Hujroh - Forum Pesantren Indonesia Alumni Pesantren Indonesia Forum      Misi Hujroh
 

Main juga kesini sul:
The Ghurfah Kisah Sukses Alumni Alumni di Luar Negeri Bisnis Online Hikayah fi Ma'had Railfans Dunia Pesantren Ekonomi Islam
Forum  Hujroh  The Ghurfah 
STUDI TENTANG NILAI PRODUKTIVITAS PRIMER DI PANGURURAN PERAIRAN DANAU TOBA
Pages: [1]

(Read 1517 times)   

liaapri

  • Abadan fi Ma'had
  • ***
  • liaapri No Reputation.
  • Join: 2020
  • Posts: 579
  • Logged

b.   Penetrasi Cahaya


Cahaya yang masuk ke dalam air diserap oleh air itu sendiri, oleh zat terlarut dan oleh butir-butir (terutama fitoplankton) dalam suspensi. Menurut teori, cahaya tidak dapat diserap secara keseluruhan di dalam air, tetapi pada kedalaman dimana intensitas cahaya hanya 1% dari intensitas pada permukaan air merupakan kedalaman dimana pernafasan dan fotosintesis fitoplankton mencapai keseimbangan. Kedalaman ini disebut titik kompensasi dan lapisan diatasnya disebut zona eufotik. Kedalaman zone ini banyak tergantung kondisi danau. Misalnya, kadar zat hara yang tinggi mengakibatkan populasi fitoplankton yang tinggi. Pada gilirannya, fitoplankton itu mengakibatkan      naungan      dan      mengurangi      perembesan      cahaya (Whitten, 1987; hlm: 212).

Tingkat kecerahan adalah suatu angka yang menunjukan jarak penetrasi cahaya matahari kedalam kolom air. Alat yang digunakan untuk mengukur tingkat kecerahan adalah Secchi Disk. Alat ini terbuat dari logam yang berbentuk bulat datar (plat) yang dihubungkan dengan seutas tali yang diikat pada sebuah kait. Pada tali tersebut dibuat simpul-simpul setiap jarak setengah meter atau setiap jarak 1 meter. Untuk mengukur tingkat kecerahan suatu perairan, Secchi Disk ditenggelamkan ke dalam kolom air yang langsung mendapat sinar matahari penuh kemudian simpul- simpul tali dihitung untuk mengetahui kedalamannya (Wibisono, 2005, hlm: 30).
 
c.   Intensitas Cahaya


Faktor cahaya yang masuk kedalam air akan mempengaruhi sifat-sifat optis dari air. Sebagian cahaya matahari tersebut akan diabsorbsi dan sebagian lagi akan dipantulkan keluar dari permukaan air. Dengan bertambahnya kedalaman lapisan air intensitas cahaya tersebut akan mengalami perubahan yang signifikan baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif. Batas akhir penetrasi cahaya disebut sebagai titik akhir kompensasi cahaya, yaitu titik pada lapisan air dimana cahaya matahari mencapai nilai minimum yang menyebabkan proses asimilasi dan respirasi berada dalam keseimbangan. Dapat juga diartikan bahwa pada titik kompensasi cahaya ini, konsentrasi karbondioksida dan oksigen berada dalam keadaan relatif  konstan  (Barus, 2004; hlm, 43).



d.   Derajat Keasaman (pH)


Derajat keasaman air biasanya dimanfaatkan untuk menentukan indeks pencemaran dengan melihat tingkat keasaman atau kebasaan (Asdak, 1995, hlm: 535). Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme akuatik pada umumnya terdapat antara 7 – 8,5. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam atau sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi (Barus, 2004, hlm: 61).

Pengukuran pH air dapat dilakukan dengan cara kalorimeter, dengan kertas pH, atau dengan pH meter. Pengukurannya tidak begitu berbeda dengan pengukuran pH tanah. Yang perlu diperhatikan dalam pengukuran pH air adalah cara pengambilan sampelnya harus benar sehingga pH yang diperoleh benar (Suin, 2002, hlm: 54).


e.   Oksigen Terlarut


Oksigen merupakan salah satu gas yang terlarut dalam perairan. Kadar oksigen yang terlarut di perairan alami bervariasi, tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air dan
 
tekanan atmosfer. Semakin besar suhu dan ketinggian serta semakin kecil tekanan atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin kecil. Semakin tinggi suatu tempat dari permukaan air laut, tekanan atmosfer semakin rendah. Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian dan musiman, tergantung pada percampuran dan pergerakan massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi, dan limbah yang masuk ke badan air. Sumber oksigen terlarut dapat berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer (sekitar 35%) dan aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton. Difusi oksigen kedalam air dapat terjadi secara langsung pada kondisi air diam (stagnant). Diperairan danau, oksigen lebih banyak dihasilkan oleh fotosintesis algae yang  banyak terdapat pada lapisan epilimnion. Pada perairan tergenang yang dangkal dan banyak ditumbuhi tanaman air pada zona litoral, keberadaan oksigen lebih banyak dihasilkan oleh aktivitas fotosintesis tumbuhan air (Effendi, 2003, hlm: 76).

Schworbel (1987) dalam Barus, (2004, hlm: 58) menyatakan bahwa nilai oksigen terlarut di suatu perairan mengalami fluktuasi harian maupun musiman. Fluktuasi ini selain dipengaruhi oleh perubahan temperatur juga dopengaruhi oleh aktivitas fotosintesis dari tumbuhan yang menghasilkan oksigen. Nilai oksigen terlarut di perairan sebaiknya berkisar antara 6 – 8 mg/l. Selanjutnya, menurut Wardana (1995, hlm: 77) pertumbuhan organisme air tersebut. Kandungan oksigen terlarut minimum 2 mg/l O2, sudah cukup mendukung kehidupan organisme perairan secara normal.


f.   Kejenuhan Oksigen


Disamping pengukuran konsentrasi oksigen terlarut, biasanya dilakukan pengukuran terhadap tingkat kejenuhan oksigen dalam air. Hal ini dimaksudkan untuk lebih mengetahui apakah nilai kejenuhan oksigen tersebut merupakan nilai yang maksimum atau tidak. Untuk dapat mengukur tingkat kejenuhan oksigen suatu contoh air, maka disamping mengukur konsentrasi oksigen terlarut dalam mg/l, diperlukan juga   pengukuran   terhadap   temperatur   dari    eksistem    perairan    tersebut (Barus, 2004, hlm: 58).
 
g.   Biochemical Oxygen Demand (BOD5)

Biochemical oxygen demand adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme dalam memecah bahan-bahan organik. Penguraian bahan organik melalui proses oksidasi oleh mikroorganisme di dalam lingkungan air merupakan suatu proses alamiah yang mudah terjadi apabila air lingkungan mengandung oksigen yang cukup (Wardhana, 1995, hlm: 77). Menurut Jeffries dan Mills (1996) dalam Effendi, (2003, hlm: 125) perairan alami memiliki nilai BOD antara 0,5-7,0 mg/l. Perairan yang memiliki nilai BOD lebih dari 10 mg/l di anggap mengalami pencemaran

Menurut Michael (1984, hlm: 134), uji BOD dilakukan untuk membantu menduga kemungkinan penurunan oksigen yang disebabkan oleh penguraian oksidatif dalam air, dengan demikian air merupakan sarana untuk mengukur kandungan organik suatu sistem perairan.



h.   Nitrat dan Fosfat


Nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Nitrat nitrogen sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Perairan oligotrofik memiliki kadar nitrat antara 0–1 mg/l. Nitrifikasi yang merupakan proses oksidasi amonia menjadi nitrit dan nitrat adalah proses yang penting dalam siklus nitrogen dan berlangsung pada kondisi aerob. Sebagian besar nitrogen yang terlibat dalam proses biologi berasal dari atmosfer. Nitrat dan amonium adalah sumber utama nitrogen diperairan. Kadar nitrat-nitrogen pada perairan alami hampir tidak pernah lebih dari 0,1 mg/l. Kadar nitrat lebih dari 5 mg/l menggambarkan terjadinya pencemaran antropogenik yang berasal dari aktivitas manusia dan tinja hewan. Kadar nitrat-nitrogen yang lebih dari 0,2 mg/l dapat mengakibatkan terjadinya eutrofikasi perairan, yang selanjutanya menstimulir pertumbuhan algae dan tumbuhan air secara pesat atau blooming. Nitrat tidak bersifat toksik terhadap organisme akuatik (Effendi, 2003, hlm: 152-155).
 
Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan. Karakteristik fosfor sangat berbeda dengan unsur-unsur lain. Fosfor merupakan unsur yang esensial bagi tumbuhan tingkat tinggi dan algae, sehingga unsur ini menjadi faktor pembatas bagi tumbuhan dan algae akuatik serta sangat mempengaruhi tingkat produktivitas perairan. Menurut Jones dan Bachmann (dalam Effendi, 2003) menyatakan bahwa adanya korelasi positif antara kadar fosfor total dengan klorofil a. Sumber alami fosfor di perairan adalah pelapukan batuan mineral dan dekomposisi bahan organik. Sumber antropogenik fosfor adalah limbah industri dan domestik, yakni fosfor yang berasal dari detergen. Kadar fosfor yang diperkenankan bagi kepentingan air minum adalah 0,2 mg/l dalam bentuk fosfat (PO4). Kadar fosfor pada perairan alami berkisar antara 0,005-0,02 mg/l (Effendi, 2003, hlm: 158).

Fitoplankton dan tumbuhan air lainnya membutuhkan nitrogen dan fosfor sebagai sumber nutrisi utama bagi pertumbuhannya. Dengan demikian peningkatan unsur ini dalam air akan meningkatkan populasi algae secara massal yang dapat menimbulkan eutrofikasi dalam ekosistem air. Unsur hara ini terutama berasal dari limbah cair yang dibuang ke dalam suatu ekosistem air secara terus-menerus sehingga terakumulasi dalam jumlah yang banyak. Setelah mati, biomassa fitoplankton dan tumbuhan air akan mengalami proses dekomposisi oleh bakteri yang berlangsung secara aerob, artinya proses tersebut membutuhkan ketersediaan oksigen terlarut dalam air. Akibatnya kandungan oksigen terlarut akan semakin sedikit, bahkan apabila proses tersebut terus berlangsung dapat menimbulkan kondisi anaerob karena kandungan oksigen terlarut sangat sedikit (Barus, 2004, hlm: 70,116).