(Read 933 times - 1 votes)

Co Hujroh · « **on:** 07 May, 2018, 17:00:53 »

Menakar Kasih Ibu

"Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu-bapaknya"

Suatu ketika seorang ibu menelepon redaksi. Di ujung telepon si ibu bertutur, "Mas, saya harus bagaimana ya? Ibu kandung saya minta ikut tinggal serumah di Jakarta. Saya khawatir kalau kehadirannya justru banyak merepotkan. Apalagi usianya ( sudah lanjut. Kalau ternyata nanti sakit, ba- , gaimana? Sementara saya dan suami setiap i harinya sibuk dengan pekerjaaan kami masing-masing." 1
Berikutnya, si ibu tadi memaparkan kalau ibu kandungnya itu, yang sementara ini ( tinggal di kampung, memandang kalau dia- , lah yang bisa mengayominya. Bahkan ia ingin tinggal serumah bersamanya menghabiskan hidupnya, sampai akhir hayatnya.
“Jadi, bagaimana saya harus bersikap?," lanjut si ibu gelisah.

TIDAK ADA KATA "AH" BUAT KEDUA ORANGTUA
Barangkali, kegelisahan yang sama tidak hanya dialami si ibu tadi. Boleh jadi, pengalaman senada juga pernah dialami oleh banyak ibu-ibu lain di sana. Tidak menutup kemungkinan, anda yang saat ini tengah membaca tulisan ini.
Satu hal yang patut digarisbawahi, kegelisahan seperti yang dialami ibu di atas setidaknya menggelitik kita untuk membuka kembali bagaimana al-Qur’an, sebagai lan- dasan hukum Islam pertama, bertutur tentang bagaimana ‘aturan main’ hubungan anak dengan kedua orangtuanya. Bagaimana juga hadist, sebagai landasan hukum Islam kedua, memberikan arah ihwal hubungan dua arah, anak dan orangtua, ini.
Ada banyak ayat-ayat al-Qur’an yang berbicara tentang ‘aturan main’ ini, yang barangkali cukup populer dan sering kita dengar. Umumnya, ayat-ayat itu memerintahkan agar kita (sebagai anak) selalu berbuat baik kepada kedua orangtua kita. Sekadar mengingatkan kembali, sebut saja firman-Nya yang tertera dalam al-Qur’an Surat an-Nisa’ ayat 36.
Di sini Allah berfirman, “Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan- Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orangtua ...”
Ayat ini begitu jelasnya menyeru agar kita selalu berbuat baik kepada kedua orangtua. Menariknya, di akhir ayat ini disebutkan, “...Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri.” Mari kita coba telusuri mengapa penutup ayat ini berbicara tentang orang yang sombong dan membanggakan diri. Adakah kaitan dengan perintah berbuat baik kepada kedua orangtua?
Berbuat baik kepada kedua orangtua tidak saja sebagai bentuk bakti anak kepada keduanya. Jauh dari itu, berbuat baik kepada kedua orangtua mencerminkan sejauhmana sikap ikhlas, rendah hati dan ketulusan kita, sebagai anak. Apalagi, misalnya, ketika si anak terbilang sukses. Rumah mewah, karir menjanjikan, tabungan bertabur di mana- mana, pasangan yang menawan nan setia dengan putra-putri yang lucu pula.
Nah, dalam kondisi seperti ini masihkah kita berbesar hati, membuka diri untuk berbuat baik kepada kedua orangtua? Ataukah sebaliknya, jangan-jangan kita justru menutup
diri dengan alasan merepotkan, sibuk dan segudang alasan lainnya, serta mungkin karena tekanan yang datang dari orang-orang terdekat dan kepentingan lainnya pula, sementara bagi orangtua yang karena usianya sudah uzur butuh pengayoman dari kita sebagai anak? Sekali lagi, “...Sungguh Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri," penutup ayat di atas cukup menjadi ‘peringatan’ bagi kita.
Bahwa sikap sombong dan membanggakan diri rentan memunculkan sikap acuh dan tidak hormat kepada kedua orangtua. Di sinilah barangkali titik temunya. Sehingga melalui ayat di atas al-Qur’an memberi peringatan keras bahwa Allah membenci orang-orang yang memiliki sifat sombong dan membanggakan diri.
Bahkan, jika dirunut dalam ayat lain perintah untuk berbuat baik kepada keduanya hampir tak mengenal batas waktu. Lihat saja bagaimana firman-Nya yang satu ini, “Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah" dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.” (QS. al-Isra’: 23).
Tidak saja tak mengenal batas waktu, sebagaimana disebut pada firman-Nya yang ain kita juga diperintahkan untuk senantiasa jersikap lemah lembut kepada keduanya. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya engan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, Wahai Tuhanku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pa- a waktu kecil." (QS. Al-Isra’: 24)
Untuk yang disebut terakhir, orang besar ekaliber Ibnu Sirin begitu menaruh hormat kepada ibunya. Saking dalamnya rasa hormat yang ia berikan kepada ibundanya, sampai-sampai saat berbicara pada ibunya ia mengeluarkan suara dengan suara yang lembut, persis seperti suara orang yang sakit.
Pun, sejumlah riwayat menyebutkan dengan perintah senada. Abdullah bin Mas’ud >erkata: “Aku bertanya pada Nabi, ‘Amalan apa yang paling disukai Allah.’ Nabi bersabda, ‘Shalat yang dilakukan tepat waktu.’ Aku >ertanya padanya, ‘Kemudian apa?' Nabi iersabda, ‘Kebaikan hati dan penghargaan terhadap kedua orangtua.’ Aku bertanya ladanya, ‘Lalu apa?’ Nabi bersabda, ‘Jihad di alan Allah.'”
Demikianlah, betapa Nabi begitu menaruh hormat kepada kedua orangtua. Ia menempatkan penghormatan dan penghargaan kepada kedua orangtua di antara dua amalan terbesar dalam Islam: shalat yang dilaksanakan tepat waktu dan jihad di jalan Allah. Shalat adalah tiang atau landasan agama dan jihad adalah puncak dari Islam. Riwayat lainnya menyebutkan, seorang pria datang pada Nabi dan melakukan bai’at dan bersumpah untuk melaksanakan hijrah dan jihad dengan harapan mendapatkan pahala dari Allah. Nabi tidak bergegas menerima bai’atnya, namun bertanya padanya, “Apakah kedua orangtuamu masih hidup?" Orang itu berkata, “Ya, kedua-duanya. ” Nabi bertanya, "Dan apakah kamu ingin menerima pahala dari Allah?” Orang itu menjawab, “Ya.” Nabi yang baik hati dan penuh kasih sayang bersabda, ] “Kembalilah pada orangtuamu dan jadikan i mereka sahabat dengan cara sebaik mungkin.”
Menurut sebuah riwayat dari Bukhari dan Muslim, seorang pria datang dan meminta izin Nabi untuk ikut serta berjihad. Beliau bertanya padanya, “Apakah orangtuamu masih hidup?” Orang itu menjawab, “Ya.” Maka Nabi bersabda, “Kalau begitu berjihadlah dengan merawat mereka."
Meski tengah menyiapkan pasukannya untuk berjihad, Nabi masih memikirkan kelemahan orangtua dan hak mereka atas anak-anak mereka. Dengan lemah lembut beliau pun menahan sukarelawan dan mengingatkan mereka untuk merawat orang tuanya. Walaupun dalam kenyataannya beliau membutuhkan semua tenaga yang beliau dapatkan untuk berjihad. Ini karena Nabi menaruh perhatian besar akan pentingnya menghormati dan merawat orangtua, dan tahu posisinya dalam kerangka Islam secara keseluruhan yang telah dirancang Allah untuk kebaikan dan kebahagiaan umat manusia.
Kendati sedemikian besar perintah untuk bersikap hormat kepada kedua orangtua, namun tidak semua perintahnya lantas harus dipatuhi. Ketika arah ke jalan maksiat menjadi sasaran perintahnya, saat itulah tidak ada kewajiban bagi sang buah hati untuk memenuhi perintahnya. Setiap sesuatu pasti ada pengecualian. Tak terkecuali ketika orangtua memerintahkan ke jalan maksiat. ' Misalnya, seperti terekam dalam riwayat berikut. Ketika ibunda Sa’ad bin Abi Waqqas keberatan putranya memeluk Islam, j ia berkata kepada beliau: “Tinggalkan Islam, atau aku akan mogok makan hingga I mati. Kemudian kami akan merasa malu di depan orang Arab, karena mereka akan Ji mengatakan ia telah membunuh ibunya. •: Sa’ad berkata padanya, “Kamu harus tahu itu, demi Allah, sekalipun bila kamu memiliki ratusan jiwa dan kamu meninggal- J kan tubuhmu satu demi satu, aku tidak akan j menghentikan Islam.”
Kemudian Allah menurunkan sebuah j ayat yang dibacakan Nabi saat beliau me- , negur Sa’ad: “Dan jika keduanya memaksamu j
untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuan tentang itu maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” (QS. Luqman: 15)
Di sinilah batasan sejauhmana seorang anak harus berbuat baik terhadap kedua orantuanya.
IBU DULU, BARU AYAH
Islam menganjurkan untuk menghormati dan bersikap baik kepada orangtua. Beberapa sumber berkaitan dengan ibu dan ayah secara terpisah, tetapi bila disatukan, bahan- bahan tersebut menganjurkan keseimbangan dalam perhatian anak terhadap orangtua mereka. Sehingga rasa hormat kepada orangtua tidak akan mengorbankan aspek lainnya. Beberapa sumber lain menegaskan bahwa ibu harus didahulukan sebelum ayah. Seorang pria datang kepada Nabi dan bertanya kepadanya, “Ya Rasulallah, siapakah yang paling pantas menjadi sahabatku?” Beliau bersabda, Ibumu. ” Orang itu bertanya, “Kemudian siapa?” Nabi bersabda, “Ibumu." Orang ini bertanya, “Lalu siapa?" Nabi bersabda, “Ibumu. ” Orang ini bertanya, “Kemudian siapa?" Nabi bersabda, “Lalu ayahmu.”
Hadits ini menegaskan bahwa Nabi mendahulukan perlakuan yang baik kepada ibu sebelum kepada ayah. Dan sahabat mengingatkan kaum muslimin mengenai hal ini setelah Nabi wafat.
Ibnu Abbas, seorang ulama besar dan faqih, menganggap perlakuan yang baik pada ibu sebagai amalan terbaik untuk lebih mendekatkan kepada Allah. Seorang pria datang kepadanya dan berkata, “Aku melamar seorang wanita, dan ia menolakku. Seseorang melamarnya dan ia menerima dan menikah dengannya. Aku merasa cemburu, maka aku bunuh dia. Apakah tobatku diterima?” Ibnu Abbas bertanya, “Apakah ibumu masih hidup?” Ia berkata, “Tidak.” Maka ia berkata pada pria itu, “Bertobatlah pada Allah dan lakukan hal-hal terbaik untuk mendekatkan diri kepada-Nya.”
Ata bin Yassar yang meriwayatkan ki sah ini dari Ibnu Abbas berkata: “Aku pergi dan bertanya kepada Ibnu Abbas, ‘Mengap kamu bertanya kepadanya apakah ibuny masih hidup?’ Ia berkata, ‘Karena aku tida tahu amalan lain yang lebih mendekatkan umat kepada Allah daripada perlakuan yan baik dan rasa hormat kepada ibu.”
Pemaparan singkat di atas, setidakny memberikan penegasan bahwa salah satu ciri pembeda dari wanita muslimah sejati adalal perlakuannya yang baik dan penuh rasa hor mat kepada orangtuanya. Islam menganjurkan untuk menghormati orangtua dan memperlakukan mereka dengan baik.
Salah satu ciri pembeda dari
wanita muslimah sejati
adalah perlakuannya yang
baik dan penuh rasa
hormat kepada
orangtuanya. Islam
menganjurkan untuk
menghormati orangtua dan
memperlakukan mereka
dengan baik.
Bahkan di hampir segala situasi dan kondisi, sejauh bukan di jalan maksiat. Wanita muslimah yang bersikap baik dan hormat kepada orangtuanya tidak menyia-nyiakan usaha untuk membuat mereka bahagia. Tentu sesuai dengan kadar dan kemampuan yang dimilikinya dan dalam batas-batas yang diizinkan Islam. Misalnya, dengan terus memantau keadaan mereka dari waktu ke waktu, melayani mereka, sering mengunjungi mereka dan menyapa mereka dengan senyum yang menyenangkan, hati yang penuh cinta, pemberian yang menyenangkan, dan kata-kata yang baik. Wallahua’lam bil sha- wab

(Read 933 times - 1 votes)

Co Hujroh

Menakar Kasih Ibu

Co Hujroh

Re: Menakar Kasih Ibu

Navigation

Forum Hujroh

FJB Hujroh*( Soon )

Sekilas