Hujroh - Forum Pesantren Indonesia Alumni Pesantren Indonesia Forum      Misi Hujroh
 

Main juga kesini sul:
The Ghurfah Kisah Sukses Alumni Alumni di Luar Negeri Bisnis Online Hikayah fi Ma'had Railfans Dunia Pesantren Ekonomi Islam
Forum  Hujroh  The Ghurfah 
STUDI KEANEKARAGAMAN SERANGGA PADA PERKEBUNAN APEL ORGANIK DAN ANORGANIK
Pages: [1]

(Read 1310 times)   

liaapri

  • Abadan fi Ma'had
  • ***
  • liaapri No Reputation.
  • Join: 2020
  • Posts: 579
  • Logged


   Kajian Ekologis dalam Perspektif Islam

Islam merupakan salah satu agama yang menuntun manusia dari taraf kehidupan terbelakang menuju taraf hidup yang maju dan modern ajaran-ajaran yang terkandung di dalamnya menggugah manusia menjadi dinamis, kreatif, dan penuh pengabdian terhadap agama (Rohadi dan Sudarsono, 2005). Al Qur’an dan hadits sarat dengan nilai dan konsep untuk memberikan tuntunan hidup manusia, begitu juga mengenai petunjuk ilmu pengetahuan (Zainuddin,  2003).  Semua yang telah kita pelajari, memperlihatkan akan satu kenyataan pasti, al qur’an merupakan kitab berisi berita yang terbukti kebenarannya (Yahya, 2006). Ayat- ayat Al Qur’an menyeru mereka berpikir, meneliti, menggunakan akal.
Islam memang tidak pernah membedakan antara ilmu agama dan ilmu umum, dan tidak berpandangan dikotomis mengenai ilmu pengetahuan (Muzakki dalam Zainuddin, 2004). Walaupun beberapa ulama menggolongkan ilmu dalam dua kategori tersebut, mereka tetap menggunakan konsep ilmu yang integral dan menemukan basis yang menyatukan keduanya, dikotomi yang mereka lakukan hanyalah sekedar penjenisan bukan pemisahan apalagi penolakan validitas yang satu terhadap yang lain sebagai bidang atau disiplin ilmu yang sah (Kartanegara, 2005).
 





Dalam wacana metodologik dikatakan bahwa ilmu agama mendasarkan diri bersifat self evident yang bermakna ‘sudah benar dengan sendirinya’ yang artinya tidak membutuhkan pembenaran apapun termasuk pembenaran dari temuan para ilmuwan, sementara ilmu pengetahuan mendasarkankan kebenarannya masih harus diragukan dan karena itu kebenarannya harus diuji terlebih dahulu lewat proses eksperimentasi yang mengandalkan cara penalaran induktif. Justru simpulan-simpulan yang diperoleh lewat metodologi sains itulah apabila hendak didayagunakan dalam kehidupan ini akan memerlukan pembenaran yang diperoleh lewat kajian-kajian ilmu agama (Wignjosoebroto, 2004)
Seseorang yang merenung tentang keanekaragaman yang luar biasa dari kehidupan di bumi, akan mengetahui kesempurnaan makhluk-makhluk ini. Di banyak ayat Al Qur’an, Allah menyeru kaum Muslimin untuk meneliti langit, bumi, makhluk hidup atau keberadaan diri mereka sendiri, dan memikirkannya. Ketika mengkaji ayat-ayat tersebut, akan kita temukan petunjuk tentang seluruh cabang utama ilmu pengetahuan dalam Al Qur’an. Misalnya, dalam Al Qur’an, Allah menganjurkan mempelajari ilmu ekologi serangga, entomologi dan dasar- dasar pengendalian hama terpadu.
Apabila kita cermati kandungan ayat-ayat Al-Qur’an dan Al-Hadist serta beberapa ketentuan syari’at, maka kita akan mendapatkan petunjuk yang berharga tentang pentingnya pelestarian alam. Misalnya, penegasan Allah tentang bumi sebagai tanda-tanda kekuasaan Allah (Qs. [41] : 39, [42] : 29, [2] : 164, dan [29] :
14)  adalah  menggambarkan  bahwa  masalah  lingkungan  hidup  bukan  hanya
 





sekedar urusan ilmu pengetahuan dan teknologi atau urusan manusia di dunia saja, yang terlepas dari hubungan tanggung jawab antara manusia dengan sang pencipta-Nya, lebih-lebih hanya sebagai tujuan konsumtif semata, akan tetapi juga erat kaitannya dengan urusan aqidah. Mencermati urusan lingkungan harus pula dikaitkan secara ketat dengan nilai-nilai religius-filosofis, disamping nilai normatif.
Al-Qur’an mengajarkan tentang pelestarian, konversi, dan pemeliharaan lingkungan hidup, disisi lain pencemaran, perusakan bahkan berbagai penjajahan terhadap lingkungan itu sendiri semakin merajalela. Berbagai pencemaran seakan telah menjadi fenomena yang tidak tertinggal. Padahal, Allah SWT telah banyak memperingatkan makhluk-Nya lewat kisah-kisah, ungkapan, peringatan, bahkan teguran dalam Al-Qur’an untuk tidak membuat kerusakan di muka bumi ini (walaa tufsidu fii al ardt). Al-Qur’an sangat jelas dan tegas mengajarkan manusia untuk menjaga keseimbangan alam ini. Makna keseimbangan yang diciptakan Allah berupa lingkungan yang bermanfaat bagi kehidupan dengan menghindari upaya perusakan dimuka bumi.
Keseimbangan ekologis berupa jaring-jaring makanan yang lengkap dalam ekosistem pertanian maupun alami di alam ini sebenarnya telah diatur oleh Allah dengan sedemikian rupa, sebagaimana disebutkan dalam beberapa ayat Al-Quran tentang fungsi ekologis dari masing-masing makhluk hidup yang saling berkaitan satu sama lain, dan Allah tidak pernah menciptakan sesuatu dengan sia-sia sebagaimana disebutkan dalam surat Ali Imran ayat 191, karena semuanya
 





memiliki fungsi. Begitu pula dalam ekosistem serangga yang ternyata saling berkaitan dan tidak mesti merugikan bagi kehidupan, diantaranya:
Belalang dan Kutu sebagai Hama

QS. Al A’raaf (7: 133) menjelaskan Belalang, Kutu sebagai hama


$uΖù=y™ö‘r'sù  ãΝÍκön=tã  tβ$sùθ’Ü9$#  yŠ#tpgø:$#uρ  Ÿ≅£ϑà)ø9$#uρ  tíÏŠ$xÒ9$#uρ  tΠ¤$!$#uρ  ;M≈tƒ#u™  ;M≈n=¢Áx•Β  (#ρçy9ò6tGó™$$sù (#θçΡ%x.uρ $YΒöθs% š⎥⎫ÏΒÍ÷g’Χ ∩⊇⊂⊂∪
Artinya ”Maka kami kirimkan kepada mereka taufan, belalang, kutu, katak dan darah sebagai bukti yang jelas, tetapi mereka tetap menyombongkan diri dan mereka adalah kaum yang berdosa”


Lebah Sebagai Serangga Polinator

Lebah sebagai polinator ini dijelaskan Allah dalam ayatnya QS. An Nahl (16:68- 69)
4‘ym÷ρr&uρ  y7•/u‘ ’n<Î) È≅øt