetahui bahwa bila IH sudah membalut kepalanya dengan kain merah itu menunjukkan bahwa ia sudah siap membunuh musuh. Tepi kain merah itu bertuliskan,
"Pertolongan dari Allah dan kemenangan telah dekat,"
dan di tepi satunya lagi tertulis,
   ^
"Takut dalam perang itu tercela dan barangsiapa lari (dari peperangan) sekali-kal tidak akan selamat dari neraka."
Demikianlah Abu Dujanah terus mempergunakan pedang Nabi saw. dengan sebaik-baiknya; ia terus-menerus memenggal dan membunuh musuh dengan pedang itu; tidak seorang pun yang berdiri di hadapannya melainkan dipukulnya dengan sekeras-kerasnya sehingga rebah dan jatuh ke bumi. Satu demi satu musuh yang besar itu diserbu dan dikejarnya sampai jauh masuk ke dalam barisan musuh. Apabila pedangnya itu tampak sudah agak tumpul, dengan cepat digosok dengan batu besar dan terus dipergunakan lagi untuk memenggal musuh.
Pertempuran antara kedua belah pihak berlangsung dengan sangat hebat nya, sambut-menyambut sangat ramainya, satu demi satu anak panah dilepaskannya, hujan anak panah dan banjir darah amat dahsyatnya, pedang tersilang silih berganti, satu sama lain saling menangkis, masing-masing menunjukkan kekuatannya dan kecakapannya
Demikian juga Hamzah bin Abdul Muththalib, ia termasuk pahlawan yang gagah berani dalam pertempuran yang hebat itu. Sejak terjadi pertempuran di Badar, ia tampak sebagai seorang yang gagah perkasa; oleh tangannyalah, jiwa sebagian besar ketua dan pemimpin Quraisy melayang dalam pertempuran di Badar itu, di antaranya Utbah bin Rabi’ah (ayah Hindun istri Abu Sufyan) dan Shaibah bin Rabi’ah. Dalam pertempuran di Uhud ini, ia menunjukkan lebih nyata
lagi keberaniannya yang luar biasa, meskipun pada akhirnya ia menemui ajalnya 'bagai pahlawan, syahid di tengah medan perang dalam menghadapi lawan yang besar. Akan tetapi, gugurnya ini tidak sia-sia, ia gugur sesudah membinasakan tidak kurang dari 31 orang tentara musyrikin.
Demikianlah seterusnya, perang semakin menjadi-jadi dengan hebat dan dahsyat Pada suatu kesempatan, pedang Abu Dujanah yang terkenalltu sudah berada di atas kepala Hindun, istri Abu Sufyan, dan hampir saja kepalanya terbelah |ika Hindun tidak berteriak dengan keras memperkenalkan dirinya bahwa ia seorang perempuan. Demikianlah sebagaimana yang pernah diceritakan oleh Abu Dujanah.

I.   BARISAN KAUM PEREMPUAN MUSYRIKIN
Sebagaimana telah kami uraikan, banyak istri pemuka musyrikin Quraisy yang ikut serta dalam barisan pasukan mereka dengan dikepalai Hindun, istri Abu Sufyan. Dalam pertempuran di Uhud itu, mereka selalu berbaris, kadang-kadang berbaris di depan tentara mereka, kadang-kadang berbaris di belakang tentara mereka, dan kadang-kadang berbaris di tengah-tengah, masing-masing memukul rebana dan tambur seraya mengucapkan sajak-sajak atau syair-syair untuk mengobarkan semangat mereka, menggirangkan hati kaum lelaki mereka yang sedang bertempur dengan tentara muslimin. Di antara syair-syair yang diucapkan oleh Hindun di kala itu ialah,

"Beranilah wahai keturunan Abdu Dar! Beranilah, wahai pembela barisan belakang! Pukullah-mereka itu-dengan pedang yang tajam."
Apabila Hindun mengucapkan syair-syair yang demikian itu, segeralah disambut dengan serentak oleh para perempuan yang berbaris di belakangnya,

"Kami anak-anak perempuan bintang pagi, kami berjalan di atas bantal sutra, berjalan dengan pijakan yang halus, minyak kesturi dalam belahan rambut dan permata intan dalam kalung-kalung. Jika kalian maju terus, kami peluk dan kami membentangkan bantal-bantal sutra. Jika kamu mundur ke belakang, kami akan menceraikan, perceraian yang tidak ada penyesalan. ’
Demikianlah nyanyi-nyanyian mereka yang didengung-dengungkan dengan riang gembira guna mengobarkan semangat tentara mereka yang sedang ber tem
pur dengan hebatnya, agar semangatnya tidak kunjung padam menghantam pihak musuh.
Sewaktu Nabi saw. mendengar syair-syair yang demikian itu, dengan tenang beliau berdoa,
"Ya Allah, dengan Engkau aku menangkis (musuh) dan dengan Engkau pula aku berperang memerangi musuh. Cukuplah Allah bagiku dan sebaik-baik yang diserahi.
Semboyan (siar) tentara kaum muslimin di kala itu hanya kata-kata, "Matilah.., I Matilah...! Matilah...!”
Adapun tentara kaum musyrikin mengucapkan siar, "Hai Uzza...! Hai Hubal...!”
Demikianlah selanjutnya, siar mereka masing-masing selalu diucapkan dongan suara yang sekeras-kerasnya dan siar-siar itu dipergunakan juga sebagai ”kode” oleh tentara dari kedua belah pihak.

J.   SEMANGAT KEPAHLAWANAN TENTARA KAUM MUSLIMIN
Dalam Perang Uhud, sekalipun jumlah pasukan katun muslimin seperlimi dari bilangan tentara kaum musyrikin, namun di dalam pertempuran yang hebal serta dahsyat menghadapi lawan yang besar itu, semangat mereka tidak kunjung padam. Abu Dujanah, Hamzah bin Abdul Muththalib, Ali bin Abi Thalib, dan pahlawan Islam lainnya terus maju dan menyerbu ke dalam barisan musuh.
Pertempuran sengit antara pihak pasukan muslimin dan pasukan musyrikin terus-menerus berlangsung, yang agak berjauhan saling memanah dan yang berdekatan saling serang dan saling tikam. Di antara pihak tentara muslimin yang bersemangat ialah Abu Dujanah, yang telah diamanati sebuah pedang oleh Nabi saw. dan telah mengikatkan kain merah di kepalanya, ia terus-menerus dapat membunuh lawan. Dengan bersyair dan dengan pedang amanat Nabi saw., setiap ia bertemu dengan tentara musyrikin, terus saja ia melayangkan pedangnya sampai pihak lawan mati seketika.
Hamzah bin Abdul Muththalib, paman Nabi saw. yang usianya sebaya di ngan beliau dan terkenal sebagai "Singa Allah”, terus maju dan menyerbu baris musuh. Setiap ia menyerang pasti mendatangkan kematian bagi lawannya, antara prajurit Quraisy yang ditikam olehnya sampai mati ialah Siba’ bin Uzza dan Arthah bin Abdu Syurahbil. Hamzah tampak sangat galaknya, bai seekor unta biru membunuh manusia dengan mudahnya meskipun pada
Akhirnya tewas.
Mush’ab bin Umair, seorang sahabat dari golongan Anshar, bertempur dengan hebat sekali sehingga banyak pihak lawan yang terbunuh olehnya walaupun akhirnya ia terbunuh oleh Ibnu Qumai'ah (Qum'ah), seorang musuh dari Mekah.
Ali bin Abi Thalib tidak sedikit pula menewaskan pihak musuh, di antaranya se orang yang bernama Abu Said bin AbiThalhah, seorang pemuka Quraisy. Ketika itu, Abu Said dengan sombong dan pongahnya meminta bertempur dengan Ali. ()leh Ali, permintaannya itu disambutnya. Dalam tempo yang pendek, ia dapat dipukul oleh Ali dan langsung jatuh ke tanah, tetapi tidak sampai dibunuhnya uiunpai mati.
Anas bin Nadhar, seorang prajurit Islam yang masih muda remaja-dalam perang Badar, ia tidak dapat ikut serta-sangat girang hatinya karena telah dapat Ikut serta menjadi anggota tentara Islam. Ia memperlihatkan kejantanan dan keberaniannya yang sukar dicari bandingannya; ia terus maju dengan tidak mem- |H •( lulikan apa yang akan terjadi atas dirinya. Ia dapat membunuh beberapa orang musuh. Setelah itu, ia mendapat serangan hebat dari pihak lawan dan akhirnya ia pun syahid. Ketika merasa ajalnya hampir datang, ia menyampaikan selamat tinggal kepada seorang teman karibnya, Sa’ad bin Mu’adz, "Tujuanku sudah tercapai, wiihai kawanku Sa’ad. Bau surga yang harum semerbak telah tercium olehku di kaki bukit Uhud.”
Ashim bin Tsabit dalam pertempuran yang hebat dan dahsyat itu berhasil membunuh dua orang Quraisy yang bersaudara, yaitu Musafi bin Thalhah dan lallas bin Thalhah. Setelah keduanya jatuh ke tanah, datanglah seketika itu juga Ibu mereka dan menanyakan siapa yang membunuh mereka itu? Setelah ia mengetahui bahwa yang membunuh kedua anaknya itu adalah Ashim, ia bernazar, "Aku akan meminum arak dari tengkorak Ashim jika mungkin.”

K. KEMENANGAN TENTARA MUSLIMIN DALAM PERTEMPURAN PERTAMA
Dengan semangat yang bernyala-nyala dan keteguhan hati yang membaja, tentara muslimin terus mengamuk dan mengejar musuh dengan hebat dan dah- «ynt sehingga barisan tentara musuh menjadi kalang kabut, kusut musut, kucar- kacir, dan bercerai-berai yang akhirnya banyak yang lari mengundurkan diri. Para liemegang bendera pihak musyrikin satu demi satu dapat disambar oleh pedang kaum muslimin dan terbunuh. Sehubungan dengan itu, dalam pertempuran babak pertama pada pagi hari itu, tentara Quraisy jumlahnya berkali lipat terpaksa mundur dalam keadaan kacau-balau.
Pagi hari itu, pintu kemenangan sudah tampak akan dicapai oleh pasukan kaum muslimin sekalipun belum terbukti karena peperangan belum selesai. Keberanian dan kesanggupan kaum muslimin yang hanya berkekuatan kurang dari tujuh ratus orang itu sudah dapat merobohkan dan mengundurkan pihak musuh
yang berkekuatan lima kali lebih besar dan lebih kuat keadaannya, baik jumlah  personilnya maupun kondisi perlengkapannya. Bendera mereka sudah rebah jatuh tersungkur di depan barisan tentara muslimin.
Akan tetapi, keadaan menjadi terbalik! Ketika sebagian besar tentara muslimin sedang bertempur dan mengejar musuh yang tengah lari tunggang langgang, tiba-tiba sebagian dari mereka yang bertugas untuk tetap menjaga tempat yang terbuka di bagian belakang sambil memanah dari atas gunung (bukit Uhud), saling berselisih di antara mereka.
Sebagian dari mereka ada yang berkata, "Untuk apa kita menunggu sampai lama di tempat ini, padahal musuh sudah diundurkan oleh Allah. Kawan-kawan  kita sudah bergerak mengejar musuh yang lari dan mereka pun hendak meng ambil ghanimahl”
Sebagian yang lain berkata, Tidakkah Rasulullah telah berpesan kepada kita supaya kita jangan meninggalkan tempat ini sebelum ada perintah dari beliau, sekalipun kita melihat beliau terbunuh-misalnya-maka janganlah kita menolong beliau.”
Mereka yang hendak lari meninggalkan tempat yang penting itu menyahut, ;| ”Betul begitu, tetapi kita tidak disuruh menunggu di sini sesudah tentara musuh mengundurkan diri dan dikalahkan oleh Allah, bukan?”
Demikianlah mereka terus-menerus berselisih dan berdebat tak kunjung usai karena sebagian sudah menuruti kemauannya sendiri, tidak mengingat lagi pesan Nabi. Dalam pada itu, Abdullah bin Jubair sebagai orang yang mengepalai)  mereka untuk menjaga tempat di lereng bukit Uhud lalu berkata, "Janganlah kita menyalahi perintah Rasulullah saw..” Demikianlah sampai berulang-ulang ia memperingatkan kawan-kawannya agar jangan sampai menyalahi perintah Nabi, tetapi kawan-kawannya tidak begitu mengacuhkan peringatannya yang sebaik itu. Sebagian besar dari mereka terus turun berlarian meninggalkan tempatnya masing- masing dengan tujuan hendak mengejar ghanimah yang akan diperoleh dari pihak musuh andaikata mendapat kemenangan. Abdullah bin Jubair dan sepuluh orang kawannya tetap teguh di tempat yang diperintahkan, sedangkan empat puluh orang kawannya telah turun dari lereng bukit Uhud dan terus mengejar ghanimah, padahal kemenangan di waktu itu belum nyata diraih oleh pasukan kaum muslimin.