Hujroh - Forum Pesantren Indonesia Alumni Pesantren Indonesia Forum      Misi Hujroh
 

Main juga kesini sul:
The Ghurfah Kisah Sukses Alumni Alumni di Luar Negeri Bisnis Online Hikayah fi Ma'had Railfans Dunia Pesantren Ekonomi Islam
Forum  Knowledge  Humaniora 
KHUTBAH AGAMA-TELEVISI
Pages: [1]

(Read 5780 times)   

Co Hujroh

  • Abadan fi Ma'had
  • ***
  • Co Hujroh No Reputation.
  • Join: 2018
  • Posts: 2095
  • Logged
KHUTBAH AGAMA-TELEVISI
« on: 22 Jan, 2019, 20:45:44 »

KHUTBAH AGAMA-TELEVISI

George Gerbner, pakar komunikasi dan peneliti televisi di Amerika Serikat, menyebut televisi sebagai agama masyarakat industri. Televisi telah menggeser agama-agama konvensional. Khutbahnya didengar dan disaksikan oleh jamaah yang lebih besar daripada jamaah agama mana pun. Rumah ibadatnya tersebar di seluruh pelosok bumi; ritus-ritusnya diikuti dengan penuh kekhidmatan, dan boleh jadi lebih banyak menggetarkan hati dan mempengaruhi bawah sadar manusia daripada ibadat agama-agama yang pernah ada.
Televisi — seperti agama — dapat memberikan legitimasi kepada para ”raja”. Bila Paus memberkati raja-raja, televisi men- tahbiskan para penguasa modem. Ketika Barbara Walters mewawancarai Carter, tidak lama sebelum pelantikannya sebagai l’residen, Charles Kuralt, wartawan CBS, menyebut Walters sebagai ”Paus perempuan dari televisi” (the female pope of television). Ketika CNN menampilkan Bush dan Saddam di depan publik dunia, CNN bercerita seperti pendeta mengisahkan Musa dan Fir'aun. Dalam politik, kehadiran televisi telah mengalihkan perhatian orang dalam pemilu dari masalah program (atau isu) ke masalah kepribadian. Yang menentukan tidak lagi kelaikan program, tetapi kepandaian juru kamera mengemas gambar sang tokoh.
Bila agama, pernah memegang kekuasaan ekonomi, begitu pula televisi. Bisnis televisi bukan saja kuat secara finansial, tetapi juga perkasa dalam mempengaruhi kegiatan-kegiatan ekonomi.
”infaq” yang dikumpulkan para pemuka agama lebih kecil daripada ”Infaq” yang ditanamkan pada televisi. Dunia sekaran konon berubah banyak karena salah satu tenaga modem yang pel kasa, yaitu produktivitas. Tetapi produktivitas tidak dapat bicar — atau dalam bahasa Joseph Schumpeter — tidak fasih membel diri. Televisi — lewat iklan — telah menyuarakan produktivitai
Iklan adalah khutbahnya agama televisi. Iklan bukan hany memasarkan produk. Iklan juga memasarkan nilai, sikap, perasaai dan gaya hidup. Iklan dalam televisi, menurut Christopher Lasc dalam The Culture of Narcissism, tidak menunjukkan bagaiman kualitas produk; tetapi menegaskan bahwa konsumsi baran dapat mengatasi masalah-masalah kehidupan — mengobati kesep an, menaikkan harga diri, dan menjamin kebahagiaan keluarg; Untuk negara-negara berkembang, iklan televisi telah mengkhu bahkan perubahan dan gaya hidup yang lebih baik. Peter Druck< dalam The Age of Discontinuity menulis, ”Jika orang tak sanggu membeli mobil, paling tidak mereka harus mempunyai motor; bi tidak ada motor, paling tidak sepeda. Bagi massa dunia, radio dj televisi bukan hanya ’hiburan’ — sebagaimana bagi orang kaj yang memiliki cara lain untuk mengetahui dunia. Radio da televisi telah mengantarkan mereka — dari desa para petani atd rumah-rumah sumpek di kota kecil — kepada dunia yang lebj besar.”
Analisis isi pada acara (programming) dan iklan telev: (commercials) menunjukkan bahwa keduanya mengajarkan ca mengatasi masalah hidup secara mudah. Keduanya hanya berbei dalam jenis masalah kehidupan — acara menyelesaikan masai; sosial sedangkan iklan mengatasi masalah personal. Dengan begit iklan televisi — dan ini yang membedakannya dari iklan dala media yang lain — telah menjadi rujukan nilai. Kegagalan Ani dalam pergaulan dapat diselesaikan dengan membeli deodora Kecintaan suami dapat direbut dengan merawat rambut sepei ditunjukkan dalam iklan.   ’’
Banyak kritisi sosial menuding iklan televisi sebagai b ia kerok segala kerusuhan dan keresahan sosial. Karena pertimbang semacam itu, iklan dihapuskan dari TVRI. Tetapi iklan sudah b< kelindan dengan televisi. Ketika iklan dilarang dari pintu depan, masuk lewat pintu belakang. Bagaimanapun, iklan adalah jantui yang memompakan darah pada bisnis televisi. Kini televisi swast
juga televisi pendidikan, akan mengaktifkan kembali peran iklan. Sebagaimana ritus agama tidak lengkap tanpa khutbah, maka televisi pun tidak sempurna tanpa iklan. Setuju atau tidak, kehidupan kita dan keluarga kita selanjutnya akan digerakkan oleh iklan menuju — meminjam istilah John Kenneth Galbraith — the ungualified commitment to technological change (komitmen- total terhadap perubahan teknologikal)

VIDEOPOLITIK: PERANG LEWAT TELEVISI
Terrv Jones, pelaut muda dari Australia, meloncat dari kapal! perang yang sedang bertolak ke Teluk Persia. Apa pasal? Ia menonton acara televisi yang memperlihatkan Presiden Bush asyik bermain golf di Kennebunkport. Ketika ribuan orang tengah mempertaruhkan nyawa mereka di padang pasir yang panas — begitu pikir Jones — Bush yang mengirimkan mereka ke sana malah bersenang-senang.
Diperkirakan lebih dari 70 juta orang di seluruh dunia menyaksikan Bush main golf. Walaupun tidak semuanya meloncat ke laut seperti Jones, siaran televisi yang dipancarkan CNN (Cable News NetWork) mempengaruhi pandangan mereka tentang Bush. Di antara jutaan pemirsa itu ada Saddam Hussein.
Kita tidak tahu bagaimana perasaan Saddam waktu itu. Yang kita ketahui, Saddam kemudian diwawancarai Dan Rather, penyiar CNN. Selama berjam-jam, Saddam diperlihatkan sedang mengobrol dengan warga Barat di Baghdad. Dengan ramah ia bercanda dengan anak-anak sandera. (Kata Saddam, mereka bukan sandera, "tetapi tamu-tamu Irak”).
”Saya tidak melihat acara itu,” kata Bush, yang diduga hanya untuk meremehkan wawancara CNN dengan Saddam. Anehnya Bush memperlihatkan kejengkelannya juga. Ia menganggap ”Saddamathon” — begitu tayangan Saddam itu kemudian disebul — telah berlaku tidak adil.
Saddam dapat berbicara kepada rakyat Amerika, tetapi Busi) tidak dapat berpidato kepada rakyat Irak. Presiden Irak, lewa
Menteri Penerangannya, Naji Al-Haditsi, mengundang Bush supaya berpidato di televisi Irak. Kemudian Bush mempersiapkan rekam- .m video untuk dikirim ke Teluk.
Sebuah proses politik yang menarik sedang berlangsung. < ti ang menyebutnya videopolitik. Jonathan Alter, kolumnis News- ivcek, mengubah satu kata dalam pernyataan Clausewitz, ahli ■ irategi militer abad XIX: Videopolitik telah menjadi perpanjang- •iii perang dengan cara yang lain. Videopolitik adalah kegiatan penyampaian informasi melalui televisi untuk mempengaruhi '.istem politik — nasional maupun internasional.
Kini, penggunaan antena parabola telah memperluas cakupan dan signifikansi videopolitik. Penampilan Bush di depan kamera n levisi bukan hanya mempengaruhi David Schutz di Utah, tetapi iuga Terry Jones di Australia dan Kang Latief di Bandung.
Melalui siaran CNN, Saddam bukan saja dapat memonitor pe rtambahan tentara di Arab Saudi, jatuhnya pesawat tempur Amerika Serikat, tetapi juga kesulitan Bush untuk memperoleh dana guna menyokong perangnya di Teluk Persia. Ia dapat mentes n aksi rakyat Amerika ketika ia membebaskan sebagian warga llarat yang disanderanya.
Menyajikan Realitas Buatan
Salah satu kekuatan televisi adalah kemampuannya untuk menyajikan realitas kedua (second hancl reality). Lewat layar kecil, vang berfungsi sebagai jendela dunia, para pemirsa diarahkan untuk mendefinisikan situasi sesuai dengan kehendak elit pengelola informasi. Orang bertindak, mengambil keputusan, tidak ber- ilasarkan realitas, tetapi berdasarkan makna yang diberikannya kepada realitas itu.
Boleh jadi benar tuntutan Saddam mengenai Kuwait, tetapi media — yang umumnya didominasi negara-negara Barat — telah mendefinisikan Saddam sebagai diktator yang haus darah, agresor vang agak sinting. Orang yang sama pernah dipuji sebagai pahlawan Arab ketika menyerbu dan menganeksasi beberapa provinsi di Iran.
Amerika Serikat dikemas dalam media sebagai pelindung Arab Saudi dari invasi dan penegak demokrasi. Ia tidak disebut agresor walaupun delapan bulan sebelumnya menyerbu Panama
dan menawan Jenderal Noriega. Mengapa hanya Saddam yanj dilukiskan sebagai Hitler? Bukankah apa yang dilakukan Inggris d Falkland (Malvinas), Prancis di Afrika Utara, Uni Soviet dj Afghanistan, dan Israel di Lebanon, tidak berbeda dengan api yang dilakukan Irak sekarang?
Apa yang menyebabkan tindakan yang sama disebut agres pada waktu yang satu dan disebut tanggung jawab moral padi waktu yang lain? Ini masalah definisi situasi. Lihatlah bagaimani A.M. Rosenthal mendefinisikan campur tangan Amerika di Timuj Tengah, 'Tujuan kita yang terakhir ialah memusnahkan kd diktatoran Baghdad yang keterlaluan kejamnya dengan hukumai ekonomi dan militer dari negara-negara Barat.”
Lalu bagaimana definisi situasi versi Irak. ”Irak telah dipilu Tuhan untuk menghancurkan kesombongan imperialis Amerika,! kata Saddam. Ia mengajak kaum Muslim untuk membebaskaj tanah suci — Makkah, Madinah, dan Yerusalem — dari dominal orang-orang kafir; sementara Arab Saudi mengimbau umat Isian untuk melindungi kota-kota suci itu.
Televisi mempunyai dampak politik lebih besar, bila defini; situasi yang ditampilkannya diterima oleh para pengambil keputui an politik. Efeknya terhadap segelintir elit penguasa jauh lebi penting dari efeknya pada ribuan khalayak ramai. Karena it\ tokoh-tokoh politik secara sepenuhnya menyadari efek vide< politik dan berupaya mengendalikannya.
Rekayasa Videopolitik
Televisi memainkan peranan politik untuk pertama kaliny pada tahun 1960. The Great Debates antara Kennedy dan Nix bukan saja memasukkan uang berlimpah pada profesi televii tetapi juga mempengaruhi hasil pemilu Amerika. Ketika Kenne berada di Gedung Putih, ia betul-betul memanfaatkan televi sebagai megafonnya. Televisi telah menjadi instrumen politii
Tahun 1963, Kennedy terbunuh. Televisi menyiarkan trage ini secara emosional. CBS, NBC, dan ABC mengubah siaran beri malam hari dari seperempat jam menjadi setengah jam. Mu tahun ini, dan makin lama makin kuat pada tahun-tahun beriki nya, televisi telah mengubah institusi politik, pola perilaku m' milih, opini publik, dan etos politik. Tahun 1976, Ford dan Cart bersaing untuk menjadi presiden.
Semalam sebelum The Great Debates — perdebatan calon presiden di televisi — polling menunjukkan Ford lebih unggul 11 persen dari Carter. Dalam perdebatan, Ford 45 persen di belakang Carter. Televisi telah merugikan Ford 56 persen point hanya dalam waktu sehari semalam.
Sejak saat itu semua Presiden Amerika yang berikutnya terlibat dalam videopolitik. Videopolitik — secara bercanda — telah dianggap menggeser pemegang kedaulatan. Dalam kehidup- ;m sehari-hari yang berkuasa adalah presiden. Tetapi presiden dipilih rakyat. Rakyat pada gilirannya sangat dipengaruhi televisi. Televisi tentu saja bergantung pada para profesional yang mengemas acaranya. Para profesional hanya bekerja untuk mereka yang dapat membayar paling mahal. Walhasil kedaulatan dipegang oleh para profesional media.
Di Amerika kini ada dua kelompok sehubungan dengan Perang Teluk II. Kelompok garis keras — di antaranya Safire, Luttwak, dan Kissinger — menginginkan tindakan cepat Amerika untuk menyerang Irak. Kelompok lunak mempersoalkan pentingnya kehadiran pasukan Amerika di Arab Saudi. "Apakah sepenting itu perlindungan terhadap Arab Saudi, sehingga Amerika harus mempertaruhkan nyawa untuk itu,” kata Mark Shields. Kedua kelompok ini berusaha meyakinkan Bush dan rakyat Amerika. Dan Rather dari CNN dapat membantu Bush atau merusaknya.
Siaran Saddamathon, walaupun tidak menampilkan Saddam dalam citra yang baik, dapat mengurangi keyakinan rakyat Amerika untuk melanjutkan peperangan. Kathleen Hall J amieson, penulis The Interplay of Influence dan Dekan Annenberg School for Communication, menjelaskan efek psikologis Saddamathon. Kehadiran wajah para sandera perilaku anak-anak, dan pesan para sandera untuk keluarganya, telah mempersoalkan krisis Teluk Persia. Makin tampak para sandera dalam televisi, makin banyak nama dan wajah dihubungkan dengan mereka, makin besar keraguan memasuki orang Amerika untuk mempertaruhkan nyawanya.
Penampilan para sandera dan para prajurit sebagai manusia dengan segala tawa dan tangisnya, dengan ekspresi benci dan cintanya, akan menyebabkan orang bertanya-tanya: Apakah orang- orang baik seperti itu harus mati? Seperti para pendahulunya, Bush harus berhati-hati dengan videopolitik.
Tangan-Tangan Usil
Ekspresi manusiawi para sandera hanya terungkap dengan baik lewat siaran televisi, tidak lewat surat kabar atau majalah. Getaran suara orang yang cemas, kepayahan prajurit yang kehausan di padang pasir, isakan tangis keluarga yang ditinggal kekasihnya, tampak hidup di dalam layar televisi.
Berita tidak lagi sekumpulan pesan dalam sistem piramida (terbalik atau tidak). Berita telah menjadi drama kemanusiaan. Kegiatan politik bukan lagi mekanisme abstrak yang mengolah masukan (input) menjadi keluaran (output). Kegiatan politik menjadi kisah pertarungan manusia melawan kesulitan dan upaya manusia untuk menaklukkan penderitaan.
Kathleen Hall Jamieson menyebut kekuatan televisi ini sebagai "dramatisasi dan sensasionalisasi isi pesan." Ia mengutip Irving Kristol, "Apa yang dapat dilakukan televisi — dengan kekuatan yang luar biasa — adalah memobilisasikan emosi pemirsa, di sekitar gambaran dunia politik yang hidup, disederhanakan, dan bersifat melodramatik, di mana pujaan dan kutukan menjadi kutub-kutub magnetisnya.”
Gambaran dunia dalam televisi sebetulnya gambaran duni yang sudah diolah. Bukan lagi realitas tangan-kedua tetap" mungkin sudah menjadi realitas tangan-keempat. Tangan-pertam yang usil adalah kamera. Gerak, ambilan, dan sudut kamer (camera motions, shots, and angles) menentukan kesan pada di pemirsa. Gerak kamera yang lambat menampilkan kesan lembu dan romantis dan gerak cepat menimbulkan kesan dramatis. Bil kamera menyorot terwawancara dari atas, ada kesan bahwa ter wawancara mempunyai kedudukan lebih rendah.
Reporter dan penyiar biasanya diambil dengan medium, close up atau medium shot. Ambilan seperti ini memberikan kesa objektif, netral, dan tidak memihak. Close-up dilakukan untu’ menangkap reaksi emosional. Tokoh-tokoh jarang diambil deng ambilan jauh (long shots) karena dapat mendepersonalisasikan d mengurangi keterlibatan emosional para pemirsa. Ambilan jau' hanya dipakai untuk melukiskan latar belakang atau konteks Tangan-kedua masuk dalam proses penyuntingan. Dua gar bar dapat dipadukan untuk menimbulkan kesan yang dikehendaki; Bush, misalnya, menyampaikan pidato. Segera setelah itu d: tampilkan gambar hadirin yang memberikan tepuk tangan. Pemirs
mendapat kesan bahwa pidato Bush mendapat sambutan meriah. I’adahal hadirin yang bertepuk itu jauh lebih sedikit dari mereka v;tng diam. Tetapi editor membuang gambar hadirin yang diam. Belakangan editor dapat mendramatisasikan berita dengan memainkan special effects.
Tangan-ketiga masuk ketika gambar muncul dalam layar kecil lelevisi kita. Layar televisi mengubah persepsi kita tentang ruang ilan waktu. Bangunan besar menjadi rumah-rumahan. Biduan menjadi boneka kecil. Pada saat yang sama, penyiar menjadi sebesar < ledung Putih atau medan pertempuran. Televisi mengakrabkan lokoh-tokoh dan tempat-tempat yang jauh. Saddam dan Bush datang ke kamar kita dan berhadap-hadapan dengan kita. Hubungan interpersonal kita — termasuk benci dan cinta kita — melintas Batas-batas geografis.
Tangan-keempat adalah perilaku para penyiar televisi. Mereka dapat menggarisbawahi berita, memberikan makna yang lain, atau meremehkannya. Para penyiar sekarang tidak lagi berperan sebagai gate-keeper (penjaga gawang yang objektif). Mereka telah menjadi pendukung (advocates). Mereka dapat berperan sebagai duta atau diplomat, seringkali lebih efektif dari para negarawan. Walter Cronkite berjasa dalam menghubungkan Anwar Sadat dan Me- nachem Begin, sehingga tercapai Perjanjian Camp David. Dan Rather membawa Saddam untuk berdialog dengan rakyat Amerika.
Dalam Krisis Teluk, videopolitik terus berlangsung. Kemajuan dalam teknologi komunikasi telah menjadikan videopolitik bersifat global dan universal. Di samping ditentukan oleh pergelaran senjata-senjata canggih di padang pasir, akhir Krisis Teluk juga akan ditentukan oleh penayangan televisi. Yang akan memenangkan pertandingan tampaknya bukan lagi Saddam dan Bush, tetapi Dan Rather dan penyiar televisi lainnya.*