Hujroh - Forum Pesantren Indonesia Alumni Pesantren Indonesia Forum      Misi Hujroh
 

Main juga kesini sul:
The Ghurfah Kisah Sukses Alumni Alumni di Luar Negeri Bisnis Online Hikayah fi Ma'had Railfans Dunia Pesantren Ekonomi Islam
Forum  Knowledge  Ekonomi Islam 
Tugas Kenegaraan dan Pejabat dalam Islam
Pages: [1]

(Read 3049 times)   

Admin

  • Administrator
  • Abadan fi Ma'had
  • ***
  • Admin No Reputation.
  • Join: 2013
  • Posts: 2615
  • Logged
Tugas Kenegaraan dan Pejabat dalam Islam
« on: 17 Mar, 2018, 07:20:35 »


sebagai Amanah dan Tanggung Jawab
'Sruingguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan hl,i bn hak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila hukum ill antara manusia supaya kamu menetapkan dengan idmvit Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. i Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Hai orang- ftlmon, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, ikiiuliih la krpada Allah (Alquran) dan Rasul (Sunnahnya), jika lumut bn Iman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian (Mu Owglmii) dan lebih baik akibatnya.” (Al-Nisa (41: 58-59). tyai lain, Allah berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, hmu mrngkhlanatf Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) (Mmii mrnglthlanati amanat-amanat yang dipercayakan kepa- hnmu mengetahui" (Al-Anfal (8(: 27).
«t   hadis yang cukup menarik dari riwayat Abu
lUilll Ittl mrui'kinkan pentingnya nilai amanah atas semua yantt *• i !• MH dengan manajemen pemerintahan. Setiap rakyat. I MMIIIHI) litmiilllkl tanggung jawab terhadap negaranya.
fellltMi ■ «liaUt Alni Dzar al-Ghifari meminta Rasulullah untuk iM|f* itdiagal guliri nur pada salah satu wilayah kekuasaan IMIIMUI* "lldakkali engkau mengangkatku sebagai pejabat? kiltniiliMh IIPIMIKU: “Hai Abu Dzar, sesungguhnya engkau
Vmah dan aku suka sesuatu yang ada pada dirimu sebagaimana dalam diriku, sesungguhnya jabatan itu amanah (kepercayaan) dan di hari kiamat ia akan berubah menjadi kehinaan dan penyesalan kecuali diserahkan pada orang yang berhak dan ia mampu menunaikan tugas-tugas yang terkait dengan jabatan itu." (HR. Muslim).
Dalam sebuah hadis shahih Bukhari dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah bersabda: ‘Jika engkau sia-siakan amanah, maka tunggulah kehancuran. Dikatakan, hai Rasulullah, ‘Apa yang membuatnya tersia-sia? Rasulullah bersabda: “Yaitu ketika suatu perkara diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya."
Berdasarkan penjelasan ayat dan hadis di atas, dapat dipahami bahwa setiap pribadi Muslim dilimpahkan tanggung jawab kenegaraan, baik tugas kepemimpinan atau kenegaraan lainnya. Mereka dilimpahkan amanah dan bertanggung jawab terhadap amanah itu di hari kiamat nanti, dan akan diperhitungkan bagaimana mereka menunaikannya. Allah berfirman: ‘Dan katakanlah, Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang Mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan’ (Al-Taubah (91:105).
Di antara bentuk amanah yang dituntut dari para pejabat pemerintahan adalah menerapkan konsep amanah dalam proses pemilihan pegawai pemerintahan di berbagai departemen. Dalam kitab Al-Siyasah al-Syar’iyyah, Ibn Taimiyah menjelaskan tanggung jawab dan amanah seorang pejabat, “Pegawai yang diangkat pejabat pemerintahan guna menangani persoalan kehidupan kaum Muslimin adalah orang-orang yang memiliki kompetensi di bidangnya.”
Pernyataan Ibn Taimiyah ini bersandar dari hadis Rasulullah: ‘Barang siapa yang mempekerjakan orang karena ada unsur nepotisme dan di sana terdapat orang yang lebih baik daripada orang tersebut, maka ia telah mengkhianati amanah yang telak diberikan Allah, Rasul dan kaum Muslimin. Dalam hadis lain diriwayatkan: ‘Barang siapa yang diberi otoritas atas perkara orang-orang Muslim, dan kemudian ia mengangkat salah satu dari mereka dengan unsur nepotisme, maka ia akan mendapat laknat dari Allah Allah tidak akan menerima segala pengorbanan atau memberi kompensasi, dan akan memasukkannya dalam neraka (diriwayatkan dari Ibn Aoba' (1) dan Abu Bakar as Shiddiq (2) dari Hakim dalam Al-Mundhari, 1986, Yol. 3 hlm. 175).
Kntr\\araan dan Pejabat dalam Islam   59
n calon pegawai tidak bisa dipengaruhi unsur ungan terhadap golongan tertentu. Calon pegawai golongan dan bagi setiap orang yang memiliki l pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Ibn “Pemimpin negara memiliki tanggung jawab dan ri orang-orang yang layak sebagai penggantinya Mereka adalah pengganti pemimpin dalam urusan ) dan sistem peradilan. Mereka juga pengganti ‘ukan perang, veteran perang (sighar dan kibar), »n, para penulis, para penarik kharraj, zakat dan lainnya.
diangkat menangani masalah tersebut adalah baik dan berkompeten. Mereka akan menjadi imam : Alquran, pengajar, pemimpin haji, menjalankan i, penjaga harta kaum Muslim, penjaga benteng yang menjalankan had, pemimpin pasukan perang, penjaga pasar, pemimpin desa (kepala desa atau peda- hurta). Setiap pegawai yang akan menempati posisi ng yang terbaik dan berkompeten, dan jabatan itu I kepada orang yang memintanya." krierangan Ibn Taimiyah ini, amanah dan tanggung dibebankan kepada para pemimpin negara. Amanah mi meluas pada setiap pegawai di lini-lini pemerin- *'|>ck kehidupan di muka bumi ini. Tugas kenegaraan \ bagi orang yang bertanggung jawab menanganinya, nung yang berkompeten di bidangnya.


Kenegaraan dan Tanggung Jawab Individu
lllim, tugas kenegaraan merupakan tanggung jawab laiiKgimg Jawab golongan tertentu. Setiap pribadi Muslim -b terhadap kinerja (arnal) transaksi yang dilakukan.' bahwa pejabat publik merupakan penjaga yang di- Mimyrli oaiknn tugas-tugas kenegaraan. Mereka berkewajiban t uli irgrtla tenaga dan upaya untuk pekerjaan yang naikan tep.ala kewajiban, dan menjaga tenggat waktu |)a membutuhkan pengawasan dari atasan. h*m* memiliki pengawasan internal (built-in contrdl) jiwanya, ia sadar bahwa setiap langkah yang dila-
luinya mendapatkan pengawasan dari Allah. Allah berfirman: 'Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya’ (Al-Isrt’ [17J: 36).
Dalam ayat lain Allah berfirman: “Dan sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan’ (Al-Nahl (161: 93). Allah juga berfirman. “Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya’ (Al-Muddatsir [74]: 38).
Setiap pribadi yang memiliki tanggung jawab individu terhadap pekerjaannya merupakan pribadi pemberani dalam mengungkap kebenaran, tidak memiliki rasa takut kecuali kepada Allah. Islam ingin membentuk pribadi yang memiliki kesadaran dan tanggung jawab seni memiliki kepekaan terhadap hal ini. Mereka tidak akan diam terhadap kebatilan dan tidak menyerah terhadap tindak kemungkaran.
Alquran mencela orang yang tidak kritis terhadap kepemimpinan seseorang, tidak mau menunjukkan kebenaran dan memberikan nasihat la hanya pasrah terhadap kondisi yang ada. Allah berfirman: “Dan mereka berkata, ’Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah mentaati pemimpin pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kam dari jalan (yang benar), Ya Tuhan kami, timpakanlah kepada mereka azab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar" (Al-Ahzab (331:67-68).
Dalam sebuah hadis, Rasulullah bersabda: “Kewibawaan seseoran jangan sampai menghalangi orang lain untuk mengatakan kebenara ketika ia mengetahuinya."


Jabatan adalah Tugas dan Bukan Hak
Diriwayatkan dalam sebuah hadis dari Abu Musa al-Asy'ari berkata; “ dan dua erang lelaki dari keturunan pamanku datang kepada Nabi Saw salah satu dari lelaki itu berkata: ‘Hai Rasulullah, jadikanlah aku sebag pejabat atas sebagian kekuasaan yang telah diberikan Allah kepadamu, lela lainnya juga mengatakan demikian. Kemudian Nabi Saw bersabda: “Do Allah, seyungguhnya aku tidak akan memberikan jabatan kepada orang yan memintanya atau orang yang sangat menginginkannya. ’
Dalam hadis sebelumnya, Abu DzSr al-Ghifari meminta kepada Ras untuk menjadikan dirinya sebagai pejabat di salah satu provinsi. A’ tetapi Rasul tidak mengabulkannya, karena ia tidak memenuhi persyara
ni kemampuan teknis untuk menjalankannya. Jika berhak dan memiliki kompetensi, maka Rasulullah Karena Abu Dzar adalah sahabat Nabi yang i lugas dan kewajiban sosial yang menuntut beberapa a k akan diberikan kepada orang yang tidak berkom-
ara Barat, prosesi pemberian jabatan terkadang siatus sosial yang dimiliki calon pegawainya dan tertentu. Para pejabat kebanyakan dari para ve- prrang, mereka diberdayakan sebagai pejabat hingga ikat (pejabat harus/ dari angkatan perang, militer). licrkembang, jabatan diberikan kepada orang yang mg dalam dunia politik. Namun diberikan kepada au para mentri yang terdahulu.
pengangkatan pejabat ini konsen terhadap status pada golongan tertentu. Jabatan akan diberikan telah lama memberikan layanan kepada masyarakat, lupakan warisan dari pemikiran Aristokratism yang eksistensi kaum terdahulu. Golongan yang telah l kepada masyarakat merupakan orang yang paling berhak i Jabatan tertentu, dan tidak pantas diberikan kepada I dunia ini.
pejabat berdasarkan perbedaan status sosial berten- i lenrl Islam. Islam memandang bahwa manusia memiliki i (egaliter) untuk menjadi seorang pejabat. Jabaran diten- «tus sosial, tetapi lebih pada pertimbangan kom- *n (Integritas), amanah dan memiliki sikap adil. Untuk I, golongan, keturunan atau unsur lain tidak memiliki i pemilihan pejabat pada negara Muslim.
lugas dan tanggung jawab, bukan hak yang harus Wnrang akan tetap menjadi pejabat selama ia memiliki memenuhi persyaratan yang ada. Namun, ketika kom- IItlu tidak ada, maka ia layak untuk dicopot dan aian liduk adanya kompetensi dan integritas ini bisa adanya kemampuan berpikir atau fisik untuk menjala irlwli berkhianat dan tidak menunaikan amanah i kepadanya

Rasulullah mencopot Ala’ bin al-Hadhrami dari jabatan gubernur d! Bahrain, karena Abu Qais yang dijadikan utusan Rasul memberikan laporan atas kepemimpinannya. Kemudian, Rasulullah menggantinyi dengan Aban bin Sa’id dan berkata kepadanya: ‘Mintalah nasihat kepadi Abu Qais tentang kebaikan dan kemuliaan.” Rasulullah senantiasi melakukan pengawasan dan audit teihadap kineija pegawainya. Terlebih, jabatan yang terkait dengan keuangan negara. Rasul selalu mengaudit pendapatan dan pengeluaran keuangan negara dari para petugas zakat.
Suatu ketika, petugas zakat usai menunaikan tugasnya dan meng hadap Nabi, ia berkata: “Ini untuk kalian dan ini hadiah bagiku.” Rasulullah bersabda: “Ada apa dengan pegawaiku ini?" Pegawai itu menjawab: “Harta ini untuk kalian dan ini hadiah bagiku, tidakkah orang yang tinggal di rumah orang tuanya berhak mendapatkan hadiah atau tidak? Rasulullah bersabda: “Barang siapa telah menjadi pegawai dan ia telah menerima gaji, maka apa yang ia ambil setelah itu adalah ghulul (sebuah bentuk pengkhianatan).”1
Diriwayatkan, Umar r.a. pemah mencopot pejabat pemerintaha yang gemar mengucapkan syair dan mengandung syubhat. Khalifa Umar r.a. mengangkat Nu’man bin Adi bin Nadhah sebagai pejabat d! Misan. Kemudian Khalifah Umar r.a. menuliskan surat kepadanya “Dengan menyebut Asma Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayan HA Mim. Diturunkan Kitab ini (Alquran) dari Allah Yang Maha Perk lagi Maha Mengetahui, Yang Mengampuni dosa dan menerima taub lagi keras hukuman-Nya. Yang mempunyai karunia. Tiada Tuhan (ya berhak disembah) selain Dia. Hanya kepada-Nya tempat kembali (sem ‘supaya Amirul Mukminin berbuat jelek terhadapnya (rumah)’ demi Alla rumah itu telah menjelekkanku dan aku tetap maju. Maka aku pecat engka dari jabatan." Ketika ia datang kepada Umar r.a. dan berkata: “Hai Ami Mukminin aku tidak meminum sedikit pun, ini hanyalah syair yai memenuhi lisanku, dan aku adalah penyair. Umar r.a. berkata: “Say rasa begitu, tapi sekarang engkau tidak usah bekerja kepadaku unt selamanya.”2
'Muhammad Kard Ali, Al-Islam wa al-Hadharah al-Arabiyah, juz kedua, ceL Ke 1968, Kairo, penerbit Lajnah al-Ta’lif wa al-Tarjamah wa al-Nasyr, hlm. 96.
'Umar bin Khattab, karya Al-Thamawi, hlm. 283.
 
i |iriucrintahan Islam berhak mendapatkan kornya dilakukan, ia berhak mendapatkan gaji dari * la tidak menyia-nyiakan pekerjaannya. Masyarakat >*n menjaga dan memerhatikan kehidupan para nya dalam kehidupan sosial. Ini merupakan wujud (al-lak&Jul al-ijtima’a). Dalam sistem pemerintahan >kan prinsip ini, padahal, konsep dan tanggung »n sejak masa Rasulullah. Rasulullah bersabda: harta, maka untuk ahli warisnya, dan barang luarga (keturunan yang lemah) maka datanglah ; menanggungnya.”


Kenegaraan dan Akhlak Mulia
seorang pejabat pemerintahan adalah kepantasan ; tersebut terhadap pekerjaan yang ada (fit and proper).
lis Rasulullah: “Barang siapa yang mempekerjakan ur nepotisme padahal di sana terdapat orang yang lebih tersebut, maka ia telah mengkhianati amanah yang Kusul dan kaum Muslimin.” krtrrangan hadis ini, seorang pejabat harus memenuhi
ipuan teknis untuk menyelesaikan pekerjaan, ilmu i terkait
dan perilaku mulia yang merefleksikan kegiatan t dilakukan.
bentuk berdasarkan kaidah dan asas pemikiran yang i norma-norma Islam. Setiap Muslim berkewajiban nilai tersebut dalam perilaku kesehariannya, •kII tersebut bisa dilihat dari syiar pelaksanaan ibadah iikm trpat pada waktunya secara beijamaah.
i mrrupakan cerminan syiar ibadah, dan ia memiliki dan sosial terkait dengan perilaku seseorang. Shalat |lwa dan meningkatkan hubungan seorang hamba |lwanya akan menjadi bersih dan tunduk terhadap ditimbulkan, manusia akan memiliki pandangan kedudukan yang sama di hadapan Allah, dan ilus sosial. Hanya ketakwaan dan kebajikan 
yang membedakannya. Selain itu, dengan shalat akan membuatny bersikap tawadhu’ dan menjauhkan diri dari kesombongan.
Ketika Rasulullah mengangkat Muadz bin Jabal sebagai gubem Yaman, beliau berwasiat: “Hai Muadz, perkara yang paling penting bagi adalah shalat." Berdasarkan konsep ini, Khalifah Umar r.a. memberik peringatan kepada para pegawainya dan berkata: “Sesungguhnya, perka terpenting bagiku dari kalian adalah shalat, barang siapa menjaganya ma ia telah menjaga agamanya. Dan barang siapa menyia-nyiakannya, maka akan lebih menyia-nyiakan persoalan dan pekerjaan lainnya."
Allah menempatkan shalat pada kedudukan yang sangat mulia da melebihi bentuk ibadah lainnya. Dengan shalat disinyalir bisa menceg tindak kemungkaran dan kejahatan. Allah berfirman: ‘Jadikanlah sa' dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian 11 sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu” (Al-Baqarah (2]: 45 Kewajiban shalat yang harus diperhatikan secara kontinyu oleh pa pejabat, tidak mengurangi pentingnya syarat kompetensi dan kemampua teknis. Namun dengan shalat, akan mendorong pegawai menyelesaik pekerjaan sebagaimana ia menunaikan shalat. Sikap yang konsist menjalankan shalat dan nilai-nilai Islam dalam perilaku, keseharia harus dijadikan sebagai dasar untuk menjalankan peketjaan. Jika ia bi melakukan shalat dengan baik, maka secara otomatis, pekerjaan a' terselesaikan dengan sempurna. Shalat merupakan salah satu indik keseriusan seseorang dalam mengeijakan sesuatu.


Hak-hak dan Kewajiban Pegawai
Setiap pegawai dan individu yang telah baligh, lelaki atau perempu merupakan anggota dan bagian dari masyarakat. Mereka tidak bisa di dakan berdasarkan keturunan (nasab) atau status sosial; setiap kali adalah anak Adam, dan Adam berasal dari tanah. Pegawai dan peja pemerintah memiliki hak dan kewajiban layaknya penduduk lainnya. H yang bisa dinikmati oleh mereka tercermin sebagai berikut:
Hak-hak Politis
Hak Pilih
Hak ini muncul sebagai konsekuensi penerapan konsep musyawarah tanggung jawab kolektif untuk menjalankan hukum-hukum syara’
masyarakat. Alquran telah memberikan nash terkait , “sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musya- ha (Al-Syura [421: 38). Manajemen pemerintahan '•n yang harus dan wajib untuk dimusyawarahkan rakyat.
wab kolektif untuk menerapkan hukum-hukum Alquran ugas dan tanggung jawab setiap pribadi Muslim dalam uu ia bisa menunaikannya dengan anggota masyarakat memberikan pernyataan kepada seluruh manusia, “Wahai beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak saksi karena Allah, biarpun terhadap dirimu sendiri atau kerabatmu" (Al-Nisa’ (4j: 135).
glndikasikan, setiap Mukmin diharapkan ikut berpar- lllihan seorang pemimpin yang dijadikan sebagai wakil tmin untuk menerapkan hukum-hukum syara.’
Hak Pengawasan dan Partisipasi
hak bagi setiap anggota masyarakat Muslim, mereka saling k mendapatkannya. Sifat penting yang harus dimiliki oleh adalah menunjukkan kebenaran yang dilihatnya, dan ia ‘p rrlaan yang akan diterimanya.
Hadis, Rasulullah bersabda: “Agama adalah nasihat, untuk siapa? Rasulullah menjawab: ‘Untuk Allah, Rasul-Nya, dan kaum Muslim secara umum" (HR. Muslim dalam kitab m hadis lain: "Sesungguhnya, ketika manusia melihat dan lu tidak melakukan apa pun dengan tangannya, maka ributi menurunkan azab kepada mereka secara umum.”
! ketentuan nash ini, Islam mendorong untuk membentuk yang tangguh, kuat dan pemberani, tidak mengakomodir n ilitn segala bentuk penyimpangan, la merupakan •llllu memberikan kontribusi positif bagi manajemen bagi pengembangan kehidupan masyarakat.


1 lak-hak Sosial
Hak untuk Hidup
amigriali dari Allah, Dzat Sang Maha Pencipta yang
diberikan kepada hamba-Nya untuk beribadah dan memakmur kehidupan di muka bumi. Hidup merupakan hak asasi, dan setiap indi berkewajiban menjaga kehidupan orang lain sebagaimana kehidu pribadinya. Negara harus memberikan rasa aman bagi kehidupan rakya kehidupan dan nyawa mereka tidak terancam dan di bawah intimi orang lain.
Pada hari raya kurban, Rasulullah menyampaikan khutbah di hada manusia: “Sesungguhnya darah, harga diri dan harta kalian adalah har dan dimuliakan sebagaimana dimuliakannya hari, bulan dan negara feal ini. Bagi orang yang hadir, harap menyampaikan kepada orang ya berhalangan."
Hak untuk Dihormati (Kemuliaan)
Manusia memiliki kemuliaan, dan ia harus diperlakukan sesuai den nilai-nilai kebebasan yang telah diberikan Allah kepadanya. Orang melakukan tindak kejahatan berhak mendapatkan siksa dari penguasa, tidak berhak untuk menghina dan merendahkan kemuliaan yang dimill oleh manusia.
Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpu orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang dite w akan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan peremp merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu Ie baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri (Jangan mencela diri sendiri maksudnya ialah mencela antara sesama mukmin karana orang-o mukmin seperti satu tubuh) dan jangan memanggil dengan gelaran ya mengandung ejekan..." (Al-Hujurat [491:11).
Hak Kebebasan
Kebebasan di sini bukan berarti sebuah kebebasan yang bersifat mul manusia bebas melakukan apa saja sesuai dengan keinginannya. Nani kebebasan ini dibatasi dengan nilai, norma atau etika yang telah dite tukan Islam. Setiap tindakan yang keluar dari norma yang ada, b dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial, budaya, maka hak kebeba itu telah sima.
Di samping itu, Islam juga memberikan kebebasan untuk mem keyakinan dan agama yang ingin dianutnya, tidak ada paksaan, la J memiliki kebebasan dalam kepemilikan, berhubungan dengan ori kebebasan bekerja, kebebasan untuk bergerak dan bertempat tinggal.
<in dan Pejabat dalam Islam
Mendapatkan Perlakuan Sama
timpukan sama, tidak ada keutamaan antara satu Ulu lainnya. Manusia harus diperlakukan sama di ketentuan Syariah, sistem peradilan Allah berfirman: menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, m kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, musu/ian. Dia memberi pengajaran kepadamu agar pclajaian" (Al-Nahl [16]: 90).
Hak untuk Bekeija
m petunjuk untuk memakmurkan dan memanfaatkan bumi, Allah berfirman: "Dia telah menciptakan kamu menjadikan kamupemakmumya (maksudnya: manusia dunia untuk menguasai dan memakmurkan dunia)"
Ulu Allah berfirman: “Sesungguhnya Kami telah menem- di muka bumi dan Kami adakan bagimu di muka bumi n Amat sedikitlah kamu bersyukur" (Al-A’raf [7]: 10). tmiuk bekerja, dalam hadis diriwayatkan: “Barang siapa „kau pekerjaan dengan tangannya, maka ia akan menda-
«
pakan sumber kemuliaan manusia. Martabat dan nilai I dari pekerjaannya. Nagara harus mengatur hak ini, I eksploitasi dan kecurangan bagi setiap individu dan
Hak Kepemilikan
dnlvasi dari hak bekerja. Dengan bekerja ia akan tUn berhak untuk mempunyai hak milik. Materi yang u il.nl bekerja merupakan hak baginy2. Ia berhak mlitiiy» pengurangan, dan hartanya tidak boleh diambil •dii ketentuan dari Syariah, seperti hak harta untuk l 'ikut atau Infaknya.



Hak-hak Pegawai Sektor Publik
Upah yang Memadai

Hak ini diperoleh sebagai kompensasi atas pekerjaan yang tel ditunaikan pegawai pada sektor publik. Setidaknya ia memiliki kont kerja dengan negara bahwa setelah ia menyelesaikan pekerjaan y» ditentukan, ia berhak mendapatkan upah. Selain itu, bagi pegawai y* telah lama mengabdi kepada negara dan ia bisa menunjukkan loyali dan kinerja yang baik, maka ia pantas menerima kenaikan gaji. Neg perlu memberikan tunjangan, tambahan fasilitas, sehingga bisa meni katkan kesejahteraannya. Begitu juga sebaliknya, negara beihak mem pegawai, jika ia teledor dan menyia-nyiakan peketjaannya. Namun, masih berhak menerima uang pesangon dan kesempatan bekeija lainn
Kontrak ketja dalam term fiqh Hambali didefinisikan sebagai a atas suatu manfaat yang diperbolehkan dan diketahui serta unt jangka waktu tertentu dengan adanya kompensasi (upah) tertentu.1 Dai kitabnya, Dr. Sa’id mendefinisikannya sebagai kontrak antara pek dengan majikan, di mana pekerja memberikan tenaganya atas su pekerjaan sesuai dengan keinginan majikan, sehingga pantas bil» mendapatkan manfaat yang diperbolehkan, berupa kompensasi, b untuk jangka waktu tertentu atau menyelesaikan peketjaan tertentu.
Dalam Islam, rukun yang paling krusial dalam akad adalah ahli (kepatutan) dan kerelaan. Ahliyah di sini berarti ia sudah baligh, umur, rasyid (cerdas) dan berakal. Artinya, kepatutan dan kelaya seseorang untuk melakukan kontrak. Sedangkan kerelaan harus terce dari kedua pihak, masing-masing antara pekerja dan majikan rela sepakat untuk melakukan akad.
Kerelaan dari sisi pekerja bisa ditunjukkan dengan kemampu kompetensi dan kesediaannya untuk menunaikan pekerjaan. Jika pe' tidak serius dalam menjalankan tugasnya, ia bertindak curang, melakukan penipuan, maka akad tersebut menjadi baui. Akad juga baui ketika pekeija ditipu oleh majikan. Artinya, upah yang dibe kepada pekeija atas suatu pekeijaan lebih rendah dari sundar gaji diberikan kepada sesama pekeija. Dengan demikian, dapat dicantum
JDr. Shadiq Mahdi al-Sa'id, Al-Amal wa al-Dkaman al-ljtima'ifi al-Islam, Mal a!-Ma’arif, Baghdad, 1965, blm. 46.
 
jumlah upah diberikan berdasarkan kriteria pekerjaan
tiduput beberapa syarat terkait dengan pekeijaan seorang |irkcrjaan yang disepakati bukanlah pekerjaan yang rang syara’ karena, Islam melarang untuk bekerja atas «m secara syara’.
Penetapan Upah
kepada pegawai harus berupa harta atau piutang pada waktu tenentu. Namun, dimungkinkan upah bisa pekeijaan fisik lainnya. Tapi, upah wajib dikeuhui i |>rkcrja. Rasulullah bersabda: "Barang siapa mempeker- ukanlah upahnya. " Begitu juga, upah harus dibayarkan Kerjaan telah usai dilaksanakan, sebagaimana sabda tlah upah pekerja sebelum keringatnya kering." uh hadis qudsi, Allah berfirman: ‘Terdapat tiga orang hari kiamat, dan barang siapa aku seterui, maka engkau yu Mereka adalah: seseorang yang diberi kepercayaan alnya, orang yang menjual orang merdeka kemudian dan orang yang mempekerjakan pekerja dan ia telah annya, namun upahnya tidak diberikan."
‘, Syariah memberikan kebebasan untuk menentukan j pembayaran upah sesuai dengan kondisi sosio-ekonomi pembayaran upah bisa disepakati, bisa dibayarkan gu sekali, atau sebulan sekali sesuai dengan kondisi it kompetensi pekeija dan jenis pekerjaan.

Kesejahteraan Keluarga
|irnrniuin upah yang diberikan kepada pekeija Muslim in keluaiga yang ditanggungnya. Tentara yang mendapatkan dua bagian, sedangkan yang masih i satu bagian dari harta fai\ Rasulullah bersabda: i seseorang, sedang pekerja ini belum memiliki 'tlflll rumah, jika 'belum menikah, maka nikahkanlah, raan, maka berikanlah kendaraan." Berdasarkan kewajiban untuk memenuhi kebutuhan pokok

Hak Permohonan Kenaikan Gaji
Ketika seorang pekerja merasa bahwa gaji yang diterimanya tidak bisa mencukupi kebutuhannya, atau lebih rendah dari hak yang seharusnya diterima, maka ia memiliki hak untuk meminta kenaikan gaji, la boleh mengajukan hal ini kepada pegawai yang menangani gaji karyawan, gaji disesuaikan dengan kerja yang dilakukan.
Dalam sebuah riwayat, Khalifah Abu Bakar r.a. berkata: “Kaumku telah mengetahui bahwa sesungguhnya pekerjaanku tidak melemahkan- ku untuk memberikan nafkah kepada keluargaku. Aku benar-benar telah disibukkan dengan urusan kaum Muslimin, dan aku akan bekerja pada harta mereka, dan keluarga Abu Bakar r.a. akan memakan dari harta ini. Kemudian, kaum Muslimin memberikan 2 dirham. Dalam satu riwayat, 3 dirham setiap hari dari Baitul Mdl. Kemudian beliau berkata: “Tambahkanlah gajiku, sesungguhnya aku memiliki keluarga, kalian telah menyi- bukkanku sehingga aku tidak sempat berniaga, kemudian merek* menambahkan 15 dirham."4
Tidak Membebani Pekerjaan Lebih dari Kemampuan
Ini merupakan bagian dari beberapa hak yang lazim diterima pekerja. Islam memberikan petunjuk untuk tidak memberikan beban pekerjaan melebihi kemampuan seorang pekerja. Allah berfirman:.'Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya, la mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siks (dari kejahatan) yang dikerjakannya. ’ (Al-Baqarah [2]: 286).
Konsep ini diisyaratkan dalam kisah Musa a .s. dengan Syua’ib a.s. ketika berkata, “Berkatalah dia (Syu’aib): “Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dan kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu " (Al-Qashas (20): 27).
Islam tidak mengenal eksploitasi terhadap kemampuan karyawan dan membebaninya dengan pekerjaan yang melebihi kemampuannya Tanpa memberikan upah yang sebanding dengan kerja yang dilakukan, maka hal ini akan memicu timbulnya permusuhan antara majikan dn
’Muhammad Kard AU, Al-lslam wa al-Hadlarah al-Arabiyah, hlm. 107-108.
 
irulapat persatuan serikat buruh, kelompok pengusaha ■ Bkoiak-kotakkan kehidupan masyarakat, memerhatikan hak-hak kaum pekerja, dan memer- inya. Kebebasan untuk menetapkan gaji jangan n perseteruan dan permusuhan antara majikan dan li harus memiliki kebijakan, jangan sampai hal ini onstrasi (unjuk rasa) atau intimidasi yang dapat gian bagi salah satu pihak. Negara harus mengatur pekerja dan majikan yang seharusnya dibangun dengan mulia, bukan dengan eksploitasi atau tindakan anarkis. .


Kewajiban Pekerja Sektor Publik
i dalam Menegakkan Hukum-hukum Allah

Muslim terbentuk berdasarkan adanya kesamaan nihili inilah yang menyatukan hati kaum Muslim, sehingga masyarakat. Pegawai publik adalah individu yang bekerja n kemaslahatan bagi masyarakat Muslim. Mereka bekerja pemerintahan yang berfungsi memberikan pelayanan liatan individu dan masyarakat secara simultan, kewajiban awal yang harus ditunaikan adalah berkon- ■egakkan hukum-hukum dan Syariah Islam. Hal ini bisa konsistensi setiap individu untuk menjalankan Syariah, nya dalam kehidupan. Agar Syariah ini bisa dite- tinyu, kegiatan amar ma’ruf nahi munkar (memerin- Ikan dan mencegah kemungkaran) harus ditegakkan, dengan firman Allah: “Kamu adalah umat yang terbaik untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dan Imiman kepada Allah’ (Ali Imran [3]: 110). kUn, loyalitas awal yang harus ditunjukkan para pegawai tunduk terhadap nilai-nilai Syariah. Loyalitas ini harjs mu lieitlndak loyal terhadap seorang pemimpin, partai punyai Utan atau pelaksana pemerintahan. Lebih awal, Int luuus melekat dalam diri seorang pegawai, kemudian dalam perihku dan menjalankan tugas pemerintahan
bn kewajiban untuk meluruskan segala bentuk sistem manajemen, memberikan peringatan dan
menunjukkan kesalahan dan kekhilafan, serta melakukan tindakf r korektif dan membenahi kesalahan yang ada. Para pegawai adalah priUl yang senantiasa sadar dan berkontribusi untuk melakukan kemaslahaufl Tujuan hidupnya adalah meningkatkan kinerja dan mengembangkfl peketjaan yang bermanfaat bagi masyarakat Muslim.
Sikap loyal terhadap nilai-nilai Syariah bukan berarti dapat dijadikfi sebagai alasan (justifikasi) para pegawai untuk bertindak negatif terhad^ lembaga pemerintahan tempat ia bekeija. Atau, untuk meningkatklB martabatnya sebagai reformis untuk melakukan perbaikan di pelbi|fi| bidang, sementara ia tidak memiliki pengetahuan dan kemampuan tekifl yang memadai.
Sikap loyal terhadap Syariah, bukan bermakna ia memiliki kebebattf untuk menafsirkan nilai-nilai Syariah, terutama pada nash-nash yang bi|| menerima ijtihad. Padahal di satu sisi, pegawai itu lebih mengetahl tanggung jawab yang diembannya. Ketika tindakan mereka menyimpifl dan bertentangan dengan nash sharih yang tidak menerima tafsir; pegawjpi pada sektor publik berkewajiban untuk mengubahnya dengan berbagai cifl
Melaksanakan Tugas dengan Ikhlas dan Cermat
Melaksanakan tugas adalah kewajiban mulia bagi seorang pegawai seb konsekuensi atas gaji yang diterimanya. Dalam melaksanakan tugu seyogyanya ia tidak asal-asalan, akan tetapi ia harus bersikap profesio dan menjalankannya dengan sebaik mungkin. Sebagai pribadi Musi mereka harus merasa bahwa tanggung jawab peketjaan merupak amanah, sebuah amanah yang tidak hanya meminta pertanggung jawal di hadapan atasan, namun juga di hadapan Allah di hari perhitungan n» (hisab).
Kontrak kerja, pada hakikatnya, merupakan perjanjian seor pegawai, dan Alquran menekankan pentingnya menjalankan peijanj ini. Allah berfirman: “Dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu ;xt diminta penanggungan jawabnya’ (Al-Isra' 117]: 34). Dalam sebuah lis Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah menyukai seorang hanf yang mengerjakan tugas dengan sebaik mungkin (profesional)" D»lf hadis lain: “Barang siapa mengambil gaji, maka Allah akan mempr tungkannya dengan pekerjaan.’
Di antara bentuk sikap profesional adalah memenuhi segala bcnl persyaratan yang dituntut dalam pekerjaan, waktu kerja yang dimll
t#|MMttihny« untuk menghasilkan kinerja sebaik mungkin, niggnh dalam menunaikan tugas sesuai dengan tenggat diblflkin Semua itu dilakukan semata-mata untuk men- H.IIM Allah, bukan semata kepuasan atasan. k*uk« sahabat Umar r.a. berkata kepada pegawainya: “Sesung- ■•i liruiuk kekuatan dalam bekerja adalah tidak mengakhirkan bati UU untuk dikerjakan esok hari. Jika kalian lakukan hal ini, -n kailan akan semakin menumpuk, dan kalian tidak akan , pfknjaan mana yang harus didahulukan dan diambil.”5 I pei tanyaan menarik dalam hal ini, di luar waktu jam kerja, pegawai diperbolehkan menggunakan waktunya untuk - Itfiianl atau berniaga? Pintu ijtihad sangat terbuka untuk penualan ini. Akan tetapi, di awal pemerintahan Islam, bagi inrmlliki tanggung jawab besar seperti hakim, gubernur, sia alau yang sejenis, semua kebutuhan hidupnya harus MM* negara dengan gaji yang dibayarkan. Sehingga, mereka Melakukan bisnis daripada menjalankan tanggung jawabnya, IUFHI ari penghasilan tambahan (side jobj untuk memenuhi |t#|tuiuhan hidup. Persoalan ini telah dijelaskan pada sikap yang meminta tambahan gaji, karena ia disibukkan dengan rintihan, dan tidak sempat melakukan perniagaan yang penghasilan yang melimpah.
sama juga diisyaratkan oleh Ali bin Abi Thalib r.a. ketika linat kepada Asytar al-Nukha’i sebagai gubernur Mesir, dia Untuk menyempurnakan gaji yang diterima para pegawai, t»nlapat potensi korupsi terhadap keuangan negara. Ali r.a. dia u sempurnakanlah gaji yang mereka terima, karena upah ilkan kekuatan bagi mereka untuk memperbaiki diri, 4h i melek* untuk melakukan tindak korupsi dengan kekuasa- ! dan hiu dijtdikan sebagai argumen jika mereka melakukan (pftUwanan) dan berkhianat terhadap amanahmu."6 W*M» tlilsk melarang untuk menggunakan waktu di luar jam dipeibolehkan menggunakannya untuk melakukan nf««l Ulunya Waktu itu bisa digunakan untuk berbisnis,
Nnt Alt, llil.l, Mm. 127.
AIMII< Aliiltil II adi, Al-Fihr al-Idari al-lslami w a al-Muqarin, Daar »M l'J/ft hlm 203. 
bercocok tanam, menyalurkan hobi dan lainnya. Namun dengan cataun tenaga dan pikirannya tidak terforsir untuk kegiatan ini, sehingga i tidak mampu menunaikan tugas-tugas kenegaraan secara profesional d«
sesuai dengan tuntutan.


Menegakkan Amanah
Sebagai bentuk menegakkan amanah dalam pekerjaan adalah tid melakukan komersialisasi (eksploitasi) jabatan hanya untuk kemaslahat dan kepentingan golongan tertentu. Islam memandang bahwa eksploit.i jabatan untuk kepentingan pribadi (golongan) merupakan benui pengkhianatan kerja dan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya Hal ini senada dengan sinyalemen Allah: “Hai orang-orang yan beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) d (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipencayak kepadamu, sedang kamu mengetahui" (Al-Anfal [8]: 27).
Setidaknya, dapat penulis hadirkan dua bentuk eksploitasi jabau dan kekuasaan yang menunjukkan bentuk pengkhianatan:
Pertama, jabatan yang dimiliki dimanfaatkan untuk menumpit materi. Hal ini mencerminkan sakitnya kejiwaan pegawai tersebu hatinya lupa untuk takut kepada Allah. Jabatan itu digunakan unlu memenuhi kebutuhan hidupnya, merugikan pihak lain dan dimanfaatk untuk menerima suap serta hadiah dari orang-orang yang memanfaat pelayanannya.
Hadis Rasul dari Abu Hamid al-Sa'idi dalam kitab al-Shahihal memberikan cenninan iindak eksploitasi jabatan dan pendapat Islam dalamnya. Rasulullah mengangkat Ibn al-Litbiyah dari Al-Azd unti menarik harta zakat, ketika datang di hadapan Rasulullah ia berka “Ini untuk kalian dan ini hadiah untukku. Kemudian Rasulullah b sabda: “Apa yang dilakukan pegawei terhadap persoalan yang telah kuasakan oleh Allah, dan ia berkata ini untuk kalian dan ini hadiah uirtiihf Apakah ketika ia duduk di rumah ayah ibunya ia juga akan mendapati t hadiah? Demi dzat di mana jiwaku berada dalam kekuasaan-Nya, apa ya ia ambil dari harta zakat, di akhirat nanti akan ia pikul di alas punggtmgn Onta, sapi dan domba yang diambil akan dipikulnya dengan suara-suci menakutkan." Kemudian Rasulullah mengangkat kedua tangannv seolah tampak bulu ketiaknya dan bersabda: “Ya Allah, tidakkah aku tel menyampaikannya, berulang tiga kali.”
 
seorang pegawai dari rakyatnya, sebagai akibat iya, maka itu merupakan bentuk suap. Karena i la terima jika ia tidak memiliki jabatan tersebut, t "/larang siapa diangkat menjadi pegawai dan ia telah m npa yang ia ambil selain itu adalah gliulul (peng-
ulullah mengutus Abdullah bin Rawahah untuk kaum Yahudi. Abdullah sangat ketat dalam perhi- Mrrcka ingin melaporkan ketatnya perlakuan ini dan mereka berkeinginan untuk menyuap. Maka, Ikan perhiasan dari kaum wanita dan berkata. “Ini 'nkanlah perhitungan ini, serta tambahilah bagian Abdullah berkata “Hai kaum Yahudi, kalian adalah paling saya benci, hadiah itu tidak akan menuntunku . Apa yang kalian tawarkan dari hatta suap adalah akan memakannya. Mereka berkata, “Dengan inilah adi tegak."®
i yang memanfaatkan jabatannya untuk menda- itmteri, maka ia telah terjebak dalam praktik suap mendapatkan laknat dari Allah. Diriwayatkan dalam k naf orang yang memberikan suap dan orang yang
dieksploitasi untuk memenuhi kepentingan sesegan kerabat atau sanak famili, atau orang-orang «u untuk kepentingan golongannya (nepotisme), yang lebih berhak untuk menerimanya. Dalam sebuah bersabda: ‘Barang siapa yang mempekerjakan orang nepotisme dan di sana terdapat orang yang lebih baik dan fmeliuf, maka ia telah melanggar amanah yang telah ilon kaum Muslimin."
n umatnya untuk menjaga amanah, dan ia harus tiyw untuk tidak berkhianat, dan selalu takut kepada yang dilakukan. Islam juga akan memberikan had publik yang teledor dan menimbulkan kerusakan.
iil Arabiyah, Muhammad Kard Ali, hlm. S6.
Manajemen Syariah
Pemimpin negara berhak memberikan hukuman agar bisa dijadita cerminan dan pelajaran bagi lainnya.
Pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab r.a. beliau senantia melakukan inspeksi dan pengawasan terhadap kinerja peg2wainy dengan harapan tidak ada yang memanfaatkan jabatan. Negara lsla harus memiliki sistem pengawasan manajemen yang ketat untuk menceg eksploitasi dan komersialisasi jabatan demi kepentingan pribadi (s intcrest) dan golongan.

Patuh dan Melaksanakan Tugas Atasan
Ini merupakan kewajiban keempat bagi pegawai pemerintahan. Ta kepada pimpinan adalah sebuah keniscayaan untuk mengatur d menjalankan kehidupan. Alquran mengukuhkan hal ini dalam sebu ayat: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-(Ny dan ulil amri di antara kamu" (Al-Nisa’ [4j: 59). Kata ulil amri di si bersifat umum, bisa diidentikkan dengan hakim atau pimpinan den berbagai level jabatan.
Dalam hadis diriwayatkan: “Setiap Muslim berkewajiban uni mendengarkan, taat terhadap sesuatu yang disukai atau dibenci, sepanju tidak diperintah untuk melakukan maksiat. ” Standar untuk tidak taat kep pimpinan adalah ketika mereka mengajak pada tindak maksiat terhad nilai dan hukum Syariah. Jika demikian, maka tidak ada ketaatan unt pimpinan. Perintah tindak maksiat dari pimpinan tidak bisa diukur den pendapat pribadi bahwa perintah itu bertentangan dengan Syariah. Kait bisa jadi, ia tidak mau taat terhadap pimpinan karena unsur kebencI terhadap kepemimpinannya atau tidak sesuai dengan keinginannya.
Dengan demikian. Islam mendorong tercipt2nya sistem kehidu dalam masyarakat Muslim. Hal ini bisa dibangun dengan ketaatan i hadap pimpinan atas sesuatu yang kita sukai atau benci. Ketaatan bersifat mengikat dan wajib dilakukan, sepanjang perintah pimpinan ti bertentangan dengan nash Syariah atau mengajak tir.dak maksiat. J perintah itu keluar dari nash Syariah, maka tidak ada ketaatan, ls berusaha membentuk pribadi yang sadar, bertanggung jawab dan br dalam menjalankan tanggung jawab. Mengetahui batasan ketaatan y wajib, dan tidak akan taklid buta pada pimpinan yang mengarah p tir.dak maksiat.
« Last Edit: 17 Mar, 2018, 08:34:21 by Admin »