5. Menjual Sesuatu yang Diketahui akan Diguna- kan untuk Perbuatan yang Dilarang
Jika penjual mengetahui bahwa pembeli akan meng- gunakan produk yang dijualnya untilk suatil perbu- atan yang dilarang oleh agama, maka ia harus mem- batalkan transaksi tersebut. Hal ini karena dengan menjualnya berarti penjual tersebut telah berbuat dosa karena ikut membantil pembelinya melakukan kemaksiatan. Allah berfirman dalam surah Al-Ma- idah ayat 2: "Dan tolong-menolonglé kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan ؛angan totong- menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran." (QS. Al-Ma-idah:2)
Misalnya, seseorang membeli anggur atau kurma dengan tujuan untuk membuatminuman keras, atau dia membeli pisau dengan tujuan unhik membunuh orang lain. Setiap orang yang terlibat dalam proses kemaksiatan ini dibenci oleh Allah, termasuk menju- al barang tersebut. Benda apa pun yang kondisinya sebenarnya benda halal, misalnya sebuah senjata milik kita yang dibeli secara halal, namun jika kita menjualnya kepada orang yang kita ketahui akan melakukan perampokan atau pembunuhan, maka menjual senjata untuk keperluan tersebut menjadi haram hukumnya.
٥. Menjual Sesuatu yang Tidak Dimiliki
Salah sahi syarat sah jual beli adalah adanya barang yang akan dijual atau dibeli. Dengan demikian, jika ada seseorang ingin membeli suahi barang tertenhi, sedang si penjual tidak memiliki barang tersebut, lalu keduanya 'sepakat menentilkan suatil harga, liaik cash ataupun tempo, namun barang tersebut masih belum ada, baru setelah itil si penjual pergi mencari barang yang dimaksudkan, jual beli terse- but batal alias rusak.
Sebagai ilustrasi, seseorang menemui seorang pe- bisnis mencari barang tertentu, namun pebisnis ini tidak memiliki barang tersebut. Namun ia sehlju unhik membuat kontrak penjualan barang tersebut dan menyepakati harga untuk saat itu atau di masa depan. Padahal saat itu barang tersebut tidak dimi- liki oleh pebisnis tersebut. Sang pebisnis membeli barang dimaksud dari tempat lain dan menyerah- kannya kepada pembeli setelah mereka menyepa- kati harga dan membuat kontrak, dan menyepakati nilainya untuk saat ini dan yang akan datang. Jenis tiansaksi semacam ini adalah haram. Mengapa? Karena menjual sesuatir yang tidak dimilikinya dan menjualnya sebelum ia memiliki barang tersebut. Rasulullah saw., melarang kita melakukan hal itil, sebagaimana ketika Hakam bin Hazam datang ke- pada beliau dan berkata: "Ya Rasulullah, bagaimana jika seseorang datang kepadaku dan ingin membeli sesua- tu yang tidak ada padaku? Kemudian saya pergi ke pasar dan membeli untuknya? Nabi bersabda, 'Jangan menjual sesuatu yang tidak engkau miliki.'" p،. Hud, Tirmidzi, An-Nasa'i, dan Ibnu Majah)
7. Jual Beli Inah
Yang dimaksud jual beli 'inah (bai'ul 'inah) adalah menjual sesuatu barang kepada orang lain dengan sistem tempo, kemudian setelah beberapa saat barang tersebut kita beli lagi dengan cash, namun dengan harga yang lebih murah daripada harga pertama waktu kita jual. Ini termasuk katagori riba, sedang barang dagangan di sini hanya sebagai wa- silah/perantara. Hendaknya orang yang membeli barang tersebut menjualnya kepada orang lain, bu- kan kepada kita.
Sebagai ilustrasi, seorang menjual barang seharga Rp40.00٥ dengan cara kredit. Setelah dijual, kemudi- an barang tersebut dibelinya kembali dengan harga lebih rendah yaitu Rp35.000 kontan. Adapun harga Rp40.0٥0 tetap dalam hitungan utang si pembeli sampai batas waktu yang telah ditentukan. Ini ada- lah perbuatan yang diharamkan karena termasuk benhrk tipu daya yang bisa mengantarkan kepada riba, ^olah-olah dia menjual dirham yang dikredit- kan dengan dirham yang kontan bersamaan dengan adanya perbedaan (perselisihan). Sedangkan harga barang itu hanya sekadar tipu muslihat saja Qiilah), padahal intinya adalah riba.
Mengenai hal itil. Nabi Muhammad saw., bersabda, "jika kalian telah berjnal-beli dengan cara 'inah dan te- lah sibuk dengan ekor-ekor sapi (sibuk dengan bercocok tanamj, sehingga kalian meninggalkan jihad, Allah akan timpakan kepada kalian kehinaan, sampai kalian kembali kepada agama kalian." iji AkDaudj
8. Jua. Beli Najasy
Yang dimaksud bai'un najasy di sini adalah si pen- jual menawarkan barang kepada pembeli dan ter- jadi tawar-menawar, tiba-tiba datang orang lain menawar dengan harga yang lebih tinggi, padahal ia tidak ingin membelinya, namun hanya sekadar menaikkan harga. Biasanya sudah ada kesepakatan antara penjual dan pihak ketiga tersebut. Berdagang seperti ini termasuk jenis penipuan, termasuk juga penjual yang mengatakan, "Si fulan telah membeli- nya dengan harga sekian," atau "Tempo hari Aku lepas dengan harga sekian," padahal sebenarnya tidak. Ini berarti si penjual telah berbohong.
Siapa pun yang menawar suatu barang yang tidak ingin dibelinya namun hanya ingin menaikkan har- ganya bagi para konsumen, orang tersebut adalah najash. Terlepas ia melakukan atas kehendak sendiri atau ada kesepakatan dengan penjualnya, ia telah menentang larangan Rasulullah. Melakukannya adalah haram, sebagaimana sabda beliau, "Jangan- lah kalian melakukan najash satu sama lain."
^seorang yang tidak memiliki keinginan atau mem- butilhkan sesuatil barang, dia tidak boleh ikut serta dalam pelelangan dan tidak mengajukan penawar- an. Sebaliknya ia harus meninggalkan konsumen yang benar-benar menginginkan barang tersebut, untiik saling tawar satil dengan lainnya. Mungkin orang tersebut ingin menolong penjual dan simpati kepada penjual membuahnya berlaku begitil. Ia me- nawar harga barang untilk menolong penjual. Bisa juga penjual berkomplot dengan beberapa orang anggotanya untilk menarik perhatian pengunjung. Perbuatan ini dipandang sebagai najash dan hukum- nya haram karena menipu orang dengan cara men- dapatkan uang dengan tidak adil.
Beberapa ahli Fiqih telah menetapkan bahwa yang termasuk dalam najasy adalah ketika seorang penju- al mengatakan kepada konsumennya, "Saya membeli barang ini dengan harga demikian," berbohong menge- nai harga yang telah dinaikkan. Atau penjual ber- Yafo, " Saya diberikan barang ini dengan harga sekian," atau dia berkata, "Saya menerimanya seharga sekian," berbohong mengenai harga.
Dia hanya ingin menipu konsumennya unhrk me- nawar dengan harga yang lebih tinggi dari yang diperkirakan atau harga palsu. Ini juga merupa- kan bentilk najasy yang dilarang Rasulullah. Jadi apa yang menjadi kewajiban bagi penjual ialah dia memberitahukan kebenaran jika pembeli bertanya dengan berapa harga dia mendapatkan untirk ba- rang tersebut. Dia harus mengatakan yang sebenar- nya, dan tidak berbohong mengenai harga. Termasuk juga dalam jual beli najasy adalah jika orang-orang di pasar atau para pemilik toko sepakat untilk tidak saling menawar suatil barang dengan tiljuan untilk memaksa pemilik menjual dengan harga lebih rendah. Dengan begitil mereka semua berpartisipasi dalam perbuatan haram tersebut yang termasuk dalam bentilk najasy. Hal ini juga dilarang dalam Islam karena telah mengambil uang seseorang secara tidak adil.
9. Jual Beli Aynah
Jual beli 'aynah hampir mirip dengan jual beli 'inah, namun dalam praktiknya berbeda. Misalnya, sebuah barang dijual kepada sesorang dengan pembayaran ditang^ihkan (yakni harga yang lebih tinggi akan dibayar di kemudian hari pada waktil yang ditentil- kan). Selanjutnya barang tersebut dibeli kembali dari pembeli dengan harga yang berlaku saat itu, kurang dari harga yang ditangguhkan yang diberikan kepa- danya. Jika pembayaran harga hmda tersebut jatuh tempo, ia membayar utan^ya secara penuh.
Aynah berasal dari kata "ayn" yang artinya "sama" karena barang yang sama yang telah dijual kembali kepad.a pemiliknya. Hal ini haram karena menipu seseorang dengan bunga (riba).
Sama seperti ketika kita menjual dengan kurs dolar dengan harga yang berlaku pada saat itil dengan penangguhan harga (akan diberikan kemudian), yang lebih banyak dari nilai sebelumnya. Kita hanya menggunakan barang tersebut sebagai alat untilk mendapatkan bunga.
Islam melarang jual beli aynah karena di dalamnya terdapat unsur riba dan penipuan. Mengenai hal ini, Rasulullah saw., bersabda, "Jika kamu berjual-beli dengan 'aynah, Ahah akan menurunkan kehinaan untuk- mu. Dia tidak akan menghilangkannya darimu sampai kamu kembali kepada agamamu." (HR. Abu Daud)
Merusak Transaksi Dagang Sesama Muslim
Nafsu duniawi terkadang menutiip mata hati ma- nusia untirk berbuat dosa denri nafsu serakah yang menggoda imannya. Misalnya, jika ada calon pe- langgan yang ingin membeli suahi produk kepada salah satir pedagang, lalu keduanya menentilkan khiyar (masa tiansaksi) dua atau tiga hari. Pedagang yang lain tidak boleh ikut campur di sitil dan me- ftakarv, ")anganbeli sama dia, namun beli saja sama saya, barangnya sama bahkan lebih bagus dan harganya saya beri lebih murah." Akibat perbuatan itu bisa saja membuat calon pelanggan berpindah ke lain hati se- hingga jadi membeli produk dagangannya, namun perbuatan tersebut tentil saja merugikan pedagang lainnya. Artinya ia mengambil keuntimgan di balik kerugian orang lain.
Pembeli juga tidak boleh membeli barang yang sedang ditawar orang lain, dan mengatakan akan membelinya dengan harga yang lebih tinggi. Perbu- atan tersebut dapat membuat sakit hati dan kecewa calon pembeli lain yang sedang berusaha menawar barang tersebut.
Islam melarang umatnya untilk memsak transaksi jual beli yang sedang dilakukan orang lain, sebab hal ini dapat menimbulkan permusuhan antara sesama
pedagang atau pembeli. Mengenai hal ini, Rasulul- lah saw., bersabda, "Tidak halal bagi seorang muslim mengkhitbah seseorang yang telah dikhitbah saudaranya, dan tidak Halal bagi muslim menawar barang dagangan yang telah ditawar saudaranya." (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)
B. Jenis-Jenis Malapraktik Bisnis
1. Riba
Riba secara bahasa berarti menambahkan atau me- naikkan. Sementara dalam pengertian istilah riba berarti tambahan yang bernilai tetap. Contohnya adalah seorang pengutang yang dikenai kadar bu- nga tetap (contoh 5% atau 7% dari ؛umlah utang) oleh penrberi utang berdasarkan tempo pinjaman itil sampai lunas. Mengembalikan uang yang di- pinjam dengan junrlah lebih banyak juga termasuk riba. Hakikat riba adalah mengambil keuntungan di tengah kesulitan orang lain. Allah dan Rasul-Nya melarang keras umat Islam untilk melakukan prak- tik riba dalam berbisnis.
Pelarangan riba ditegaskan Allah dalam firman- "Hai orang-orang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut)
jika kamu benar-benar orang beriman." (QS. Al-Baqa- rah: 278)
Rasulullah saw., juga bersabda, "Riba mempunyai 72 pinta. Dosa riba yang pating ringan seperti seorang laki- laki berzinadengan ibanya." p،.Udvi١١ Dalam praktiknya riba bermacam-macam dan bisa terjadi dalam beberapa tiansaksi. Untilk mempeije- las pembahasan riba perlu disebutkan secara detail tentang pembagian riba serta masalah-masalah yang terkait disertai perbedaan pendapat para ula- ma tentang masalah ini. a. Riba Dain
Riba ini disebut juga ribajahiliah, sebab riba jenis ini- lah yg te^adi pada zaman jahiliah. Riba jenis ini ada dua bentirk, yaitil:
1) Penambahan harta sebagai denda dari penambahan tempo
Contoh: Si A berutang sebesar Rpl juta kepada si B dalam tempo 1 bulan. Ketika jatilh tempo si B berkata: "Bayar utangmu!"
Si A menjawab: “Aku tidak punya uang. Beri saya tempo 1 bulan lagi dan atang saya menjadi Rp 1.100.000."
Demikian seterusnya. Sistem ini disebut dengan riba mudha'afah. Allab Swt., melarang praktik ini sebagaimana firman-Nya: "Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu memakan riba dengan berli- pat ganda.”
2) Pinjaman dengan bunga yang dipersyaratkan di awal akad
Contoh: Si A hendak berutang kepada si B, maka si B berkata di awal akad: "Saya utangi kamu Rpl juta dengan tempo satu bulan dengan pembayaran Rpl.lOO.000."
Riba jahiliah jenis ini adalah riba yang paling be- sar dosa dan sangat tampak kerusakannya. Riba jenis ini sering tejjadi pada bank-bank dengan sistem konvensional yang terkenal di kalangan masyarakat dengan istilah "menganakkan uang". Praktik ini dilarang dalam Islam seperti disebut- kan oleh hadis Rasulullah yang bersumber dari Ali bin Abi Thalib ra, "Setiap pinjaman yang mem- bawa keuntungan adalah riba."
3) Mengambil keuntungan dari barang yang digadaikan
Contoh: Si A meminjam uang RplO juta kepada si B dengan menggadaikan sawah seluas 5 hektar.
Lalu B memanfaatkan sawah tersebut dengan mengambil hasilnya sampai A bisa mengemba- likan utan^ya. Tindakan tersebut termasuk riba namun dikecualikan dalam dua hal:
٠ Jika barang yang digadaikan perlu pemeliha- raan atau biaya, barang tersebut bisa diman- faatkan sebagai ganti pembiayaan. Misalnya yang digadaikan adalah seekor sapi dan pi- hak pegadaian harus mengeluarkan biaya untuk pemeliharaan, maka pihak pegadaian boleh memerah susu dari sapi tersebut se- bagai ganti biaya perawatan. Sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari, Rasulullah saw., bersabda, “Kendaraan yang tergadai boleh dinaiki, danhein ■yang tergadai dapat diminum susunya."
٠ Oleh karena tanah sawah yang digadai akan mengalami kerusakan bila tidak ditanami, maka pihak pegadaian bisa melakukan sistem mudharabah syar'i dengan pemilik tanah sesuai kesepakatan yang umum berlaku di kalangan masyarakat setempat tanpa ada rasa sungkan. Misalnya yang biasa berlaku adalah 50%. Bila sawah yang ditanami pihak pegadaian meng- hasilkan, maka pemilik tanah mendapat 50%.
Namun bila si pemilik tanah merasa tidak enak, karena telah diberi pinjaman, lalu dia hanya mengambil 25% saja, ini tidak diperbo- lehkan. b. Riba Fadhl
Riba fadhl adalah riba dalam pembayaran kredit (penangguhan pembayaran) dengan syarat si pu- nya utang harus membayar lebih dari jumlah yang diutangnya. Para ulama berbeda pendapat tentang hukum riba fadhl. Namun mayoritas ulama meman- dang riba fadhl adalah haram sebagaimana hadis Nabi yang berbunyi,"Jangan kamu tukar emas dengan emas, perak dengan perak, melainkan dengan timbangan yang sama nilainya." (HR. Muslim)
3. Riba Nasi'ah
Riba nasi'ah adalah riba yang bertiljuan untiik me- nambahkan atau menaikkan. Riba nasi'ah sering ter- jadi dalampembayarantiinai (bukan kredit).Contoh, A berutang kepada si B sebanyak 10 juta, kemudian si B memberikan utang kepada si A dengan syarat nanti membayarnya sebanyak 11 juta. Kelebihannya yang satil juta itii disebut riba nasi'ah.
Riba ini diistilahkan oleh Ibnul Qayyim dengan ribajali karena jelasnya jumlah penambahan dari sebelum- nya. Rasulullah saw., melarang keras melakukan riba jenis ini karena menzalinri pihak yang membutuhkan atau yang lemah, sebagaimana hadis yang berbunyi: "jauhilah tujuh dosa besar, yaitu syirik, sihir, membunuh tanpahak,memakanriba,meikanhartaanakyatim,lari dari medan perang, dan menuduh perempuan suci berbuat zina tanpa ada bukti/saksi" (HR. Bukhari dan Muslim). Menurut para ulama, yang dimaksud memakan riba pada hadis ini adalah riba nasi'ah.
2. Mengurangi Timbangan atau Takaran Perilaku curang yang sering dilakukan oleh parape- dagang adalah mengurangi timbangan atau takar- an. Banyak cara yang dilakukan oleh para pedagang ini, umumnya dengan cara mengubah pengaturan alat timbangan, sehingga apa pun yang ditimbang akan bertambah berat, dan merugikan pembeli dan menguntungkan dirinya sendiri.
Allah Swt., berfirman, "Kami telah menciptakan langit dan bumi dengan keseimbangan, janganlah mengurangi timbangan tadi." Bagi Al-Qur'an, curang dalam hal timbangan saja sudah dianggap sama dengan meru- sak keseimbangan tatanan kosmis.
Dalam perdagangan, timbangan yang benar dan tepat harus benar-benar diutamakan. Perhatikanlah firman Allah Swt., "Celakalah bagi orang yang curang, yaitu orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi: (QS. 83:112)
3. Judi
Sebelum Islam datang, judi adalah jenis permainan yang sangat terkenal di zaman jahiliah. Ketika itil orang-orang Arab senang berkumpul untuk ber- senang-senang, bercanda, serta mencari perhatian dan pujian. Mereka menciptakan permainan yang dinamakan maisir, yaitil sejenis permainan dengan memakai sepuluh anak panah yang berfimgsi seba- gai dadu. Setiap dadu tertillis bagian tertentir yang sudah dikenal oleh mereka, kecuali tiga buah dadu yang kosong dan tidak ada bagiannya, sebagaimana dilakukan di zaman sekarang.
Selanjutaya orang-orang Arab itu menyembelih unta dan memotong-motongnya menjadi banyak sesuai dengan ba^an yang tertera dalam dadu. Dadu-dadu tersebut lalu dimasukkan ke dalam sebuah tempat, kemudian diaduk oleh seseorang yang sudah diper-
caya keadilannya. Orang ini lantas menyebut nama para pemain sambil mengeluarkan dadu-dadu dari tempataya. Jika dadu yang keluar berisi bagian ter- tentil, orang yang dipanggil namanya boleh meng- ambil bagiannya. Adapun jika ia memperoleh dadu yang kosong, ia tidak boleh mengambil apa pun. Bahkan ia diharuskan membayar harga unta yang disembelih tadi.
Siapa saja yang memperoleh kemenangan dalam permainan ini tidak mau memanfaatkan hasilnya atau memakannya tetapi diberikan kepada kaum fakir miskin. Ini merupakan salah satir cara untuk mendapatkan pujian dan sanjungan di samping se- buah penampilan yang menunjukkan kedermawan- an seseorang.
Demikianlahmenurutkepercayaanmereka. Kadang- kadang dalam satil arena permainan, seseorang bisa memperoleh bagian yang banyak, kemudian diba- gikan kepada kaum fakir miskin dan mereka yang membutirhkan. Tapi, semua itir dilakukan agar agar mereka mendapat pujian dan sanjungan. Demikian- lah kisah mula permainan maisir di zaman Jahiliah.
Tentu saja. Islam dengan tegas melarang permainan ini dan mencapnya sebagai perbuatan najis yang ha- nya dilakukan oleh setan. Kemudian menghukum orang-orang yang terlibat di dalam permainan ini, walaupun hanya sekadar iseng, atau hanya me- nyaksikan permainan ini, sebagai orang-orang yang terbuat haram dan dosa besar.
Adapun unsur-unsur perbuatan yang bisa dikate- gorikan perjudian sekurang-kurangnya ada lima:
1) Al-Gharar (penipuan) yaihi permainan yang dimaksudkan unhik mencari keunhmgan sebe- sar-besamya dengan cara menipu konsumen. Namun unhik menuhipi penipuan tersebut di- buatlah semacam kompensasi, seperti hadiah atau bonus.
2) Merugikan orang lain atau merugikan konsu- men.
3) Mengundi nasib, yaitu konsumen akan berharap- harap cemas memperoleh hadiah besar dengan cara mudah.
4) Membuat angan-angan kosong, yaitil konsumen dengan sendirinya akan berharap dapat hadiah, seperti mobil, motor, barang elektronika lainnya hanya dengan modal sangat kecil.
5) Malas beke^a, permainan itil membuat masya- rakat malas bekeija keras, karena untilk menda- patkan hadiah tersebut cukup menunggu peng- umuman.
Allah Swt., telah memperingatkan dengan tegas mengenai bahaya judi dalam Al-Qur'an surah Al- Ma-idah ayat 90-91 yang artinya, "Hai orang-orang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, men- gundi nasib dengan anak panah, dan berkorban untuk berhala adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan itu agar kamu berun- tung. Sesungguhnya setan hanya bermaksud menimbul- kan permusuhan dan kebencian di antara kamu melalui minuman keras dan judi serta menghalangi kamu dari mengingat Allah dan mendirikan shalat, maka apakah kamu tidak mau berhenti?" (QS. Al-Ma-idah 90-91). Jangankan bermain judi, merencanakan untilk ber- judi pun sangat dilarang oleh Islam. Nabi Muham- mad saw., bersabda, "Barangsiapa berkata kepada rekannya mari bermain judi, hendaklah ia bersedekah." Artinya, barangsiapa yang berencana mau beijudi, hendaklah ia bertobat dengan mengeluarkan se- dekah sebagai gantinya.
Banyak bentuk-bentuk perjudian yang dikemas de- ngan cara dan model bermacam-macam sehingga memberi kesan bahwa hal ihi bukan pe^udian. Se- kalipun hiburan dan permainan itu dibolehkan oleh Islam tetapi ia juga mengharamkan tiap permainan yang dicampuri pe^udian yaihi permainan yang tidak luput dari untimg-rugi yang dialami oleh si pemain. Di balik pelarangan judi di dalam Islam ini terkandung suatil hikmah dan tiljuan yang tinggi sekali nilainya, di antaranya:
1. Hendaknya seorang muslim mengikuti sunna- tullah dalam bekerja mencari uang, sedangkan perbuatan judi dapat menjadikan manusia ha- nya bergantimg pada pembagian, sedekah dan angan-angan kosong, bukan bergantimg pada usaha, aktivitas dan menghargai cara-cara yang telah ditentukan Allah.
2. Islam menjadikan harta manusia sebagai barang berharga yang dilindungi. Oleh karena itu, tidak boleh diambil begitil saja, kecuali dengan cara tilkar-menukar sebagai yang telah disyariatkan, atau dengan jalan hibah dan sedekah. Adapun mengambilnya dengan jalan judi, adalah terma- suk makan harta orang lain dengan cara yang batil.
3. Perjudian dapat menimbulkan permusuhan dan pertentangan antara pemain-pemain itil sendhi, walaupim dari mulutnya mereka telah saling merelakan. Sebab bagaimanapun akan selalu ada pihak yang menang dan yang kalah, yang di- rampas dan yang merampas. Sedang yang kalah apabila diam, maka diamnya itil penuh keben- cian dan mendongkol. Dia marah karena angan- angannya tidak dapat tercapai.
4. Judi bisa membuat pelakunya ketagihan untilk melakukan perbuatannya kembali. Orang yang kalah judi dan rugi akan mendorong dirinya mengilangi lagi, barangkali dengan ulangan yang kedua itu dapat menutiip kerugiannya yang pertama, ^dang yang menang karena di- dorong oleh lezatnya menang maka ia tertarik untuk mengulangi lagi. Begitulah berkaitiiya pu- taran dalam permainan judi, sehingga hamph kedua putaran ini tidak pernah berpisah. Inilah penyebab terjadinya pertiimpahan darah antara pemain-pemain judi.
4. Penipuan
Menipu adalah salah satil perbuatan tercela. Bisnis yang penuh dengan tipu daya akan merugikan banyak pihak. Islam dengan tegas melarang perbuat- an tersebut dan menganjurkan agar semua transaksi bisnis dilakukan secara jujur, transparan dengan iktikad baik dari kedua belah pihak. Seperti salah satil perintah Nabi Muhammad saw., "Katakanlah kepada pihak .yang engkau ajakberjuahbeli, tidak boleh menipu."
Praktik bisnis yang culas lainnya yang masuk ka- tegori penipuan adalah dengan bersumpah palsu. Salah satu contohnya, misalnya saja seorang peda- gang menjual barang berkualitas buruk, lalu untilk meyakinkan konsumen kalau barang tersebut tidak buruk, ia melakukan sumpah palsu dengan menga- takan, "Demi AU, barang yang saya jual ini kualitas terbaik. Silakan Anda membelinya, saya jamin Anda akan puasa." Akhirnya konsumen membeli barang buruk tersebut karena merasa yakin atas perkataan penjualnya. Akibatnya tentil saja merugikan pem- beli. Nabi Muhammad saw., bersabda, "Berhati-ha- tilah pada sumpah yang berlebihan. Meskipun itu akan meningkatkan penjualan, tetapi akan menghilangkan keberkahan."
Sumpah palsu bisa menyebabkan hilangnya rahmat Allah dalam setiap usaha atau bisnis yang kita la- kukan. Dalam sebuah hadis riwayat Bukhari, Nabi
Muhammad bersabda, "Sumpah yang dibuat seorang penjual mungkin akan membuat seseorang pembeli mem- beli barangnya, namunhal itu akan menghilangkan rah- mat Allah."
Salah sahi contoh lainnya dalam praktik penipuan adalah dengan menjual bar angyangcacattetapi pen- jual tidak menrberitahukan hal itii kepada pembeli- nya. Biasanya pedagang nakal mempraktikkannya dengan cara meletakkan makanan atau buah-buah- an yang masih bagus di bagian atas sebagai penarik dan menyimpan barang yang cacat atau buruk pada bagian bawahnya. Rasulullah saw., bersabda, "Tidak dihalalkan bagi seorang muslim menjual barang dalam keadaan cacat, kecuali ia memberitahukannya."
Praktik penawaran yang rentan terhadap penipu- an adalah iklan. Pengusaha banyak mengeluarkan anggaran untirk mempromosikan produknya agar pembeli tertarik membeli produknya. Selama cara berpromosi dilakukan dengan cara yang jujur dan benar menurut ketentiran Islam, tidak mengandung unsur tipuan, tentii hal tersebut sah-sah saja dila- kukan oleh para pengusaha. Islam hanya melarang iklan yang menipu konsumen dengan fakta yang menyimpang, seperti kualitas produk yang tidak sesuai dengan bunyi iklannya. Praktik semacam ini jelas sangat merugikan dan mengecewakan konsu- men karena hak-haknya telah dilanggar. Allah Swt., beriirman, "Dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlahkamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan." (QS. Hud: 85)
5. Penimbunan
Islam mengajak kepada para hartawan unhik me- ngembangkan harta mereka dan menginvestasikan- nya. Islam tidak menganjurkan mereka menyimpan hartanya dan tidak memtiingsikannya.
Seorang pemilik lahan kosong dilarang menelan- tarkan tanahnya dengan alasan ia membiarkannya sebagai investasi saja. Apabila ada masyarakat yang bersedia menggarapnya, pemilik lahan seharusnya membiarkan tanah tersebut digunakan sebagai la- han pertanian sehingga bisa bermanfaat, baik bagi pengelolanya maupun bagi pemiliknya.
Al-Qur'an memberi peringatan kepada orang- orang yang menyimpan harta dan yang bersikap mementingkan dirinya sendiri dengan ancaman yang berat. Allah Swt., berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebagian besar dari orang- orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar
MUHAMMAD SEBAGAI BISNISMAN ULUNG
memakan harta orang dengan jalan yang batil dan mere- ka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang ١,ang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, ؟ada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka )ahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (]alu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpanuntuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu."
Islam memberikan batasan kepada pemilik harta dalam mengembangkan harta yang dimilikinya dengan cara-cara yang benar (syar'i) dan tidak ber- tentangan dengan akhlak, norma dan nilai-nilai ke- muliaan.
Dalam teori materialistis, pihak pemodal itil bebas mengembangkan hartanya sesuka hatinya. Cara seperti ini pernah diyakini oleh kaum Syu'aib da- hulu, bahwa mereka bebas untilk mempergunakan harta mereka sesuai dengan keinginan mereka. Al- Qur'an mengungkapkan hal itil sebagai berikut: "Hai SyUaib, apakah agamamu yaug menyuruh kamu agar kami meninggalkan apa yang disembah oleh bapak- bapak kami atau melarang kami memperbuat apa yang
kami kehendaki tentang harta kami. Sesungguhnyakamu adalah orang yang sangat penyantun lagi berakal!’ Karena itulah Islam mengharamkan cara-cara ber- ikut ini dalam mengembangkan harta dengan cara ihtikar (menimbun di saat orang membutuhkan). Rasulullah bersabda, "Barangsiapa yang menimbun wakanan selama empat puluh hari, maka ia telah terlepas dari Allah dan Allah pun terlepas daripadanya," Ancaman datang karena orang yang menyimpan itu ingin membangun dirinya di atas penderitaan orang lain, dan tidak peduli apakah manusia kela- paran atau telanjang, yang penting dia mendapat- kan keuntimgan yang sebesar-besarnya. Semakin masyarakat memerlukan barang itil semakin dia menyembunyikannya, dan semakin senang dengan naiknya harga barang tersebut.
٥. Markup, Mafia, dan KKN Salah satil prinsip dasar yang harus dipenuhi oleh umat Islam dalam menjalankan kehidupan terma- suk bisnis adalah sikap adil. Keadilan dapat menim- bulkan iklim yang sehat dalam berbisnis sehingga bisa terbebas dari praktik kotor seperti mark up harga, mafia, dan KKN (Kolusi, Korupsi, dan Nepo- tisme). Islam sangat membenci perbuatan curang.
tidak fair dan kotor dalam berbisnis. Firman Allah dengan tegas mengatakan, "Berusahalah secara adil dan kamu tidak boleh bertindak dengan tidak add." VQS• Al-Baqarah: 279)
Berbagai cara ditempuh oleh sebagian pengusaha dalam mendapatkan tender proyek, di antaranya pelakukan praktik uang pelicin (suap) kepada pihak tertenhi. Suap ini berhrjuan agar pihak tertenhi ter- sebut bersedia mengondisikan agar memenangkan pemsahaannya dalam tender proyek secara tidak fair. Tentu saja pengusaha yang mendapat perlaku- an "istimewa" tersebut akhirnya dapat memenang- kan proyek secara tidak wajar. Hal semacam ini jelas-jelas harus dihindari oleh pengusaha muslim karena perbuatan ini dilaknat Allah.
Praktik suap telah mengajarkan hal negatif dalam berbisnis dan menyuburkan ketidakjujuran lainnya, seperti KKN. Adanya suap telah menciptakan iklim tidak kondusif di antara sesama pengusaha. Mereka akan saling berebut pengaruh dengan cara-cara yang tidak fair juga. Mereka saling berlomba menyuap pihak yang terlibat dalam kepanitiaan proyek un- hrk menyuap sebesar-besarnya. Akibataya, jika pun mereka menang proyek, mereka akan mengurangi kualitas proyek demi mengejar keunhmgan. Jika tidak dikurangi kualitasnya mana mungkin peng- usaha tersebut mendapat untung, karena ia sudah mengeluarkan sejumlah uang kepada pihak yang memberikan dia proyek. Jadi kita tidak usah kaget kalau muhr yang dihasilkan dari proyek tersebut sangat buruk sehingga cepat rusak dan mubazir. Perbuatan suap dalam bisnis kalau dibiarkan akan berbahaya dan bisa menghancurkan sistem sosial, karena melanggengkan sikap tanpa etika dalam terbisnis. Akhirnya siapa saja yang memiliki modal dan dana yang besarlah yang selalu menang, dan pengusaha kecil akan semakin terpuruk karena ka- lah dalam persaingan yang tidak adil. Hukum rim- balah yang berlaku kemudian.
Oleh karena ihr. Islam melarang praktik suap atau KKN. Sbagaimana sabda Rasulullah saw., "Ora؟ ■yang menyuap dan disuap sama-sama berada dalam ne- raka" (HR. Al-Bazzar dan At-Thabrani). Dalm hadis yang lain dikatakan, "Allah melaknat orang yang me- nyuap dan penerima suap." p]iMs،:١si\v١
7. Monopoli dan .Hgopoli
Persoalan monopoli sesungguhnya merupakan per- soalan yang sangat menarik untuk dibahas. Bahkan permasalahan ini telah mendapat perhatian yang
sangat serius dari ajaran Islam, sebagaimana yang dinyatakan oleh Allah Swt., “...agar harta itu jangan hanya berputar di kalangan orang-orang kaya di antara kamu sekalian..." (QS. Al-Hasyr: 7)
Selain riba, monopoli adalah komponen utama yang akan membuat kekayaan terkonsentiasi di tangan segelintir kelompok, sehingga menciptakan kesen- jangan sosial dan ekonomi.
Para ulama terkemuka abad pertengahan pun, se- perti Ibn Taimiyyah, Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah, dan I Khaldun, telah pula melakukan kajian yang mendalam tentang praktik monopoli. IbnTaimiyy ah misalnya, dalam kitabnya Al-HisbahfU Islam menya- takan bahwa ajaran Islam sangat mendorong kebe- basan untilk melakukan aktivitas ekonomi sepan- jang tidak bertentangan dengan atiiran agama. Kepemilikan dan penguasaan aset kekayaan di ta- ngan individu adalah sesuatil yang diperbolehkan dalam Islam. Namun demikian, ketika kebebasan tersebut dimanfaatkan untilk menciptakan praktik- praktik monopolistik yang merugikan, adalah tilgas dan kewajiban negara untilk melakukan intervensi dan koreksi.
Negara bertanggung jawab penuh unbik mencip- tekan keadilan ekonomi, dengan memberikan ke- sempatan kepada setiap individu untilk berpartisi- pasi dalam kegiatan tersebut. Beliau menekankan pentin^ya keberadaan lembaga al-Hisbah sebagai organisasi negara yang bertilgas memonitor pasar, mengawasi kondisi perekonomian, dan sekaligus mengambil tindakan jika tejjadi ketidakseimbangan pasar akibat monopoli dan praktik-praktik lain yang tidak sesuai dengan syariat Islam. Pendapat senada juga diungkapkan oleh Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah dalam kitabnya At-Turuk al-Hukmiyyak Amentara itil, Ibn Khaldun dalam Kitab al-Muqad- dimah juga menyatakan pentin^ya peran negara dalam menciptakan keadilan ekonomi dan kese- imbangan pasar. Ia menegaskan bahwa pajak (dan juga denda) adalah instiumen yang dapat diguna- kan oleh negara untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, sekaligus untilk mengeliminasi praktik kecurangan yang terjadi di pasar, termasuk praktik monopoli yang dilakukan oleh segelintir pebisnis. Namun demikian, ajaran Islam membolehkan prak- tik monopoli yang dilakukan oleh negara, dengan syarat hanya terbatas pada bidang-bidang strategis yang menguasai hajat hidup orang banyak. Dalam
MUHAMMAD SEBAGAI BISNISMAN ULUNG
sebuah hadis, Rasulullah saw., bersabda, "manusia berserikat dalam tiga hal: air, api, dan padang rumput."
8. Rekayasa Harga
Rasulullah saw., menyatakan bahwa harga di pasar ditentukan oleh Allah. Ini berarti bahwa harga di pasar tidak boleh diintervensi oleh siapa pun. Anas ra., meriwayatkan bahwa di Madinah pernah te؛adi kenaikan harga-harga barang, kemudian para saha- bat meminta kepada Rasulullah agar menetapkan harga, namun beliau menolaknya karena harga ba- rang di pasar ditentilkan oleh Allah.
Anas meriwayatkan bahwa harga melambung pada masa Rasulullah saw. Masyarakat kemudian meng- ajukan usulan kepada Rasulullah "Ya Rasulullah tolongli Engkau menetapkan harga." Rasulullalr men- jawab, "Sesungguhnya Allah-lah yang menentukan har- ga, yang menahan, melapangkan, dan memberikan rezeki. Sangat aku harapkan bahwa keM aku menemui Allah dalam keadaan tidak seorangpun dari kamu menuntutku tentang kealiman dalam darah maupun harta."
Dalam hadis tersebut Rasulullah tidak menentukan harga. Hal ini menunjukkan bahwa ketentiian harga diserahkan kepada mekanisme pasar. Hal ini dapat dilakukan ketika pasar dalam keadaan normal, teta-
pi apabila tidak dalam keadaan sehat yakni terjadi kezaliman, seperti adanya kasus penimbunan, riba, dan penipuan, pemerintah dapat bertindak untilk menentilkan harga pada tingkat yang adil, sehingga tidak ada pihak yang dirugikan. Dengan demikian, pemerintah hanya memiliki wewenang untilk me- netapkan harga apabila teijadi praktik kezaliman di pasar.
Rekayasa harga dapat te^adi ketika ada seseorang yang menjadi penghubung (makelar) dengan pe- dagang yang dari pedesaan, kemudian membeli dagangan sebelum masuk pasar dengan harga yang lebih, karena para pedagang desa belum tahu harga di pasar yang sebenarnya.
Kemudian pedagang penghubung tadi menjualnya di kota dengan mengambil keuntiingan besar yang diperoleh dari pembelian mereka terhadap pedagang pedesaan. Praktik seperti ini dilarang oleh Rasulul- lah karena dapat menimbulkan penyesalan terhadap pedagang pedesaan tersebut. Rasulullah bersabda, "Tidak boleh seseorang mencegat kaplah dari padang pa- sir di tengah jalan untuk membeli barang-barang mereka dengan niat membiarkan mereka tidak mengetahui harga pasar. Seorang penduduk kota tidak diperbolehkan menju- al barang-barang orang padang pasir."
MUHAMMAD SEBAGAI BISNISMAN ULUNG
^lain itil beliau melarang perbuatan najasy yaitil persekongkolan antara seorang pedagang dan orang lain dengan berpura-pura menawar suatil barang lebih tinggi dari harga sebenarnya dengan maksud agar calon pemteli yang sebenarnya terkecoh dan timbul semangataya untuk membeli dengan harga tersebut
Jika penjual mengetahui bahwa pembeli akan meng- gunakan produk yang dijualnya untilk suatil perbu- atan yang dilarang oleh agama, maka ia harus mem- batalkan transaksi tersebut. Hal ini karena dengan menjualnya berarti penjual tersebut telah berbuat dosa karena ikut membantil pembelinya melakukan kemaksiatan. Allah berfirman dalam surah Al-Ma- idah ayat 2: "Dan tolong-menolonglé kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan ؛angan totong- menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran." (QS. Al-Ma-idah:2)
Misalnya, seseorang membeli anggur atau kurma dengan tujuan untuk membuatminuman keras, atau dia membeli pisau dengan tujuan unhik membunuh orang lain. Setiap orang yang terlibat dalam proses kemaksiatan ini dibenci oleh Allah, termasuk menju- al barang tersebut. Benda apa pun yang kondisinya sebenarnya benda halal, misalnya sebuah senjata milik kita yang dibeli secara halal, namun jika kita menjualnya kepada orang yang kita ketahui akan melakukan perampokan atau pembunuhan, maka menjual senjata untuk keperluan tersebut menjadi haram hukumnya.
٥. Menjual Sesuatu yang Tidak Dimiliki
Salah sahi syarat sah jual beli adalah adanya barang yang akan dijual atau dibeli. Dengan demikian, jika ada seseorang ingin membeli suahi barang tertenhi, sedang si penjual tidak memiliki barang tersebut, lalu keduanya 'sepakat menentilkan suatil harga, liaik cash ataupun tempo, namun barang tersebut masih belum ada, baru setelah itil si penjual pergi mencari barang yang dimaksudkan, jual beli terse- but batal alias rusak.
Sebagai ilustrasi, seseorang menemui seorang pe- bisnis mencari barang tertentu, namun pebisnis ini tidak memiliki barang tersebut. Namun ia sehlju unhik membuat kontrak penjualan barang tersebut dan menyepakati harga untuk saat itu atau di masa depan. Padahal saat itu barang tersebut tidak dimi- liki oleh pebisnis tersebut. Sang pebisnis membeli barang dimaksud dari tempat lain dan menyerah- kannya kepada pembeli setelah mereka menyepa- kati harga dan membuat kontrak, dan menyepakati nilainya untuk saat ini dan yang akan datang. Jenis tiansaksi semacam ini adalah haram. Mengapa? Karena menjual sesuatir yang tidak dimilikinya dan menjualnya sebelum ia memiliki barang tersebut. Rasulullah saw., melarang kita melakukan hal itil, sebagaimana ketika Hakam bin Hazam datang ke- pada beliau dan berkata: "Ya Rasulullah, bagaimana jika seseorang datang kepadaku dan ingin membeli sesua- tu yang tidak ada padaku? Kemudian saya pergi ke pasar dan membeli untuknya? Nabi bersabda, 'Jangan menjual sesuatu yang tidak engkau miliki.'" p،. Hud, Tirmidzi, An-Nasa'i, dan Ibnu Majah)
7. Jual Beli Inah
Yang dimaksud jual beli 'inah (bai'ul 'inah) adalah menjual sesuatu barang kepada orang lain dengan sistem tempo, kemudian setelah beberapa saat barang tersebut kita beli lagi dengan cash, namun dengan harga yang lebih murah daripada harga pertama waktu kita jual. Ini termasuk katagori riba, sedang barang dagangan di sini hanya sebagai wa- silah/perantara. Hendaknya orang yang membeli barang tersebut menjualnya kepada orang lain, bu- kan kepada kita.
Sebagai ilustrasi, seorang menjual barang seharga Rp40.00٥ dengan cara kredit. Setelah dijual, kemudi- an barang tersebut dibelinya kembali dengan harga lebih rendah yaitu Rp35.000 kontan. Adapun harga Rp40.0٥0 tetap dalam hitungan utang si pembeli sampai batas waktu yang telah ditentukan. Ini ada- lah perbuatan yang diharamkan karena termasuk benhrk tipu daya yang bisa mengantarkan kepada riba, ^olah-olah dia menjual dirham yang dikredit- kan dengan dirham yang kontan bersamaan dengan adanya perbedaan (perselisihan). Sedangkan harga barang itu hanya sekadar tipu muslihat saja Qiilah), padahal intinya adalah riba.
Mengenai hal itil. Nabi Muhammad saw., bersabda, "jika kalian telah berjnal-beli dengan cara 'inah dan te- lah sibuk dengan ekor-ekor sapi (sibuk dengan bercocok tanamj, sehingga kalian meninggalkan jihad, Allah akan timpakan kepada kalian kehinaan, sampai kalian kembali kepada agama kalian." iji AkDaudj
8. Jua. Beli Najasy
Yang dimaksud bai'un najasy di sini adalah si pen- jual menawarkan barang kepada pembeli dan ter- jadi tawar-menawar, tiba-tiba datang orang lain menawar dengan harga yang lebih tinggi, padahal ia tidak ingin membelinya, namun hanya sekadar menaikkan harga. Biasanya sudah ada kesepakatan antara penjual dan pihak ketiga tersebut. Berdagang seperti ini termasuk jenis penipuan, termasuk juga penjual yang mengatakan, "Si fulan telah membeli- nya dengan harga sekian," atau "Tempo hari Aku lepas dengan harga sekian," padahal sebenarnya tidak. Ini berarti si penjual telah berbohong.
Siapa pun yang menawar suatu barang yang tidak ingin dibelinya namun hanya ingin menaikkan har- ganya bagi para konsumen, orang tersebut adalah najash. Terlepas ia melakukan atas kehendak sendiri atau ada kesepakatan dengan penjualnya, ia telah menentang larangan Rasulullah. Melakukannya adalah haram, sebagaimana sabda beliau, "Jangan- lah kalian melakukan najash satu sama lain."
^seorang yang tidak memiliki keinginan atau mem- butilhkan sesuatil barang, dia tidak boleh ikut serta dalam pelelangan dan tidak mengajukan penawar- an. Sebaliknya ia harus meninggalkan konsumen yang benar-benar menginginkan barang tersebut, untiik saling tawar satil dengan lainnya. Mungkin orang tersebut ingin menolong penjual dan simpati kepada penjual membuahnya berlaku begitil. Ia me- nawar harga barang untilk menolong penjual. Bisa juga penjual berkomplot dengan beberapa orang anggotanya untilk menarik perhatian pengunjung. Perbuatan ini dipandang sebagai najash dan hukum- nya haram karena menipu orang dengan cara men- dapatkan uang dengan tidak adil.
Beberapa ahli Fiqih telah menetapkan bahwa yang termasuk dalam najasy adalah ketika seorang penju- al mengatakan kepada konsumennya, "Saya membeli barang ini dengan harga demikian," berbohong menge- nai harga yang telah dinaikkan. Atau penjual ber- Yafo, " Saya diberikan barang ini dengan harga sekian," atau dia berkata, "Saya menerimanya seharga sekian," berbohong mengenai harga.
Dia hanya ingin menipu konsumennya unhrk me- nawar dengan harga yang lebih tinggi dari yang diperkirakan atau harga palsu. Ini juga merupa- kan bentilk najasy yang dilarang Rasulullah. Jadi apa yang menjadi kewajiban bagi penjual ialah dia memberitahukan kebenaran jika pembeli bertanya dengan berapa harga dia mendapatkan untirk ba- rang tersebut. Dia harus mengatakan yang sebenar- nya, dan tidak berbohong mengenai harga. Termasuk juga dalam jual beli najasy adalah jika orang-orang di pasar atau para pemilik toko sepakat untilk tidak saling menawar suatil barang dengan tiljuan untilk memaksa pemilik menjual dengan harga lebih rendah. Dengan begitil mereka semua berpartisipasi dalam perbuatan haram tersebut yang termasuk dalam bentilk najasy. Hal ini juga dilarang dalam Islam karena telah mengambil uang seseorang secara tidak adil.
9. Jual Beli Aynah
Jual beli 'aynah hampir mirip dengan jual beli 'inah, namun dalam praktiknya berbeda. Misalnya, sebuah barang dijual kepada sesorang dengan pembayaran ditang^ihkan (yakni harga yang lebih tinggi akan dibayar di kemudian hari pada waktil yang ditentil- kan). Selanjutnya barang tersebut dibeli kembali dari pembeli dengan harga yang berlaku saat itu, kurang dari harga yang ditangguhkan yang diberikan kepa- danya. Jika pembayaran harga hmda tersebut jatuh tempo, ia membayar utan^ya secara penuh.
Aynah berasal dari kata "ayn" yang artinya "sama" karena barang yang sama yang telah dijual kembali kepad.a pemiliknya. Hal ini haram karena menipu seseorang dengan bunga (riba).
Sama seperti ketika kita menjual dengan kurs dolar dengan harga yang berlaku pada saat itil dengan penangguhan harga (akan diberikan kemudian), yang lebih banyak dari nilai sebelumnya. Kita hanya menggunakan barang tersebut sebagai alat untilk mendapatkan bunga.
Islam melarang jual beli aynah karena di dalamnya terdapat unsur riba dan penipuan. Mengenai hal ini, Rasulullah saw., bersabda, "Jika kamu berjual-beli dengan 'aynah, Ahah akan menurunkan kehinaan untuk- mu. Dia tidak akan menghilangkannya darimu sampai kamu kembali kepada agamamu." (HR. Abu Daud)
Merusak Transaksi Dagang Sesama Muslim
Nafsu duniawi terkadang menutiip mata hati ma- nusia untirk berbuat dosa denri nafsu serakah yang menggoda imannya. Misalnya, jika ada calon pe- langgan yang ingin membeli suahi produk kepada salah satir pedagang, lalu keduanya menentilkan khiyar (masa tiansaksi) dua atau tiga hari. Pedagang yang lain tidak boleh ikut campur di sitil dan me- ftakarv, ")anganbeli sama dia, namun beli saja sama saya, barangnya sama bahkan lebih bagus dan harganya saya beri lebih murah." Akibat perbuatan itu bisa saja membuat calon pelanggan berpindah ke lain hati se- hingga jadi membeli produk dagangannya, namun perbuatan tersebut tentil saja merugikan pedagang lainnya. Artinya ia mengambil keuntimgan di balik kerugian orang lain.
Pembeli juga tidak boleh membeli barang yang sedang ditawar orang lain, dan mengatakan akan membelinya dengan harga yang lebih tinggi. Perbu- atan tersebut dapat membuat sakit hati dan kecewa calon pembeli lain yang sedang berusaha menawar barang tersebut.
Islam melarang umatnya untilk memsak transaksi jual beli yang sedang dilakukan orang lain, sebab hal ini dapat menimbulkan permusuhan antara sesama
pedagang atau pembeli. Mengenai hal ini, Rasulul- lah saw., bersabda, "Tidak halal bagi seorang muslim mengkhitbah seseorang yang telah dikhitbah saudaranya, dan tidak Halal bagi muslim menawar barang dagangan yang telah ditawar saudaranya." (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)
B. Jenis-Jenis Malapraktik Bisnis
1. Riba
Riba secara bahasa berarti menambahkan atau me- naikkan. Sementara dalam pengertian istilah riba berarti tambahan yang bernilai tetap. Contohnya adalah seorang pengutang yang dikenai kadar bu- nga tetap (contoh 5% atau 7% dari ؛umlah utang) oleh penrberi utang berdasarkan tempo pinjaman itil sampai lunas. Mengembalikan uang yang di- pinjam dengan junrlah lebih banyak juga termasuk riba. Hakikat riba adalah mengambil keuntungan di tengah kesulitan orang lain. Allah dan Rasul-Nya melarang keras umat Islam untilk melakukan prak- tik riba dalam berbisnis.
Pelarangan riba ditegaskan Allah dalam firman- "Hai orang-orang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut)
jika kamu benar-benar orang beriman." (QS. Al-Baqa- rah: 278)
Rasulullah saw., juga bersabda, "Riba mempunyai 72 pinta. Dosa riba yang pating ringan seperti seorang laki- laki berzinadengan ibanya." p،.Udvi١١ Dalam praktiknya riba bermacam-macam dan bisa terjadi dalam beberapa tiansaksi. Untilk mempeije- las pembahasan riba perlu disebutkan secara detail tentang pembagian riba serta masalah-masalah yang terkait disertai perbedaan pendapat para ula- ma tentang masalah ini. a. Riba Dain
Riba ini disebut juga ribajahiliah, sebab riba jenis ini- lah yg te^adi pada zaman jahiliah. Riba jenis ini ada dua bentirk, yaitil:
1) Penambahan harta sebagai denda dari penambahan tempo
Contoh: Si A berutang sebesar Rpl juta kepada si B dalam tempo 1 bulan. Ketika jatilh tempo si B berkata: "Bayar utangmu!"
Si A menjawab: “Aku tidak punya uang. Beri saya tempo 1 bulan lagi dan atang saya menjadi Rp 1.100.000."
Demikian seterusnya. Sistem ini disebut dengan riba mudha'afah. Allab Swt., melarang praktik ini sebagaimana firman-Nya: "Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu memakan riba dengan berli- pat ganda.”
2) Pinjaman dengan bunga yang dipersyaratkan di awal akad
Contoh: Si A hendak berutang kepada si B, maka si B berkata di awal akad: "Saya utangi kamu Rpl juta dengan tempo satu bulan dengan pembayaran Rpl.lOO.000."
Riba jahiliah jenis ini adalah riba yang paling be- sar dosa dan sangat tampak kerusakannya. Riba jenis ini sering tejjadi pada bank-bank dengan sistem konvensional yang terkenal di kalangan masyarakat dengan istilah "menganakkan uang". Praktik ini dilarang dalam Islam seperti disebut- kan oleh hadis Rasulullah yang bersumber dari Ali bin Abi Thalib ra, "Setiap pinjaman yang mem- bawa keuntungan adalah riba."
3) Mengambil keuntungan dari barang yang digadaikan
Contoh: Si A meminjam uang RplO juta kepada si B dengan menggadaikan sawah seluas 5 hektar.
Lalu B memanfaatkan sawah tersebut dengan mengambil hasilnya sampai A bisa mengemba- likan utan^ya. Tindakan tersebut termasuk riba namun dikecualikan dalam dua hal:
٠ Jika barang yang digadaikan perlu pemeliha- raan atau biaya, barang tersebut bisa diman- faatkan sebagai ganti pembiayaan. Misalnya yang digadaikan adalah seekor sapi dan pi- hak pegadaian harus mengeluarkan biaya untuk pemeliharaan, maka pihak pegadaian boleh memerah susu dari sapi tersebut se- bagai ganti biaya perawatan. Sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari, Rasulullah saw., bersabda, “Kendaraan yang tergadai boleh dinaiki, danhein ■yang tergadai dapat diminum susunya."
٠ Oleh karena tanah sawah yang digadai akan mengalami kerusakan bila tidak ditanami, maka pihak pegadaian bisa melakukan sistem mudharabah syar'i dengan pemilik tanah sesuai kesepakatan yang umum berlaku di kalangan masyarakat setempat tanpa ada rasa sungkan. Misalnya yang biasa berlaku adalah 50%. Bila sawah yang ditanami pihak pegadaian meng- hasilkan, maka pemilik tanah mendapat 50%.
Namun bila si pemilik tanah merasa tidak enak, karena telah diberi pinjaman, lalu dia hanya mengambil 25% saja, ini tidak diperbo- lehkan. b. Riba Fadhl
Riba fadhl adalah riba dalam pembayaran kredit (penangguhan pembayaran) dengan syarat si pu- nya utang harus membayar lebih dari jumlah yang diutangnya. Para ulama berbeda pendapat tentang hukum riba fadhl. Namun mayoritas ulama meman- dang riba fadhl adalah haram sebagaimana hadis Nabi yang berbunyi,"Jangan kamu tukar emas dengan emas, perak dengan perak, melainkan dengan timbangan yang sama nilainya." (HR. Muslim)
3. Riba Nasi'ah
Riba nasi'ah adalah riba yang bertiljuan untiik me- nambahkan atau menaikkan. Riba nasi'ah sering ter- jadi dalampembayarantiinai (bukan kredit).Contoh, A berutang kepada si B sebanyak 10 juta, kemudian si B memberikan utang kepada si A dengan syarat nanti membayarnya sebanyak 11 juta. Kelebihannya yang satil juta itii disebut riba nasi'ah.
Riba ini diistilahkan oleh Ibnul Qayyim dengan ribajali karena jelasnya jumlah penambahan dari sebelum- nya. Rasulullah saw., melarang keras melakukan riba jenis ini karena menzalinri pihak yang membutuhkan atau yang lemah, sebagaimana hadis yang berbunyi: "jauhilah tujuh dosa besar, yaitu syirik, sihir, membunuh tanpahak,memakanriba,meikanhartaanakyatim,lari dari medan perang, dan menuduh perempuan suci berbuat zina tanpa ada bukti/saksi" (HR. Bukhari dan Muslim). Menurut para ulama, yang dimaksud memakan riba pada hadis ini adalah riba nasi'ah.
2. Mengurangi Timbangan atau Takaran Perilaku curang yang sering dilakukan oleh parape- dagang adalah mengurangi timbangan atau takar- an. Banyak cara yang dilakukan oleh para pedagang ini, umumnya dengan cara mengubah pengaturan alat timbangan, sehingga apa pun yang ditimbang akan bertambah berat, dan merugikan pembeli dan menguntungkan dirinya sendiri.
Allah Swt., berfirman, "Kami telah menciptakan langit dan bumi dengan keseimbangan, janganlah mengurangi timbangan tadi." Bagi Al-Qur'an, curang dalam hal timbangan saja sudah dianggap sama dengan meru- sak keseimbangan tatanan kosmis.
Dalam perdagangan, timbangan yang benar dan tepat harus benar-benar diutamakan. Perhatikanlah firman Allah Swt., "Celakalah bagi orang yang curang, yaitu orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi: (QS. 83:112)
3. Judi
Sebelum Islam datang, judi adalah jenis permainan yang sangat terkenal di zaman jahiliah. Ketika itil orang-orang Arab senang berkumpul untuk ber- senang-senang, bercanda, serta mencari perhatian dan pujian. Mereka menciptakan permainan yang dinamakan maisir, yaitil sejenis permainan dengan memakai sepuluh anak panah yang berfimgsi seba- gai dadu. Setiap dadu tertillis bagian tertentir yang sudah dikenal oleh mereka, kecuali tiga buah dadu yang kosong dan tidak ada bagiannya, sebagaimana dilakukan di zaman sekarang.
Selanjutaya orang-orang Arab itu menyembelih unta dan memotong-motongnya menjadi banyak sesuai dengan ba^an yang tertera dalam dadu. Dadu-dadu tersebut lalu dimasukkan ke dalam sebuah tempat, kemudian diaduk oleh seseorang yang sudah diper-
caya keadilannya. Orang ini lantas menyebut nama para pemain sambil mengeluarkan dadu-dadu dari tempataya. Jika dadu yang keluar berisi bagian ter- tentil, orang yang dipanggil namanya boleh meng- ambil bagiannya. Adapun jika ia memperoleh dadu yang kosong, ia tidak boleh mengambil apa pun. Bahkan ia diharuskan membayar harga unta yang disembelih tadi.
Siapa saja yang memperoleh kemenangan dalam permainan ini tidak mau memanfaatkan hasilnya atau memakannya tetapi diberikan kepada kaum fakir miskin. Ini merupakan salah satir cara untuk mendapatkan pujian dan sanjungan di samping se- buah penampilan yang menunjukkan kedermawan- an seseorang.
Demikianlahmenurutkepercayaanmereka. Kadang- kadang dalam satil arena permainan, seseorang bisa memperoleh bagian yang banyak, kemudian diba- gikan kepada kaum fakir miskin dan mereka yang membutirhkan. Tapi, semua itir dilakukan agar agar mereka mendapat pujian dan sanjungan. Demikian- lah kisah mula permainan maisir di zaman Jahiliah.
Tentu saja. Islam dengan tegas melarang permainan ini dan mencapnya sebagai perbuatan najis yang ha- nya dilakukan oleh setan. Kemudian menghukum orang-orang yang terlibat di dalam permainan ini, walaupun hanya sekadar iseng, atau hanya me- nyaksikan permainan ini, sebagai orang-orang yang terbuat haram dan dosa besar.
Adapun unsur-unsur perbuatan yang bisa dikate- gorikan perjudian sekurang-kurangnya ada lima:
1) Al-Gharar (penipuan) yaihi permainan yang dimaksudkan unhik mencari keunhmgan sebe- sar-besamya dengan cara menipu konsumen. Namun unhik menuhipi penipuan tersebut di- buatlah semacam kompensasi, seperti hadiah atau bonus.
2) Merugikan orang lain atau merugikan konsu- men.
3) Mengundi nasib, yaitu konsumen akan berharap- harap cemas memperoleh hadiah besar dengan cara mudah.
4) Membuat angan-angan kosong, yaitil konsumen dengan sendirinya akan berharap dapat hadiah, seperti mobil, motor, barang elektronika lainnya hanya dengan modal sangat kecil.
5) Malas beke^a, permainan itil membuat masya- rakat malas bekeija keras, karena untilk menda- patkan hadiah tersebut cukup menunggu peng- umuman.
Allah Swt., telah memperingatkan dengan tegas mengenai bahaya judi dalam Al-Qur'an surah Al- Ma-idah ayat 90-91 yang artinya, "Hai orang-orang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, men- gundi nasib dengan anak panah, dan berkorban untuk berhala adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan itu agar kamu berun- tung. Sesungguhnya setan hanya bermaksud menimbul- kan permusuhan dan kebencian di antara kamu melalui minuman keras dan judi serta menghalangi kamu dari mengingat Allah dan mendirikan shalat, maka apakah kamu tidak mau berhenti?" (QS. Al-Ma-idah 90-91). Jangankan bermain judi, merencanakan untilk ber- judi pun sangat dilarang oleh Islam. Nabi Muham- mad saw., bersabda, "Barangsiapa berkata kepada rekannya mari bermain judi, hendaklah ia bersedekah." Artinya, barangsiapa yang berencana mau beijudi, hendaklah ia bertobat dengan mengeluarkan se- dekah sebagai gantinya.
Banyak bentuk-bentuk perjudian yang dikemas de- ngan cara dan model bermacam-macam sehingga memberi kesan bahwa hal ihi bukan pe^udian. Se- kalipun hiburan dan permainan itu dibolehkan oleh Islam tetapi ia juga mengharamkan tiap permainan yang dicampuri pe^udian yaihi permainan yang tidak luput dari untimg-rugi yang dialami oleh si pemain. Di balik pelarangan judi di dalam Islam ini terkandung suatil hikmah dan tiljuan yang tinggi sekali nilainya, di antaranya:
1. Hendaknya seorang muslim mengikuti sunna- tullah dalam bekerja mencari uang, sedangkan perbuatan judi dapat menjadikan manusia ha- nya bergantimg pada pembagian, sedekah dan angan-angan kosong, bukan bergantimg pada usaha, aktivitas dan menghargai cara-cara yang telah ditentukan Allah.
2. Islam menjadikan harta manusia sebagai barang berharga yang dilindungi. Oleh karena itu, tidak boleh diambil begitil saja, kecuali dengan cara tilkar-menukar sebagai yang telah disyariatkan, atau dengan jalan hibah dan sedekah. Adapun mengambilnya dengan jalan judi, adalah terma- suk makan harta orang lain dengan cara yang batil.
3. Perjudian dapat menimbulkan permusuhan dan pertentangan antara pemain-pemain itil sendhi, walaupim dari mulutnya mereka telah saling merelakan. Sebab bagaimanapun akan selalu ada pihak yang menang dan yang kalah, yang di- rampas dan yang merampas. Sedang yang kalah apabila diam, maka diamnya itil penuh keben- cian dan mendongkol. Dia marah karena angan- angannya tidak dapat tercapai.
4. Judi bisa membuat pelakunya ketagihan untilk melakukan perbuatannya kembali. Orang yang kalah judi dan rugi akan mendorong dirinya mengilangi lagi, barangkali dengan ulangan yang kedua itu dapat menutiip kerugiannya yang pertama, ^dang yang menang karena di- dorong oleh lezatnya menang maka ia tertarik untuk mengulangi lagi. Begitulah berkaitiiya pu- taran dalam permainan judi, sehingga hamph kedua putaran ini tidak pernah berpisah. Inilah penyebab terjadinya pertiimpahan darah antara pemain-pemain judi.
4. Penipuan
Menipu adalah salah satil perbuatan tercela. Bisnis yang penuh dengan tipu daya akan merugikan banyak pihak. Islam dengan tegas melarang perbuat- an tersebut dan menganjurkan agar semua transaksi bisnis dilakukan secara jujur, transparan dengan iktikad baik dari kedua belah pihak. Seperti salah satil perintah Nabi Muhammad saw., "Katakanlah kepada pihak .yang engkau ajakberjuahbeli, tidak boleh menipu."
Praktik bisnis yang culas lainnya yang masuk ka- tegori penipuan adalah dengan bersumpah palsu. Salah satu contohnya, misalnya saja seorang peda- gang menjual barang berkualitas buruk, lalu untilk meyakinkan konsumen kalau barang tersebut tidak buruk, ia melakukan sumpah palsu dengan menga- takan, "Demi AU, barang yang saya jual ini kualitas terbaik. Silakan Anda membelinya, saya jamin Anda akan puasa." Akhirnya konsumen membeli barang buruk tersebut karena merasa yakin atas perkataan penjualnya. Akibatnya tentil saja merugikan pem- beli. Nabi Muhammad saw., bersabda, "Berhati-ha- tilah pada sumpah yang berlebihan. Meskipun itu akan meningkatkan penjualan, tetapi akan menghilangkan keberkahan."
Sumpah palsu bisa menyebabkan hilangnya rahmat Allah dalam setiap usaha atau bisnis yang kita la- kukan. Dalam sebuah hadis riwayat Bukhari, Nabi
Muhammad bersabda, "Sumpah yang dibuat seorang penjual mungkin akan membuat seseorang pembeli mem- beli barangnya, namunhal itu akan menghilangkan rah- mat Allah."
Salah sahi contoh lainnya dalam praktik penipuan adalah dengan menjual bar angyangcacattetapi pen- jual tidak menrberitahukan hal itii kepada pembeli- nya. Biasanya pedagang nakal mempraktikkannya dengan cara meletakkan makanan atau buah-buah- an yang masih bagus di bagian atas sebagai penarik dan menyimpan barang yang cacat atau buruk pada bagian bawahnya. Rasulullah saw., bersabda, "Tidak dihalalkan bagi seorang muslim menjual barang dalam keadaan cacat, kecuali ia memberitahukannya."
Praktik penawaran yang rentan terhadap penipu- an adalah iklan. Pengusaha banyak mengeluarkan anggaran untirk mempromosikan produknya agar pembeli tertarik membeli produknya. Selama cara berpromosi dilakukan dengan cara yang jujur dan benar menurut ketentiran Islam, tidak mengandung unsur tipuan, tentii hal tersebut sah-sah saja dila- kukan oleh para pengusaha. Islam hanya melarang iklan yang menipu konsumen dengan fakta yang menyimpang, seperti kualitas produk yang tidak sesuai dengan bunyi iklannya. Praktik semacam ini jelas sangat merugikan dan mengecewakan konsu- men karena hak-haknya telah dilanggar. Allah Swt., beriirman, "Dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlahkamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan." (QS. Hud: 85)
5. Penimbunan
Islam mengajak kepada para hartawan unhik me- ngembangkan harta mereka dan menginvestasikan- nya. Islam tidak menganjurkan mereka menyimpan hartanya dan tidak memtiingsikannya.
Seorang pemilik lahan kosong dilarang menelan- tarkan tanahnya dengan alasan ia membiarkannya sebagai investasi saja. Apabila ada masyarakat yang bersedia menggarapnya, pemilik lahan seharusnya membiarkan tanah tersebut digunakan sebagai la- han pertanian sehingga bisa bermanfaat, baik bagi pengelolanya maupun bagi pemiliknya.
Al-Qur'an memberi peringatan kepada orang- orang yang menyimpan harta dan yang bersikap mementingkan dirinya sendiri dengan ancaman yang berat. Allah Swt., berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebagian besar dari orang- orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar
MUHAMMAD SEBAGAI BISNISMAN ULUNG
memakan harta orang dengan jalan yang batil dan mere- ka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang ١,ang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, ؟ada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka )ahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (]alu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpanuntuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu."
Islam memberikan batasan kepada pemilik harta dalam mengembangkan harta yang dimilikinya dengan cara-cara yang benar (syar'i) dan tidak ber- tentangan dengan akhlak, norma dan nilai-nilai ke- muliaan.
Dalam teori materialistis, pihak pemodal itil bebas mengembangkan hartanya sesuka hatinya. Cara seperti ini pernah diyakini oleh kaum Syu'aib da- hulu, bahwa mereka bebas untilk mempergunakan harta mereka sesuai dengan keinginan mereka. Al- Qur'an mengungkapkan hal itil sebagai berikut: "Hai SyUaib, apakah agamamu yaug menyuruh kamu agar kami meninggalkan apa yang disembah oleh bapak- bapak kami atau melarang kami memperbuat apa yang
kami kehendaki tentang harta kami. Sesungguhnyakamu adalah orang yang sangat penyantun lagi berakal!’ Karena itulah Islam mengharamkan cara-cara ber- ikut ini dalam mengembangkan harta dengan cara ihtikar (menimbun di saat orang membutuhkan). Rasulullah bersabda, "Barangsiapa yang menimbun wakanan selama empat puluh hari, maka ia telah terlepas dari Allah dan Allah pun terlepas daripadanya," Ancaman datang karena orang yang menyimpan itu ingin membangun dirinya di atas penderitaan orang lain, dan tidak peduli apakah manusia kela- paran atau telanjang, yang penting dia mendapat- kan keuntimgan yang sebesar-besarnya. Semakin masyarakat memerlukan barang itil semakin dia menyembunyikannya, dan semakin senang dengan naiknya harga barang tersebut.
٥. Markup, Mafia, dan KKN Salah satil prinsip dasar yang harus dipenuhi oleh umat Islam dalam menjalankan kehidupan terma- suk bisnis adalah sikap adil. Keadilan dapat menim- bulkan iklim yang sehat dalam berbisnis sehingga bisa terbebas dari praktik kotor seperti mark up harga, mafia, dan KKN (Kolusi, Korupsi, dan Nepo- tisme). Islam sangat membenci perbuatan curang.
tidak fair dan kotor dalam berbisnis. Firman Allah dengan tegas mengatakan, "Berusahalah secara adil dan kamu tidak boleh bertindak dengan tidak add." VQS• Al-Baqarah: 279)
Berbagai cara ditempuh oleh sebagian pengusaha dalam mendapatkan tender proyek, di antaranya pelakukan praktik uang pelicin (suap) kepada pihak tertenhi. Suap ini berhrjuan agar pihak tertenhi ter- sebut bersedia mengondisikan agar memenangkan pemsahaannya dalam tender proyek secara tidak fair. Tentu saja pengusaha yang mendapat perlaku- an "istimewa" tersebut akhirnya dapat memenang- kan proyek secara tidak wajar. Hal semacam ini jelas-jelas harus dihindari oleh pengusaha muslim karena perbuatan ini dilaknat Allah.
Praktik suap telah mengajarkan hal negatif dalam berbisnis dan menyuburkan ketidakjujuran lainnya, seperti KKN. Adanya suap telah menciptakan iklim tidak kondusif di antara sesama pengusaha. Mereka akan saling berebut pengaruh dengan cara-cara yang tidak fair juga. Mereka saling berlomba menyuap pihak yang terlibat dalam kepanitiaan proyek un- hrk menyuap sebesar-besarnya. Akibataya, jika pun mereka menang proyek, mereka akan mengurangi kualitas proyek demi mengejar keunhmgan. Jika tidak dikurangi kualitasnya mana mungkin peng- usaha tersebut mendapat untung, karena ia sudah mengeluarkan sejumlah uang kepada pihak yang memberikan dia proyek. Jadi kita tidak usah kaget kalau muhr yang dihasilkan dari proyek tersebut sangat buruk sehingga cepat rusak dan mubazir. Perbuatan suap dalam bisnis kalau dibiarkan akan berbahaya dan bisa menghancurkan sistem sosial, karena melanggengkan sikap tanpa etika dalam terbisnis. Akhirnya siapa saja yang memiliki modal dan dana yang besarlah yang selalu menang, dan pengusaha kecil akan semakin terpuruk karena ka- lah dalam persaingan yang tidak adil. Hukum rim- balah yang berlaku kemudian.
Oleh karena ihr. Islam melarang praktik suap atau KKN. Sbagaimana sabda Rasulullah saw., "Ora؟ ■yang menyuap dan disuap sama-sama berada dalam ne- raka" (HR. Al-Bazzar dan At-Thabrani). Dalm hadis yang lain dikatakan, "Allah melaknat orang yang me- nyuap dan penerima suap." p]iMs،:١si\v١
7. Monopoli dan .Hgopoli
Persoalan monopoli sesungguhnya merupakan per- soalan yang sangat menarik untuk dibahas. Bahkan permasalahan ini telah mendapat perhatian yang
sangat serius dari ajaran Islam, sebagaimana yang dinyatakan oleh Allah Swt., “...agar harta itu jangan hanya berputar di kalangan orang-orang kaya di antara kamu sekalian..." (QS. Al-Hasyr: 7)
Selain riba, monopoli adalah komponen utama yang akan membuat kekayaan terkonsentiasi di tangan segelintir kelompok, sehingga menciptakan kesen- jangan sosial dan ekonomi.
Para ulama terkemuka abad pertengahan pun, se- perti Ibn Taimiyyah, Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah, dan I Khaldun, telah pula melakukan kajian yang mendalam tentang praktik monopoli. IbnTaimiyy ah misalnya, dalam kitabnya Al-HisbahfU Islam menya- takan bahwa ajaran Islam sangat mendorong kebe- basan untilk melakukan aktivitas ekonomi sepan- jang tidak bertentangan dengan atiiran agama. Kepemilikan dan penguasaan aset kekayaan di ta- ngan individu adalah sesuatil yang diperbolehkan dalam Islam. Namun demikian, ketika kebebasan tersebut dimanfaatkan untilk menciptakan praktik- praktik monopolistik yang merugikan, adalah tilgas dan kewajiban negara untilk melakukan intervensi dan koreksi.
Negara bertanggung jawab penuh unbik mencip- tekan keadilan ekonomi, dengan memberikan ke- sempatan kepada setiap individu untilk berpartisi- pasi dalam kegiatan tersebut. Beliau menekankan pentin^ya keberadaan lembaga al-Hisbah sebagai organisasi negara yang bertilgas memonitor pasar, mengawasi kondisi perekonomian, dan sekaligus mengambil tindakan jika tejjadi ketidakseimbangan pasar akibat monopoli dan praktik-praktik lain yang tidak sesuai dengan syariat Islam. Pendapat senada juga diungkapkan oleh Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah dalam kitabnya At-Turuk al-Hukmiyyak Amentara itil, Ibn Khaldun dalam Kitab al-Muqad- dimah juga menyatakan pentin^ya peran negara dalam menciptakan keadilan ekonomi dan kese- imbangan pasar. Ia menegaskan bahwa pajak (dan juga denda) adalah instiumen yang dapat diguna- kan oleh negara untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, sekaligus untilk mengeliminasi praktik kecurangan yang terjadi di pasar, termasuk praktik monopoli yang dilakukan oleh segelintir pebisnis. Namun demikian, ajaran Islam membolehkan prak- tik monopoli yang dilakukan oleh negara, dengan syarat hanya terbatas pada bidang-bidang strategis yang menguasai hajat hidup orang banyak. Dalam
MUHAMMAD SEBAGAI BISNISMAN ULUNG
sebuah hadis, Rasulullah saw., bersabda, "manusia berserikat dalam tiga hal: air, api, dan padang rumput."
8. Rekayasa Harga
Rasulullah saw., menyatakan bahwa harga di pasar ditentukan oleh Allah. Ini berarti bahwa harga di pasar tidak boleh diintervensi oleh siapa pun. Anas ra., meriwayatkan bahwa di Madinah pernah te؛adi kenaikan harga-harga barang, kemudian para saha- bat meminta kepada Rasulullah agar menetapkan harga, namun beliau menolaknya karena harga ba- rang di pasar ditentilkan oleh Allah.
Anas meriwayatkan bahwa harga melambung pada masa Rasulullah saw. Masyarakat kemudian meng- ajukan usulan kepada Rasulullah "Ya Rasulullah tolongli Engkau menetapkan harga." Rasulullalr men- jawab, "Sesungguhnya Allah-lah yang menentukan har- ga, yang menahan, melapangkan, dan memberikan rezeki. Sangat aku harapkan bahwa keM aku menemui Allah dalam keadaan tidak seorangpun dari kamu menuntutku tentang kealiman dalam darah maupun harta."
Dalam hadis tersebut Rasulullah tidak menentukan harga. Hal ini menunjukkan bahwa ketentiian harga diserahkan kepada mekanisme pasar. Hal ini dapat dilakukan ketika pasar dalam keadaan normal, teta-
pi apabila tidak dalam keadaan sehat yakni terjadi kezaliman, seperti adanya kasus penimbunan, riba, dan penipuan, pemerintah dapat bertindak untilk menentilkan harga pada tingkat yang adil, sehingga tidak ada pihak yang dirugikan. Dengan demikian, pemerintah hanya memiliki wewenang untilk me- netapkan harga apabila teijadi praktik kezaliman di pasar.
Rekayasa harga dapat te^adi ketika ada seseorang yang menjadi penghubung (makelar) dengan pe- dagang yang dari pedesaan, kemudian membeli dagangan sebelum masuk pasar dengan harga yang lebih, karena para pedagang desa belum tahu harga di pasar yang sebenarnya.
Kemudian pedagang penghubung tadi menjualnya di kota dengan mengambil keuntiingan besar yang diperoleh dari pembelian mereka terhadap pedagang pedesaan. Praktik seperti ini dilarang oleh Rasulul- lah karena dapat menimbulkan penyesalan terhadap pedagang pedesaan tersebut. Rasulullah bersabda, "Tidak boleh seseorang mencegat kaplah dari padang pa- sir di tengah jalan untuk membeli barang-barang mereka dengan niat membiarkan mereka tidak mengetahui harga pasar. Seorang penduduk kota tidak diperbolehkan menju- al barang-barang orang padang pasir."
MUHAMMAD SEBAGAI BISNISMAN ULUNG
^lain itil beliau melarang perbuatan najasy yaitil persekongkolan antara seorang pedagang dan orang lain dengan berpura-pura menawar suatil barang lebih tinggi dari harga sebenarnya dengan maksud agar calon pemteli yang sebenarnya terkecoh dan timbul semangataya untuk membeli dengan harga tersebut