8. Merebaknya Pengangguran di Masyarakat
Faktor mendasar lainnya yang menyebabkan kenakalan pada anak adalah merebaknya pengangguran di tengah masyarakat. Seorang lelaki yang telah beristri dan mempunyai anak, tapi sulit untuk mendapatkan pekerjaan. Mereka tidak mendapatkan makanan yang bisa menahan laparnya serta memenuhi kebutuhan pokok dan tuntutan hidupnya. Anak-anak pun secara bertahap akan terjerumus ke dalam penyimpangan dan kenakalan. Barangkali juga seorang kepala rumah tangga atau siapa saj a yang memiliki tanggung jawab terhadap keluarga dan anak akan mencoba mencari harta dengan jalan haram seperti dengan cara mencuri, merampas, dan menyuap. Jika demikian keadaannya berarti masyarakat tersebut telah dilanda kekacauan dan kehancuran.
Dengan menerapkan prinsip keadilan sosial dan menjaga hak individu masyarakat, Islam telah memberi solusi peri-hal masalah pengangguran dan yang sejenisnya, baik karena pengangguran yang dipaksa (PHK) atau pengangguran karena malas bekerja. Adapun solusi bagi orang yang menganggur karena dipaksa, yang tidak mendapat peluang pekerjaan padahal dirinya sangat berharap mendapatkannya,
ada dua macam:
a. Negara berkewajiban menciptakan lapangan pekerjaan
b. Masyarakatberkewajibanmembantu- nya hingga ia mendapatkan pekerjaan
Adapun yang merupakan tanggung jawab negara adalah sebagai-mana yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari hadits shahabat Anas bin Malik Seorang laki- laki dari kaum Anshar telah mendatangi Nabi untuk meminta-minta kepada beliau. Beliau bertanya, "Apakah tidak ada sesuatu pun di dalam rumahmu?" Laki-laki itu menjawab, "Ya, hanya kain tebal yang sebagiannya kami pakai dan sebagiannya kami bentangkan, serta gelas tempat kami meminum air.” Nabi M, bersabda, “Bawalah keduanya kepadaku."
Kemudian laki-laki itu membawa keduanya kepada Nabi jjjg, lalu beliau mengambilnya dengan kedua tangannya dan bersabda, "Siapa yang mau membeli kedua barang ini?" Seorang laki-laki menjawab, "Aku membelinya dengan harga dua dirham." Kemudian beliau memberikan barang itu kepadanya lalu mengambil dua dirham dan memberikannya kepada orang Anshar tersebut. Beliau bersabda, "Belilah makanan dengan salah satu dari kedua dirham itu dan berikanlah kepada keluargamu, kemudian dengan yang satu dirham lagi belilah kapak dan bawalah kepadaku."
Kemudian kapak itu diberikannya kepada beliau. Setelah itu Rasulullah Saw mengambil sebuah kayu, mengikatnya dengan tangannya, dan bersabda, "Pergilah dan carilah kayu bakar, kemudian juallah. Aku tidak ingin melihatmu selama lima belas hari." Lalu laki-laki itu melaksanakan perintah beliau. Setelah itu, ia datang kepada beliau setelah ia mendapatkan sepuluh dirham. Dengan sebagiannya itu, ia membeli pakaian dan dengan sebagian yang lain ia membeli makanan. Maka Rasulullah bersabda, "(Bekerja] lebih baik bagimu daripada datang (meminta- minta). Dan perbuatan meminta-minta itu akan menjadi titik noda di wajahmu besok pada hari kiamat."
Adapun masyarakat berkewajiban membantunya hingga ia mendapatkan pekerjaan, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari hadits Abu Sa'id Al- Khudri bahwa Rasulullah Saw bersabda:
"Barangsiapa yang memiliki kelebihan punggung (tunggangan) hendaklah ia menghampiri orang yang tidak mempunyaipunggung.Danbarangsiapc yang mempunyai kelebihan bekal maka hendaklah ia menghampiri orang yang tidak memiliki bekal."
Dan sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al-Bazzar dan Ath-Thabrani bahwa Nabi Saw bersabda:
"Tidaklah beriman kepadaku, barang- siapayang semalaman dalam keadaan kenyang, sedangkan tetangganya yang berada di sampingnya dalam keadaan lapar dan ia mengetahui hal itu."
Rasulullah juga bersabda:
“Siapapun yang mati tersia-siakan di tengah-tengah kaum yang kaya, maka (ia) telah bebas dari tanggung jawab terhadap Allah dan Rasul-Nya, yang menjadi tanggung jawab mereka (orang kaya)."
Di dalam kitab Al-Ikhtiy&r Lita'lilil Mukhtar disebutkan:
"jika seseorang memberikan makanan dan memberikan sesuatu kepadanya (orang miskin) maka gugurlah dosa dari orang-orang selainnya (yang tidak memberi).”
Adapun solusi bagi pengangguran karena malas yang tidak mau bekerja padahal ia mampu dan sanggup melakukannya maka hendaknya pemerintah
memberikan pengawasan kepadanya. Seandainya pemerintah mengetahui bahwa orang itu memang pemalas dan tidak mau bekerja, maka hendaknya dinasihati yang baik dan bermanfaat baginya. Jika ia tetap enggan maka hendaknya menindaknya dengan keras bahkan memaksanya (untuk bekerjaj.
Ibnu Jauzi meriwayatkan dari 'Umar bin Khattab bahwa 'Umar bin Khattab pernah menemui suatu kaum yang tidak bekerja. 'Umar bertanya, "Mengapa kalian tidak bekerja?” Mereka menjawab, "Kami bertawakal.’"Umarberkata,"Kalianbohong. Sesungguhnya orang yang bertawakal itu adalah orang yang melemparkan (menanam] satu benih ke dalam tanah, lalu bertawakal kepada Allah." ‘Umar lalu berkata:
'janganlah salah seorang di antara kamu duduk berpangku tangan tidak mau mencari rezeki lantas berkata, 'Ya Allah, berilah aku rezeki.’ Padahal ia mengetahui bahwa langit itu tidak akan menurunkan hujan emas atau perak."
Ia juga melarang kaum fakir untuk tidak bekerja dan hanya menggantungkan diri kepada pemberian dan sedekah. Ia berkata:
"Wahai sekalian kaum fakir, berlomba- lombalah di dalam kebaikan dan janganlah kalian menjadi beban bagi kaum muslimin yang lain.”
Berdasarkan nasihat ‘Umar bin Khatthab ini dapat dipahami bahwa zakat dalam Islam itu diberikan hanya untuk sekadar menutupi kebutuhan dan membuka lapangan pekerjaan. Dengan demikian, mereka tidak menjadi pemalas dan sebab untuk berpangku tangan dan bertawakal.
Adapun jika kelemahan karena usia tua atau sakit yang menyebabkan pengangguran, maka pemerintah wajib mengayomi mereka dan menjamin kebutuhan hidupnya yang utama. Pengayoman ini tanpa melihat keadaan mereka itu apakah lemah atau sakit, muslim atau nonmuslim.
Dalil yang menunjukkan akan hal ini adalah apa yang diriwayatkan oleh Abu Yusuf di dalam kitab AI-Kharaj bahwa 'Umar bin Khatthab pernah melewati suatu kaum yang terdapat seorang pengemis yang sedang meminta-minta. Pengemis itu sudah tua dan buta. 'Umar memukul lengannya dari belakang dan bertanya, "Dari Ahli Kitab mana engkau?" Pengemis itu menjawab, "Yahudi." 'Umar berkata kembali, "Apa yang mendorongmu untuk melakukan seperti yang kulihat ini?" Pengemis itu menjawab, "Aku mengemis karena (dililit) pajak kebutuhan dan usia." Kemudian ‘Umar membawanya ke rumah dan memberinya sesuatu dari baitul mal (kas negara) dan berkata kepadanya, "Perhatikan orang-orang ini dan pajak- pajaknya. Demi Allah kita tidak berbuat adil kepadanya, jika memakan (hasil karya) pada masa mudanya lalu kita membiarkannya (telantar) pada masa tuanya. Sesungguhnya sedekah-sedekah itu diberikan kepada orang-orang fakir dan orang-orang miskin. Dan orang ini adalah orang miskin Ahli Kitab.”
‘Umar jugapernahmelewati suatu kaum dari orang Nasrani yang terkena penyakit kusta. Maka beliau memerintahkan untuk memberikan santunan kepadanya dari harta baitul mal yang bisa menjamin kehidupan, kesehatan, dan menjaga kemuliaannya.
Inilah solusi yang diarahkan Islam dalam mengatasi masalah pengangguran. Menurut kami, itu merupakan solusi santun, bijaksana, dan adil. Hal ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang penuh kasih sayang, manusiawi, dan berprinsip adil. Allah menurunkannya untuk menjadikan penerang bagi umat manusia dan mercu suar di kegelapan hidup.
9. Keteledoran Orang Tua Akan
Pendidikan Anak
Di antara faktor besar yang menyebabkan terjadinya kenakalan pada anak adalah keteledoran orang tua dalam memperbaiki anak. Hendaknya kita jangan lupa akan peran seorang ibu dalam memikul amanah dan melaksanakan tanggung jawab terhadap orang yang harus ia pelihara dan didik. Semoga Allah
merahmati orang yang berkata:
Adalah seorang ibu yang merupakan sekolah yang jika engkau telah mempersiapkannya Berarti engkau telah mempersiapkan suatu bangsa yang mempunyai akar- akar yang baik.
Adapun seorang ibu dalam memikul tanggung jawab sama seperti seorang bapak, bahkan tanggungjawab ibu lebih penting dan besar. Dikarenakan, seorang ibu senantiasa mendampingi anak sejak dilahirkan hingga tumbuh dewasa dan sampai pada usia yang layak untuk memikul tanggung jawab. Rasulullah sgg menyendirikan tanggung jawab seorang ibu, dalam sabdanya:
"Dan ibu adalah seorang pemimpin di dalam rumah suaminya dan ia bertanggung jawab terhadap yang dipimpinnya itu.”
Hal ini dimaksudkan untuk mencipta- kan rasa tolong-menolong bersama seorang bapak dalam menyiapkan generasi dan mendidik anak-anak. Maka dari itu, jika seorang ibu meremehkan kewajiban dalam mendidik anak dan lebih mementingkan karirnya. Begitu pula jika seorang bapak meremehkan tanggung jawab mengarahkan dan mendidik anak maka anak itu tidak beda dengan anak yatim. Ia akan hidup terasing, bahkan akan menjadi sebab kerusakan umat secara keseluruhan. Alangkah benarnya seorang penyair yang berkata:
Bukanlah anakyatim itu anakyang kedua orang tuanya telah selesai menanggung derita hidup (mati) dan meninggalkannya sebagai anakyang hina
Tetapi anakyatim itu adalah yang mendapatkan seorang ibu yang menerlantarkannya atau seorang bapak yang sibuk (tidak menghiraukannya).
Apa yang bisa diharapkan dari anak-anak yang para bapak dan ibunya kondisinya seperti ini? Parahnya lagi manakala seorang bapak menghabiskan waktunya dalam kehidupan yang penuh dosa dan penyimpangan, mengikuti nafsu syahwatnya, dan terjerumus ke dalam tindakan menghalalkan hal-hal yang haram. Oleh karena itu, tidak diragukan lagi anak akan semakin nakal. Secara bertahap perbuatan dosanya akan semakin bertambah besar.
Semoga Allah Swt. memberikan rahmat- Nya kepada orang yang berkata:
Pohon yang tumbuh di dalam kebun tidaklah sama dengan Pohonyang tumbuh di tengah padang yang tandus
Apakah anak-anak diharapkan tumbuh secara sempurna
Jika mereka menyusui dari susu yang mengering
Agama Islam menyeru para orang tua untuk memikul tanggung jawab besar dalam mendidik anak-anaknya. Mereka juga dibebani menyiapkan anak untuk memikul beban hidup dan mengancam mereka dengan azab yang besar jika mereka meninggalkan dan meremehkan atau berkhianat. Allah Swt berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan." [QS. At-Tahrim [66]: 6)
Rasulullah telah menekankan di dalam banyak perintahnya atau di dalam banyak wasiatnya akan pentingnya memberikan perhatian kepada anak-anak, kewajiban melaksanakan urusannya, dan mendidiknya. Berikut ini adalah sebagian perintah dan petunjuk beliau:
"Seorang laki-laki itu adalah pemimpin di dalam keluarganya dan ia bertanggung jawab terhadap keluarganya itu. Dan seorang wanita itu adalah pemimpin di dalam rumah suaminya dan ia bertanggung jawab terhadap apa-apa yang dipimpinnya itu.... “ [HR. Al-Bukhari dan Muslim)
"Didiklah anak-anakmu dengan pendidikan yang baik.” [HR. Ibnu Majah)
"Ajarkanlah kebaikan pada anak-anak kamu dan didiklah mereka." {HR. Abdur Razzaq dan Sa'id bin Manshur)
"Perintahkanlah anak-anakmu untuk menaati perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Sebab hal itu akan menjaga mereka dari api neraka." [HR. Ibnu Jarir)
“Didiklah anak-anak kamu atas tiga hal; mencintau Nabi kamu, mencintai ahli baitnya, dan membaca AI-Qur’an. Sebab, para Ahli AI-Qur'an itu berada di bawah naungan Arsy Allah pada hari yang tidak ada naungan selain dari naungan-Nya." [HR. Ath-Thabrani)
10. Anak Yatim
Salah satu faktor mendasar juga yang bisa menyebabkan kenakalan pada anak adalah bencana keyatiman yang menimpa anak di saat masih kecil. Anak yatim yang ditinggal mati oleh bapaknya ini manakala tidak ada tangan yang mengasuhnya, maka dikhawatirkan anak yatim ini secara bertahap akan menjadi nakal dan menyimpang. Bahkan ke depannya, ia bisa menjadi penghancur dan peroboh eksistensi umat.
Islam telah memerintahkan kepada para wali dan setiap yang memiliki hubungan kerabat dengan anak yatim ini hendaknya memperlakukannya dengan baik. Hendaknya ia menunaikan urusan dan menjamin hidupnya juga mendidik dan mengarahkannya sehingga bisa terdidik dengan baik. Ia mendapatkan rasa penjagaan, cinta kasih, dan keikhlasan dari pengasuhnya.
Inilah beberapa tuntunan Islam dalam memerintahkan untuk menjaga dan mengasihi anak-anak yatim. Allah Swt berfirman:
"Sebab itu, terhadap anak yatim janganlah kamu berlaku sewenang- wenang." (QS. Adh-Dhuha [93]: 9)
"Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim." (QS. Al-Ma'un [107]: 1-2)
"Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala- nyala (neraka)." (QS. An-Nisa
Faktor mendasar lainnya yang menyebabkan kenakalan pada anak adalah merebaknya pengangguran di tengah masyarakat. Seorang lelaki yang telah beristri dan mempunyai anak, tapi sulit untuk mendapatkan pekerjaan. Mereka tidak mendapatkan makanan yang bisa menahan laparnya serta memenuhi kebutuhan pokok dan tuntutan hidupnya. Anak-anak pun secara bertahap akan terjerumus ke dalam penyimpangan dan kenakalan. Barangkali juga seorang kepala rumah tangga atau siapa saj a yang memiliki tanggung jawab terhadap keluarga dan anak akan mencoba mencari harta dengan jalan haram seperti dengan cara mencuri, merampas, dan menyuap. Jika demikian keadaannya berarti masyarakat tersebut telah dilanda kekacauan dan kehancuran.
Dengan menerapkan prinsip keadilan sosial dan menjaga hak individu masyarakat, Islam telah memberi solusi peri-hal masalah pengangguran dan yang sejenisnya, baik karena pengangguran yang dipaksa (PHK) atau pengangguran karena malas bekerja. Adapun solusi bagi orang yang menganggur karena dipaksa, yang tidak mendapat peluang pekerjaan padahal dirinya sangat berharap mendapatkannya,
ada dua macam:
a. Negara berkewajiban menciptakan lapangan pekerjaan
b. Masyarakatberkewajibanmembantu- nya hingga ia mendapatkan pekerjaan
Adapun yang merupakan tanggung jawab negara adalah sebagai-mana yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari hadits shahabat Anas bin Malik Seorang laki- laki dari kaum Anshar telah mendatangi Nabi untuk meminta-minta kepada beliau. Beliau bertanya, "Apakah tidak ada sesuatu pun di dalam rumahmu?" Laki-laki itu menjawab, "Ya, hanya kain tebal yang sebagiannya kami pakai dan sebagiannya kami bentangkan, serta gelas tempat kami meminum air.” Nabi M, bersabda, “Bawalah keduanya kepadaku."
Kemudian laki-laki itu membawa keduanya kepada Nabi jjjg, lalu beliau mengambilnya dengan kedua tangannya dan bersabda, "Siapa yang mau membeli kedua barang ini?" Seorang laki-laki menjawab, "Aku membelinya dengan harga dua dirham." Kemudian beliau memberikan barang itu kepadanya lalu mengambil dua dirham dan memberikannya kepada orang Anshar tersebut. Beliau bersabda, "Belilah makanan dengan salah satu dari kedua dirham itu dan berikanlah kepada keluargamu, kemudian dengan yang satu dirham lagi belilah kapak dan bawalah kepadaku."
Kemudian kapak itu diberikannya kepada beliau. Setelah itu Rasulullah Saw mengambil sebuah kayu, mengikatnya dengan tangannya, dan bersabda, "Pergilah dan carilah kayu bakar, kemudian juallah. Aku tidak ingin melihatmu selama lima belas hari." Lalu laki-laki itu melaksanakan perintah beliau. Setelah itu, ia datang kepada beliau setelah ia mendapatkan sepuluh dirham. Dengan sebagiannya itu, ia membeli pakaian dan dengan sebagian yang lain ia membeli makanan. Maka Rasulullah bersabda, "(Bekerja] lebih baik bagimu daripada datang (meminta- minta). Dan perbuatan meminta-minta itu akan menjadi titik noda di wajahmu besok pada hari kiamat."
Adapun masyarakat berkewajiban membantunya hingga ia mendapatkan pekerjaan, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari hadits Abu Sa'id Al- Khudri bahwa Rasulullah Saw bersabda:
"Barangsiapa yang memiliki kelebihan punggung (tunggangan) hendaklah ia menghampiri orang yang tidak mempunyaipunggung.Danbarangsiapc yang mempunyai kelebihan bekal maka hendaklah ia menghampiri orang yang tidak memiliki bekal."
Dan sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al-Bazzar dan Ath-Thabrani bahwa Nabi Saw bersabda:
"Tidaklah beriman kepadaku, barang- siapayang semalaman dalam keadaan kenyang, sedangkan tetangganya yang berada di sampingnya dalam keadaan lapar dan ia mengetahui hal itu."
Rasulullah juga bersabda:
“Siapapun yang mati tersia-siakan di tengah-tengah kaum yang kaya, maka (ia) telah bebas dari tanggung jawab terhadap Allah dan Rasul-Nya, yang menjadi tanggung jawab mereka (orang kaya)."
Di dalam kitab Al-Ikhtiy&r Lita'lilil Mukhtar disebutkan:
"jika seseorang memberikan makanan dan memberikan sesuatu kepadanya (orang miskin) maka gugurlah dosa dari orang-orang selainnya (yang tidak memberi).”
Adapun solusi bagi pengangguran karena malas yang tidak mau bekerja padahal ia mampu dan sanggup melakukannya maka hendaknya pemerintah
memberikan pengawasan kepadanya. Seandainya pemerintah mengetahui bahwa orang itu memang pemalas dan tidak mau bekerja, maka hendaknya dinasihati yang baik dan bermanfaat baginya. Jika ia tetap enggan maka hendaknya menindaknya dengan keras bahkan memaksanya (untuk bekerjaj.
Ibnu Jauzi meriwayatkan dari 'Umar bin Khattab bahwa 'Umar bin Khattab pernah menemui suatu kaum yang tidak bekerja. 'Umar bertanya, "Mengapa kalian tidak bekerja?” Mereka menjawab, "Kami bertawakal.’"Umarberkata,"Kalianbohong. Sesungguhnya orang yang bertawakal itu adalah orang yang melemparkan (menanam] satu benih ke dalam tanah, lalu bertawakal kepada Allah." ‘Umar lalu berkata:
'janganlah salah seorang di antara kamu duduk berpangku tangan tidak mau mencari rezeki lantas berkata, 'Ya Allah, berilah aku rezeki.’ Padahal ia mengetahui bahwa langit itu tidak akan menurunkan hujan emas atau perak."
Ia juga melarang kaum fakir untuk tidak bekerja dan hanya menggantungkan diri kepada pemberian dan sedekah. Ia berkata:
"Wahai sekalian kaum fakir, berlomba- lombalah di dalam kebaikan dan janganlah kalian menjadi beban bagi kaum muslimin yang lain.”
Berdasarkan nasihat ‘Umar bin Khatthab ini dapat dipahami bahwa zakat dalam Islam itu diberikan hanya untuk sekadar menutupi kebutuhan dan membuka lapangan pekerjaan. Dengan demikian, mereka tidak menjadi pemalas dan sebab untuk berpangku tangan dan bertawakal.
Adapun jika kelemahan karena usia tua atau sakit yang menyebabkan pengangguran, maka pemerintah wajib mengayomi mereka dan menjamin kebutuhan hidupnya yang utama. Pengayoman ini tanpa melihat keadaan mereka itu apakah lemah atau sakit, muslim atau nonmuslim.
Dalil yang menunjukkan akan hal ini adalah apa yang diriwayatkan oleh Abu Yusuf di dalam kitab AI-Kharaj bahwa 'Umar bin Khatthab pernah melewati suatu kaum yang terdapat seorang pengemis yang sedang meminta-minta. Pengemis itu sudah tua dan buta. 'Umar memukul lengannya dari belakang dan bertanya, "Dari Ahli Kitab mana engkau?" Pengemis itu menjawab, "Yahudi." 'Umar berkata kembali, "Apa yang mendorongmu untuk melakukan seperti yang kulihat ini?" Pengemis itu menjawab, "Aku mengemis karena (dililit) pajak kebutuhan dan usia." Kemudian ‘Umar membawanya ke rumah dan memberinya sesuatu dari baitul mal (kas negara) dan berkata kepadanya, "Perhatikan orang-orang ini dan pajak- pajaknya. Demi Allah kita tidak berbuat adil kepadanya, jika memakan (hasil karya) pada masa mudanya lalu kita membiarkannya (telantar) pada masa tuanya. Sesungguhnya sedekah-sedekah itu diberikan kepada orang-orang fakir dan orang-orang miskin. Dan orang ini adalah orang miskin Ahli Kitab.”
‘Umar jugapernahmelewati suatu kaum dari orang Nasrani yang terkena penyakit kusta. Maka beliau memerintahkan untuk memberikan santunan kepadanya dari harta baitul mal yang bisa menjamin kehidupan, kesehatan, dan menjaga kemuliaannya.
Inilah solusi yang diarahkan Islam dalam mengatasi masalah pengangguran. Menurut kami, itu merupakan solusi santun, bijaksana, dan adil. Hal ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang penuh kasih sayang, manusiawi, dan berprinsip adil. Allah menurunkannya untuk menjadikan penerang bagi umat manusia dan mercu suar di kegelapan hidup.
9. Keteledoran Orang Tua Akan
Pendidikan Anak
Di antara faktor besar yang menyebabkan terjadinya kenakalan pada anak adalah keteledoran orang tua dalam memperbaiki anak. Hendaknya kita jangan lupa akan peran seorang ibu dalam memikul amanah dan melaksanakan tanggung jawab terhadap orang yang harus ia pelihara dan didik. Semoga Allah
merahmati orang yang berkata:
Adalah seorang ibu yang merupakan sekolah yang jika engkau telah mempersiapkannya Berarti engkau telah mempersiapkan suatu bangsa yang mempunyai akar- akar yang baik.
Adapun seorang ibu dalam memikul tanggung jawab sama seperti seorang bapak, bahkan tanggungjawab ibu lebih penting dan besar. Dikarenakan, seorang ibu senantiasa mendampingi anak sejak dilahirkan hingga tumbuh dewasa dan sampai pada usia yang layak untuk memikul tanggung jawab. Rasulullah sgg menyendirikan tanggung jawab seorang ibu, dalam sabdanya:
"Dan ibu adalah seorang pemimpin di dalam rumah suaminya dan ia bertanggung jawab terhadap yang dipimpinnya itu.”
Hal ini dimaksudkan untuk mencipta- kan rasa tolong-menolong bersama seorang bapak dalam menyiapkan generasi dan mendidik anak-anak. Maka dari itu, jika seorang ibu meremehkan kewajiban dalam mendidik anak dan lebih mementingkan karirnya. Begitu pula jika seorang bapak meremehkan tanggung jawab mengarahkan dan mendidik anak maka anak itu tidak beda dengan anak yatim. Ia akan hidup terasing, bahkan akan menjadi sebab kerusakan umat secara keseluruhan. Alangkah benarnya seorang penyair yang berkata:
Bukanlah anakyatim itu anakyang kedua orang tuanya telah selesai menanggung derita hidup (mati) dan meninggalkannya sebagai anakyang hina
Tetapi anakyatim itu adalah yang mendapatkan seorang ibu yang menerlantarkannya atau seorang bapak yang sibuk (tidak menghiraukannya).
Apa yang bisa diharapkan dari anak-anak yang para bapak dan ibunya kondisinya seperti ini? Parahnya lagi manakala seorang bapak menghabiskan waktunya dalam kehidupan yang penuh dosa dan penyimpangan, mengikuti nafsu syahwatnya, dan terjerumus ke dalam tindakan menghalalkan hal-hal yang haram. Oleh karena itu, tidak diragukan lagi anak akan semakin nakal. Secara bertahap perbuatan dosanya akan semakin bertambah besar.
Semoga Allah Swt. memberikan rahmat- Nya kepada orang yang berkata:
Pohon yang tumbuh di dalam kebun tidaklah sama dengan Pohonyang tumbuh di tengah padang yang tandus
Apakah anak-anak diharapkan tumbuh secara sempurna
Jika mereka menyusui dari susu yang mengering
Agama Islam menyeru para orang tua untuk memikul tanggung jawab besar dalam mendidik anak-anaknya. Mereka juga dibebani menyiapkan anak untuk memikul beban hidup dan mengancam mereka dengan azab yang besar jika mereka meninggalkan dan meremehkan atau berkhianat. Allah Swt berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan." [QS. At-Tahrim [66]: 6)
Rasulullah telah menekankan di dalam banyak perintahnya atau di dalam banyak wasiatnya akan pentingnya memberikan perhatian kepada anak-anak, kewajiban melaksanakan urusannya, dan mendidiknya. Berikut ini adalah sebagian perintah dan petunjuk beliau:
"Seorang laki-laki itu adalah pemimpin di dalam keluarganya dan ia bertanggung jawab terhadap keluarganya itu. Dan seorang wanita itu adalah pemimpin di dalam rumah suaminya dan ia bertanggung jawab terhadap apa-apa yang dipimpinnya itu.... “ [HR. Al-Bukhari dan Muslim)
"Didiklah anak-anakmu dengan pendidikan yang baik.” [HR. Ibnu Majah)
"Ajarkanlah kebaikan pada anak-anak kamu dan didiklah mereka." {HR. Abdur Razzaq dan Sa'id bin Manshur)
"Perintahkanlah anak-anakmu untuk menaati perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Sebab hal itu akan menjaga mereka dari api neraka." [HR. Ibnu Jarir)
“Didiklah anak-anak kamu atas tiga hal; mencintau Nabi kamu, mencintai ahli baitnya, dan membaca AI-Qur’an. Sebab, para Ahli AI-Qur'an itu berada di bawah naungan Arsy Allah pada hari yang tidak ada naungan selain dari naungan-Nya." [HR. Ath-Thabrani)
10. Anak Yatim
Salah satu faktor mendasar juga yang bisa menyebabkan kenakalan pada anak adalah bencana keyatiman yang menimpa anak di saat masih kecil. Anak yatim yang ditinggal mati oleh bapaknya ini manakala tidak ada tangan yang mengasuhnya, maka dikhawatirkan anak yatim ini secara bertahap akan menjadi nakal dan menyimpang. Bahkan ke depannya, ia bisa menjadi penghancur dan peroboh eksistensi umat.
Islam telah memerintahkan kepada para wali dan setiap yang memiliki hubungan kerabat dengan anak yatim ini hendaknya memperlakukannya dengan baik. Hendaknya ia menunaikan urusan dan menjamin hidupnya juga mendidik dan mengarahkannya sehingga bisa terdidik dengan baik. Ia mendapatkan rasa penjagaan, cinta kasih, dan keikhlasan dari pengasuhnya.
Inilah beberapa tuntunan Islam dalam memerintahkan untuk menjaga dan mengasihi anak-anak yatim. Allah Swt berfirman:
"Sebab itu, terhadap anak yatim janganlah kamu berlaku sewenang- wenang." (QS. Adh-Dhuha [93]: 9)
"Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim." (QS. Al-Ma'un [107]: 1-2)
"Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala- nyala (neraka)." (QS. An-Nisa